Chapter 75 - Menara Amour

Semenjak Cathy mengetahui bahwa Kinsey adalah kakaknya, dia sudah tidak bersikap dingin atau waspada saat bertemu dengan Kinsey. Cathy juga memastikan hal ini pada pamannya. Pamannya menunjukkan hasil tes lab dan memberitahunya bahwa dia memang adalah putri kandung Chloeny Paxton, sementara Daniel yang selama ini merawatnya merupakan adik dari ibunya.

Nama West bukanlah nama keluarga Daniel, namun nama keluarga ibu angkatnya. Ketiga adik Cathy... adik sepupunya menyandang nama keluarga Paxton. Sementara Cathy... Benjamin sama sekali tidak tahu siapa ayahnya sehingga memutuskan untuk memakai nama Paxton untuknya.

Cathy sudah tahu siapa nama ayahnya dan nama keluarga yang mengikuti namanya. Namun Kinsey melarangnya untuk memberitahu siapapun termasuk pamannya. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa identitasnya harus dirahasiakan, tapi dia hanya menurut saja. Lagipula pamannya juga menyembunyikan identitasnya selama bertahun-tahun. Jadi dia tidak merasa bersalah harus menyembunyikan identitas ayah kandungnya.

Cathy juga mau bekerja lagi sebagai asisten Kinsey asalkan kakaknya benar-benar memberikan sebuah tugas alih-alih membuatnya menjadi malas. Pada akhirnya Kinsey memberinya data mengenai nilai saham tiap-tiap perusahaan yang dimiliki Alvianc. Cathy harus menguasainya dan memperkirakan pergerakan nilai saham tersebut.

Hal ini sangat baru bagi Cathy dan juga tugas yang sangat sulit. Namun dia tidak menyerah dan mencoba menerkanya yang sembilan puluh persen jawabannya tidak ada yang benar.

Tahu-tahu saja sudah berjalan enam bulan semenjak itu dan dia mendengar rumor yang kurang menyenangkan. Di sekitarnya beredar rumor bahwa dia adalah wanita pilihan putra tunggal Marcel Alvianc dan akan mengadakan pernikahan terbesar, termegah di dunia ini.

Kenapa dia harus menikah dengan kakaknya? Apakah mereka tidak bisa melihat kemiripan mereka? Tidak. Mereka sama sekali tidak mirip, tentu saja tidak akan ada yang tahu kalau ternyata mereka adalah saudara kembar yang dilahirkan oleh ibu yang sama.

Cathy mencoba membujuk sang kakak untuk menghilangkan rumornya, tapi kakaknya sama sekali tidak peduli. Pamannya juga menyuruhnya untuk membiarkan rumor itu beredar membuatnya semakin frustrasi.

Cathy sama sekali tidak tahu.. dengan beredar rumor bahwa dia adalah tunangan pewaris Alvianc group, Martin Paxton akan berpikir ulang untuk menculiknya.

Karena tidak tahu lagi menghadapi rumor itu, Cathy memutuskan untuk bolos bekerja dan pergi ke galeri. Disaat seperti ini dia bisa mengurangi rasa rindunya pada Vincent dengan pergi kesana.

Sayangnya dia malah disambut dengan pertanyaan yang ingin dihindarinya.

"Kau bertunangan dengan Kinsey Alvianc?"

Cathy duduk di kursi dengan wajah cemberut sambil menopang dagunya diatas tangannya.

"Apakah Vincent masih belum menghubungimu?" bukan Frank yang bertanya, tapi Cathy yang bertanya pada Frank.

Rupanya Vincent juga tidak pernah menghubungi Frank hingga berjalan tujuh bulan semenjak kepergian Vincent; tidak ada satupun kabar mengenai kekasihnya.

Cathy sendiri sudah tidak menerima pesan apapun semenjak pesan terakhir yang menanyakan kabarnya dan menyuruhnya bersenang-senang di acara reuninya.

Hati Cathy semakin menciut saat melihat Frank menggelengkan kepala menjawabnya.

"Apa menurutmu Vincent meninggalkanku?"

Frank terdiam tidak bisa menjawabnya. Kalau Cathy bertanya hal ini di awal kepergian Vincent, Frank pasti bisa menjawabnya dengan mudah. Dia yakin sahabatnya tidak mungkin meninggalkan Cathy dan dia akan menghibur Cathy dan meyakinkannya bahwa Vincent sangat mencintainya.

Tapi sekarang... Frank mulai merasa ragu. Bukankah cara perpisahan ini dua kali lipat lebih kejam daripada saat Benjamin menolak Felicia?

Vincent, Vincent.. sebenarnya apa saja yang mengisi di kepalamu? Kenapa kau membuat seorang yang kau cintai merasa gelisah seperti ini? Tanya Frank dalam hatinya.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanpa menjawab pertanyaan Cathy sebelumnya, Frank balik bertanya.

Kali ini Cathy menggelengkan kepalanya.

"Aku sama sekali tidak mengerti. Ada banyak hal terjadi yang tidak kumengerti. Anehnya, aku merasa semua itu ada hubungannya dengan Vincent." tidak hanya Vincent, tapi pamannya juga saudara kembarnya. Lanjut Cathy dalam hatinya.

"Memangnya apa yang terjadi?"

"Tidak apa-apa." Cathy nyaris saja keceplosan menceritakan hal yang seharusnya menjadi rahasia. Benjamin dan Kinsey sama-sama melarangnya memberitahukan identitasnya sebenarnya pada orang luar.

Benjamin melarangnya memberitahu siapapun bahwa dia adalah putri Chloeny Paxton sementara Kinsey tidak ingin ada yang tahu bahwa dia adalah putri Marcel Alvianc. Jadi bagaimana dia bisa menceritakan apa yang terjadi disekitarnya tanpa membongkar identitasnya yang sebenarnya?

"Ngomong-ngomong apa kau juga mengenal Benjamin Paxton? Waktu itu Vincent bilang mereka saling kenal." sebenarnya Cathy hanya asal mengubah topik, disaat bersamaan dia juga merasa penasaran hubungan keduanya.

"Benarkah? Dia bilang begitu? Apakah itu berarti dia sudah memberitahumu?"

Cathy terdiam mendengarkan nada terkejut dari sahabat kekasihnya. Apa yang seharusnya diberitahu Vincent padanya? Dia sangat penasaran dan ingin mendesak untuk mendapatkan jawaban. Tapi pada akhirnya dia memilih untuk tetap diam menunggu kelanjutan kalimat Frank.

"Aku sangat kenal dengan Benjamin Paxton. Dia dan Vincent adalah saudara sepupu. Ditambah lagi Benjamin pernah sempat menjalin hubungan dengan Felis."

Tepat saat dia mendengar kata sepupu, Cathy sudah tidak bisa berpikir. Seakan telinganya tersumbat oleh sesuatu, Cathy tidak bisa mendengarkan kalimat Frank berikutnya.

Sepupu? Benjamin dan Vincent adalah saudara sepupu? Apakah itu berarti Vincent juga bersepupu dengan ibu kandungnya? Apakah itu berarti... dia memiliki hubungan darah dengan Vincent? Apakah dia... dia seharusnya memanggil Vincent dengan sebutan 'paman'??

"Cathy, kau baik-baik saja? Kenapa wajahmu pucat?"

Cathy tidak menjawab dan langsung berdiri keluar meninggalkan tasnya di kursi. Dia tidak lagi bisa mendengar namanya yang berulang kali dipanggil oleh Frank. Dia bahkan tidak peduli pada sekitarnya. Kepalanya terasa pusing dan dadanya menjadi sesak.

Apakah Vincent sudah mengetahui identitasnya? Karena itu dia pergi meninggalkannya? Kalau memang begitu, bukankah lebih baik pria itu memberitahunya yang sebenarnya? Kenapa? Kenapa dia harus mengetahuinya dengan cara seperti ini? Mengapa dia harus mengetahui kenyataan ini disaat dia sudah sangat mencintai dan merindukan pria itu? Mengapa?

Kini air mata Cathy mengalir membasahi pipinya dan dia mulai terisak. Lututnya seketika lemas dan dia berjongkok menutupi wajahnya sambil menangis.

'Vincent, kau ada dimana? Apakah benar kita memiliki hubungan darah?' ucapnya dengan pedih.

-

Saat nona keduanya tidak muncul di waktu yang sudah dijanjikan, Owen segera mencarinya di galeri. Lagi-lagi dia menemukan tas Cathy tertinggal membuatnya panik.

Untungnya kali ini Owen langsung menemukan Cathy dan mengajaknya untuk naik ke mobil. Sayangnya Cathy tidak mau pulang namun juga tidak memberitahunya tempat yang ingin dikunjunginya. Jadi Owen menjalankan mobilnya dan melintasi jalanan tanpa tujuan. Lebih tepatnya dia berkeliling sekitar perumahan Rosemary sebanyak dua kali. Dia berharap nona kedua segera memutuskan tempat tujuannya.

Namun saat menyadari perasaan Cathy sedang sangat bersedih, Owen memutuskan memutar mobilnya ke arah gerbang tol. Dia berharap tempat yang ditujunya bisa sedikit menghibur hati nona keduanya.

Setelah tiga jam perjalanan Owen memakirkan mobilnya kemudian membujuk Cathy untuk mengikutinya. Cathy yang sudah tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi, dia mengikuti Owen tanpa rasa curiga sedikitpun.

Cathy hanya bisa melihat punggung lebar Owen dan kakinya melangkah mengikuti orang didepannya tanpa melirik sekitarnya. Dia sadar dia memasuki sebuah lift, tapi dia sama sekali tidak penasaran tempat yang mereka tuju. Kepalanya kosong dan hatinya terasa seperti membeku. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk menyingkirkan perasaan yang tidak nyaman ini.

Begitu lift terbuka, Cathy merasakan angin dingin menerpa mukanya. Barulah dia tersadar dari lamunannya dan berjalan keluar sambil mengarahkan pandangan ke sekelilingnya.

Terdapat beberapa meja serta kursi disana beratapkan langit yang baru saja gelap. Tidak banyak pengunjung disana namun dia merasa beban pikirannya terangkat saat melihat sekitarnya.

Cathy menatap Owen dengan tatapan bingung seolah bertanya dimana mereka.

"Saya bertumbuh besar di kota ini. Tempat ini sangat terkenal untuk menghilangkan kesedihan. Menara Amour memiliki seratus satu lantai dan kita berada di lantai tertinggi. Saya akan menunggu disini sementara anda boleh menikmati suasana malam di ketinggian." jelas Owen masih dengan senyumannya yang khas sebelum pergi menuju ke sebuah bar di lantai yang sama.

Cathy terdorong berjalan lurus hingga ke sebuah pagar besi yang menjulang tinggi. Dia sadar semakin dia berjalan mendekati pagar, suhu udara semakin dingin. Dia memeluk tubuhnya sendiri dan matanya melebar saat melihat beberapa bangunan kecil menyebar di bawahnya.

Dia cukup menikmati udara dingin untuk melupakan segala kenyataan yang baru saja diterimanya. Sayangnya tubuhnya sama sekali tidak kuat menahan suhu yang sangat dingin diatas sini.

"Kau akan membeku jika tidak segera duduk." seorang wanita yang duduk di dekatnya menyapanya.

"Kau.. ti..tidak kedinginan?" dengan susah payah Cathy mengucapkannya karena kini tubuhnya telah menggigil.

"Cobalah duduk dulu." jawab wanita itu mempersilahkan Cathy duduk berhadapan dengannya.

Cathy berjalan ke arah wanita tersebut dan duduk di kursi yang ditunjukkan wanita itu. Begitu dia duduk dia merasakan sesuatu yang hangat menjalar dari bokongnya serta punggungnya. Tidak hanya itu, saat tangannya menyentuh meja didepannya, dia juga merasakan kehangatan yang sama. Secara perlahan rasa dingin mulai tidak terasa lagi dan tubuhnya sudah tidak menggigil.

"Ada pemanas didalam spon kursi dan meja ini memang dirancang khusus agar kita tidak perlu kedinginan saat duduk disini." jelas wanita tersebut.

Tadi otak Cathy sama sekali tidak bekerja dengan baik karena suhu dingin membekukan otaknya. Namun sekarang dia bisa melihat wajah wanita itu dengan jelas bahkan mengenal wanita itu.

"Bukankah kau Felicia Bernz?"

Felicia tersenyum miring mendengar namanya disebut. "Rupanya kau masih mengingatku?" tanyanya dengan nada sarkas.

Cathy merasa dirinya melakukan kesalahan dengan duduk berhadapan dengan Felicia. Dia tahu sejak awal wanita ini tidak pernah menyukainya karena cemburu. Dimata Felicia, Benjamin memperlakukan Cathy dengan khusus. Cathy sendiri juga tidak begitu menyukai wanita ini, karena Felicia adalah tipe anak orang kaya yang manja dan merasa bisa mendapatkan apapun yang diinginkan.

"Aku juga tidak menyangka kau masih mengingatku." jawab Cathy dengan sopan. Biar bagaimanapun dia tidak ingin mencari musuh apalagi dengan seseorang yang kelihatannya memiliki hubungan baik dengan pamannya.

"Tidak. Aku tidak ingat namamu. Siapa namamu?"

Cathy mendesah lagi-lagi mendengar nada sinis dari wanita dihadapannya.

"Namaku Catherine West."

"Ah, jadi kau tunangannya Kinsey Alvianc."

Cathy memutar matanya malas. Dia sudah capek berusaha membenarkan rumor itu, terlebih lagi kakaknya juga tidak memiliki niatan untuk memperbaikinya.

"Apakah Kinsey sudah merasa bosan dan mencampakkanmu?"

"..."

"Bukankah itu alasannya kau kemari? Karena kau dicampakkan? Tempat ini sangat terkenal bagi orang yang patah hati."

"?!"

"Jika seandainya tidak ada pagar tinggi yang menghalangi, sudah pasti akan ada banyak yang mati bunuh diri karena ditinggalkan oleh orang yang dicintai. Ironisnya, aku sempat berpikir hal yang sama saat Benben menolakku."

Benben? Apakah wanita ini sedang membicarakan pamannya? Kalau tidak salah ingat dia pernah mendengar Felicia memanggil pamannya dengan nama Benben. Jadi dia menduga orang yang dimaksudkan wanita yang sedang patah hati didepannya adalah pamannya.

Cathy memang tidak mengenal Felicia atau dekat padanya. Tapi dia cukup yakin tiap kali Felicia datang ke Star Risen untuk menemui Benjamin, pamannya selalu melunak dan bersikap lembut padanya.

Cathy merasa yakin kalau pamannya juga memiliki perasaan khusus pada wanita ini. Jadi dia sama sekali tidak mengerti mengapa pamannya menolaknya.

"Lupakan saja. Sepertinya aku sudah mabuk karena membicarakan hal ini pada keponakannya."

Mendengar ini kedua mata Cathy melebar.

"Kau tahu Benjamin adalah pamanku?"

"Aku tahu. Sebelum Vincent pergi, dia memberitahuku. Dia bahkan menyuruhku untuk menemanimu menggantikannya." ucap Felicia dengan nada datar. "Maaf, aku tidak bisa menemuimu karena masih belum pulih dari rasa sakit hati."

Sekarang Cathy semakin bingung dibuatnya. Seberapa dekat hubungan antara Felicia dengan Vincent sehingga kekasihnya menceritakan hubungannya dengan Benjamin bahkan meminta bantuan Felicia untuk menemaninya? Cathy sama sekali tidak mengerti.

"Kau mengenal Vincent?"

Felicia menatap mata Cathy dengan tatapan datar kemudian kembali meneguk gelas winenya lagi. Kini kepala Felicia bersandar pada pagar besi disebelah kirinya sambil mendesah.

"Enaknya.. Besi ini sangat dingin berlawanan dengan kursi dan meja ini. Rasanya nyaman sekali. Kau tidak ingin mencobanya?"

Cathy sama sekali tidak tertarik dengan kenyamanan yang dimaksud Felicia, dia hanya ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.

"Apakah kau masih berhubungan dengan Vincent? Apakah Vincent masih menghubungimu? Apa kau tahu dimana Vincent sekarang? Apa kau tahu Vincent dan paman Ben adalah saudara sepupu?"

Di tengah-tengah pertanyaan beruntun Cathy, kening Felicia mengernyit. Kemudian melambaikan tangannya untuk menghentikan pertanyaan Cathy.

"Kenapa pertanyaanmu banyak sekali? Kepalaku jadi pusing."

"Aku hanya ingin tahu, apakah aku memiliki hubungan darah keluarga atau tidak. Dengan Vincent.. apakah kami bisa bersama atau tidak?"

Sayangnya Felicia tidak bisa menjawab karena kini dia sudah tertidur dengan kepala bersender pada pagar besi. Tanpa sadar Cathy menggigit bibirnya karena frustrasi melihat Felicia tertidur begitu saja tanpa memberikan jawaban.

"Cathy, kenapa kau ada disini?" suara seorang pria dewasa terdengar di sebelahnya.

Cathy mendongakkan wajahnya dan terkejut melihat siapa yang kini berdiri di sebelahnya.