Chereads / My strange marriage / Chapter 9 - Ditinggal Todi (1)

Chapter 9 - Ditinggal Todi (1)

(Laras)

Pagi itu Laras meninggalkan Todi, dalam hatinya berharap Todi mengejar dan memohon-mohon agar dirinya pulang, tapi nyatanya lelaki itu diam saja, tidak beranjak sedikit pun dari duduknya, membuat Laras kecewa. Gadis itu kembali ke kamar kosnya. Setelah mandi, Laras langsung terlelap di atas tempat tidur. Dia baru bangun sekitar pukul 5 sore.

Laras terbangun, masih mengantuk, dia duduk di tepi ranjang, mengusap-usap matanya. Kesadarannya belum penuh. Dengan mata setengah tertutup Laras mengecek ponselnya. Ada satu pesan dari Bunda.

"Laras, nanti malam bunda ajak makana malam ya, setelah magrib Bunda jeput,"

Kantuk Laras langsung hilang selesai membaca pesan Bunda. Dia harus segera pulang, bila tidak akan sulit mencari alasan kepada Bunda. Laras langsung bersiap-siap dan menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh supaya segera sampai ke rumah.

Sampai dirumah Laras langsung mandi dan berganti baju. Sekitar pukul 7 malam Bunda datang. Laras menyambut didepan pintu dengan senyuman manisnya. Bunda selalu dia anggap pengganti ibunya. Kalau saja sikap Todi tidak kasar, mungkin Laras sangat bahagia, karena mertua perempuannya sayang sekali kepadanya.

"Bunda.." panggil Laras.

"Halo, menantu Bunda, kamu abis jaga ya? Todi mana?" tanya Bunda, celingukan melihat sekeliling rumah.

"Kak Todi jaga Bun, tadi kita sarapan bareng," jawab Laras, dia beruntung tadi pagi bertemu dengan Todi, jadi tidak perlu berbohong kepada Bunda.

"Baguslah, Bunda takut kalian tidak pernah bertemu saking sibuknya," ucap Bunda. Laras sedikit tertawa pahit dalam hati mendengar perkataan Bunda. Apa yang Bunda nya takutkan itu memang benar terjadi.

"Kan satu rumah sakit Bun, bisa sarapan atau makan malam bareng," ucap Laras, berbohong.

"Baguslah, kalian baik-baik ya," ucap Bunda sambil mengelus sayang kelapa Laras. Laras mengangguk saja. Entahlah Bun, entah jadi apa pernikahan dia dan Todi.

Malam itu, Bunda dan Laras menghabiskan sepanjang malam berdua. Laras merasa seperti kembali bersama ibunya dahulu. Bunda mengajak Laras pergi ke sebuah butik di mall, memilihkan banyak gaun cantik untuk menantu semata wayangnya itu. Setelah puas berbelanja, Bunda mengajak Laras makan malam.

"Kami kurus banget sih sayang, makan yang banyak ya, Bunda enggak mau nanti disangka kami menderita jadi menantu Bunda," ucap Bunda sambil membantu Laras memotong steak miliknya.

Laras tersenyum manis, tapi tidak membalas perkataan Bundanya. Rasanya tidak mungkin dia mengiyakan kalau perasaanya sebenarnya tersiksa setelah menikah dengan anak semata wayang Bunda. Laras masih mengingat betapa dulu dia banyak mengkhayalkan kenangan manis setelah menikah nanti. Dia tidak menyangka kalau akan menjadi seperti ini. Semenjak menjadi koas memang berat badan Laras turun banyak, menikah dengan Todi semakin membuatnya malas untuk makan. Tentu saja tubuhnya semakin tipis.

"Kok melamun?" tanya Bunda, membuyarkan lamunan Laras.

"Hehe..enggak apa Bun, steaknya enak Bun," ucap Laras. Bunda tertawa mendengarnya.

"Emmm.. Bun, boleh Laras tanya sesuatu?" tiba-tiba Laras penasaran dengan satu hal.

"Apa?" balas Bunda.

"Laras penasaran aja Bun, emm.. kenapa Bunda mau Laras yang jadi menantu Bunda?" tanya Laras.

Bunda kembali tertawa.

"Kok ketawa Bun," tanya Laras bingung.

"Iya, lucu aja, kenapa baru sekarang tanyanya," jawab Bunda masih tertawa.

"Ya ..emm..ga apa Bun, penasaran aja," ucap Laras, salah tingkah.

"Hmmm..kamu itu mirip kaya almarhum ibu kamu, lembut, lebih perhatian, Bunda rasa cocok dengan Todi yang cuek banget kelakuannya, kadang dingin dan nyebelin, dari awal Bunda sudah jatuh hati sama kamu, dan pingin kamu jadi menantu Bunda," jawab Bunda.

Laras tersipu malu mendengar pujian Bunda.

"Ih Bunda, aku jadi ge er," ucapnya, tersipu.

Bunda tertawa.

"Bersabarlah dengan Todi kalau dia masih cuek atau keras kepala ya Ras, Bunda sama ayah terlalu memanjakan Todi, dia anak bunda satu-satunya," ucap Bunda lagi. Laras mengangguk menjawab Bunda.

Setelah makan malam, Bunda mengantarkan Laras kembali ke rumah. Kata-kata Bunda terus terulang di kepalanya.

Esoknya Laras terbangun ketika ada yang mengetuk pintu kamarnya. Dia tidak terlalu mendengar suara orang yang mengetuk, mungkin Bu Inah, pikirnya. Dia berjalan dengan malas untuk membukakan pintu kamarnya. Kantuk Laras langsung lenyap, ketika menemukan sosok Todi dibalik pintu kamarnya.

"Sudah bangun?" tanya Todi.

"Hmm.." jawab Laras pendek mengangguk kecil. Dia menyesal membuka pintu tanpa merapihkan diri terlebih dahulu.

"Aku..belikan sarapan, emm..mau makan bareng?" tanyanya, sedikit ragu.

Laras masih belum menjawab, pikirannya kosong, dia merasa saat ini masih tidur dan bermimpi mendengar kata-kata Todi barusan.

"Emm.. aku cuci muka bentar ya," balas Laras pelan. Todi mengangguk, mengiyakan.

"Aku tunggu di meja makan ya," jawabnya.

Laras segera masuk dan mencuci muka lalu merapikan rambutnya. Setelah selesai Laras datang ke meja makan. Di atas meja makan sudah tersedia semangkuk lontong padang dengan gulai ayam lengkap dengan makanan kecil lain yang Laras suka. Ada sala lauak, ada kue ketan sarikaya, juga tak ketinggalan teh talua. Ibu Laras memang berasal dari Padang, jadi dahulu sekali Bunda suka menyiapkan makanan ini untuk sarapan.

Mata Laras terlihat bahagia melihat makanan yang tersaji diatas meja makan. Tapi ini banyak sekali, bagaimana bisa menghabiskannya, pikir Laras.

"Banyak sekali, aku panggil Bu Inah dan Pak Yadi untuk makan bersama ya," izin Laras.

"Jangan," cegah Todi.

"Kenapa?" tanya Laras bingung.

"Boleh kita sarapan berdua saja?" tanya Todi tiba-tiba.

Laras terpaku mendengarnya. Sedikit bingung.

"Bu Inah dan Pak Yadi sudah aku belikan makanan yang sama, mereka sedang makan bersama di belakang, jangan diganggu." sambungnya lagi.

"Duduklah, kita sarapan berdua, boleh?" tanya Todi.

Laras menurut, mengambil tempat duduk di hadapan Todi dan mulai menyantap makanan dihadapannya.

"Ras, " panggil Todi.

"Hhmm, ya kak?" tanya Laras, menatap Todi.

"Minggu depan, aku stase luar," jelasnya.

Laras diam beberapa saat. Lalu kembali meneruskan makannya.

"Kemana?" tanyanya lagi.

"Ke Surabaya," jawab Todi.

"Berapa lama?" tanya Laras lagi. Dia cukup terkejut, karena ternyata cukup jauh.

"2 bulan," jawab Todi.

Laras mengangguk-angguk, dalam hati perasaannya campur aduk, antara sedikit lega karena tidak harus mencari alasan untuk tidak ada di rumah, tapi ada sedih juga disana. Tapi Laras tetap menjaga air mukanya, biar tetap terlihat tenang. Dia masih menyantap lontong pasangnya.

"Kapan mau berangkatnya kak?"tanyanya.

"Hari Jumat sepertinya, aku lagi cari tiket," jawab Todi. Laras mengangguk. Dia tetap meneruskan makannya, lalu menyeruput teh talua nya.

"Kabari aja, kalau kakak mau berangkat, nanti biar aku antar, aku pamit masuk ke kamar ya kak, ada tugas yang harus dikerjakan, terimakasih sarapannya," ucap Laras sambil tersenyum sedikit dan pergi meninggalkan Todi.

Todi menghentikan makannya, menatap istrinya, dia ingin protes, tapi Laras sudah berlalu pergi.