(Todi)
Pagi ini Todi bangun terlambat. Dia langsung menuju meja makan, disana Bu Inah sudah menyediakan sepiring nasi goreng dan telur ceplok, terlalu matang. Bu Inah memang tidak terlalu bisa membuat telur setengah matang seperti buatan Bunda atau Laras. Yah, aneh memang, tapi Todi selalu menanti sarapan buatan istrinya. Apapun itu entah mengapa Laras selalu membuatnya terasa enak. Tapi setelah kejadian ulang tahunnya, Laras tidak pernah lagi mau memasak sarapan untuk dirinya. Jangankan memasak, bahkan Laras justru semakin jarang pulang ke rumah. Mengirim pesan juga hampir tidak pernah. Todi sedikit menyesal sendiri dengan apa yang dilakukannya minggu kemarin. Hari ini Todi baru ingat kalau Laras sedang jaga malam kemarin. Cuman izin jaga malam satu-satunya pesan yang masih dikirim Laras.
"Mas, enggak sarapan?" tanya Bu Inah, menyadarkan Todi.
"Udah telat Bu, saya berangkat ya, nanti makan dirumah sakit aja," pamit Todi.
"Iya mas." jawab Bu Inah.
Sampai di rumah sakit, Todi segera menuju kamar jaga residensi, dia berniat untuk sarapan disana. Belum sampai ke kamar jaga, Todi melihat Laras sedang berjalan pelan, entah menuju mana. Todi mengikuti istrinya itu dari belakang secara diam-diam. Mau kemana dia ya, tanya Todi.
Laras berjalan sendiri menuju keluar rumah sakit. Gadis itu tidak pergi ke bagian parkiran, pantas saja tadi Todi tidak melihat mobil Laras di area parkiran. Laras lalu berbelok ke kanan dan berhenti di sebuah warung bubur ayam di depan rumah sakit. Ternyata dia mau makan, gumam Todi pada dirinya sendiri.
Senyum Todi menghilang saat melihat Laras sedang mengobrol dengan seorang pria, dari baju jaganya, itu baju jaga residen penyakit dalam, tebaknya. Todi mempercepat langkahnya mendekati Laras. Todi melihat Laras tersenyum kepada pria itu, dan pria itu membayari istrinya makan, hal ini membuat dadanya terasa panas, apa ini, cemburu atau aku hanya kesal, pikir Todi bingung. Saat Todi masuk ke warung bubur itu, Laras sudah duduk berhadapan dengan pria itu. Todi segera memesan bubur ayam secara asal, setelah mengantri beberapa saat. Laras terdengar mengobrol santai denga pria itu, dia bahkan tidak pernah seperti itu selama menjadi istri Todi. Todi mendekati tempat duduk Laras.
"Boleh duduk disini?" Todi langsung mengambil tempat disamping istrinya. Laras tidak menjawab tapi menggeser duduknya.
" Baru pulang jaga?" sambung Todi lagi sambil menatap istrinya. Hatinya masih terasa panas melihat Laras sarapan berdua dengan lelaki lain Laras mengangguk pelan masih tanpa suara.
Pandangan Todi beralih ke pria didepannya. Pria itu tampak bingung, sepertinya dia memang tidak mengetahui kalau Laras dan Todi adalah sepasang suami istri.
"Saya Todi, suami Laras," ucap Todi memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan untuk berkenalan.
Pria didepannya itu hampir saja tersedak teh manisnya saat mendengar kata "suami" dari mulut Todi. Dia dengan segera membalas uluran tangan Todi.
"Andre, saya residen penyakit dalam, kebetulan Laras anak bimbingan saya sekarang," jelas Andre sambil tersenyum, Todi membalas senyumannya.
Bubur ayam pesanan mereka bertiga datang. Andre berusaha secepat mungkin menghabiskan bubur ayamnya.
"Emm.. sudah tahun ke berapa kang?" tanya Andre kepada Todi.
"Ini tahun ke tiga saya, semester 6," jawab Todi.
"Oh, beda sedikit dari saya," balas Andre, tersenyum.
"Akang semester berapa?" tanya Todi, dia mendadak penasaran. Meneliti Andre, dia tidak terlalu akrab dengan residen bagian penyakit dalam. Apalagi Andre sepertinya tidak berasal dari Bandung. Wajahnya masih cukup muda, mungkin seusia dengan Todi. Tapi bukan angkatannya sepertinya, mungkin lebih tua, tebak Todi.
"Semester 8, sebentar lagi lulus," jawab Andre.
"Oh, senior akang atuh ya," sahut Todi pelan. Sial, ternyata lebih senior, umpatnya dalam hati. Todi langsung menurunkan pandangannya, biar bagaimana pun Andre lebih senior.
Ponsel Andre berdering, Andre segera mengangkatnya. Sepertinya panggilan dari juniornya, Andre mengangguk beberapa kali, lalu menutup ponselnya. Dia menyeruput kembali teh manisnya.
"Saya duluan ya," pamitnya sambil melambaikan tangan.
Laras dan Todi bersamaan membalas ucapan Andre dan membalas lambaian tangannya.
Setelah Andre pergi, Laras dan Todi tetap diam. Todi mengaduk-aduk bubur ayamnya sambil menguras otaknya, berpikir keras apa yang harus dia ucapkan pada istrinya. Otaknya mendadak buntu. Dia ingin meminta istrinya pulang ke rumah lebih sering.
Todi berdehem sebelum mulai berbicara.
"Nanti pulang ke rumah?" tanya Todi pelan. Laras diam.
"Pulanglah, sudah hampir dua minggu aku hanya tinggal sendirian," pinta Todi sedikit ragu. Laras menatap suaminya dengan lekat. Mungkin gadis ini sedikit bingung dengan sikap dirinya, pikir Todi.
"Emm.. mungkin.. aku.. hari ini pulang," jawab Laras, terdengar ragu.
"Iya, aku..emm..aku ..kangen sarapan yang sering kamu buat .." ucap Todi pelan, dia berusaha jujur dengan istrinya. Todi menanti reaksi istrinya, berharap hati Laras bisa sedikit terketuk dengan kejujurannya.
Laras memandanginya wajah Todi, Todi membalas tatapannya dan Laras tidak menghindarinya.
"Kangen?" tanya Laras, dia seperti berusaha meyakinkan dirinya dengan kalimat Todi sebelumnya.
Todi mengangguk dengan yakin berusaha menjawab keraguan Laras.
"Iya," jawab Todi. Laras membalas dengan tertawa sinis.
"Aku pikir kakak tidak perduli padaku, bagaimana bisa merasa kangen," balasnya sedikit ketus. Dia kembali pada bubur ayamnya, tidak membalas tatapan mata Todi.
"Aku beneran kangen," balas Todi, dia sudah tidak peduli dengan gengsinya. Dia ingin istrinya kembali.
"Pulanglah, aku mohon, aku minta maaf sering berlaku kasar," sambung Todi lagi. Laras melirik kearah suaminya, kali ini Todi menundukkan kepalanya, tidak banyak berharap.
Laras menghela napasnya, sebelum memulai kalimatnya.
"Satu lagi, aku mohon padamu, bolehkah untuk tidak sering bersama dengan teman pria?" potong Todi sebelum Laras mengucapkan kata apapun.
"Maksudnya?" tanya Laras, wajahnya terlihat kesal.
"Iya, aku tidak merasa nyaman setiap kali melihat kamu bersama lelaki lain," jawab Todi. Lelaki itu memindahkan pandangan ke arah Laras. Hatinya merasa tak nyaman setiap melihat Laras bersama lelaki manapun, terasa panas.
Laras membalas tatapannya, dengan sinis.
"Tidak nyaman? Kakak pikir aku ngapain sama dokter Andre, kami hanya kebetulan bertemu dan sarapan bersama. Bukannya kakak yang jelas-jelas masih jalan bersama dengan mantan pacar kakak?" sindir Laras.
Hati Todi sakit mendengar kalimat Laras barusan.
Kali ini Todi langsung memegang tangan Laras sambil menatap istrinya, kali ini sorotan matanya terasa lebih lembut dari biasanya.
"Aku minta maaf, aku hanya menonton saat itu, sebenarnya aku sudah membeli tiket untuk kita berdua untuk menonton bersama, tapi kamu tiba-tiba pergi jaga, dan aku emosi, kumohon Ras, jangan seperti ini terus .. Aku..aku rasa aku cemburu setiap kali melihat kamu jalan dengan lelaki lain," ucap Todi. Berusaha menjelaskan semuanya.
Laras terdiam. Todi menunggu balasan dari istrinya, apapun itu, dia rasa dia pantas menerima apapun reaksi dari istrinya.
"Hati aku sudah berkali-kali merasa sakit Kak," ucapnya pelan sambil menatap Todi dengan dingin Laras beranjak dari duduknya meninggalkan Todi.
Todi tersentak mendengar istrinya itu. Dia tidak suka tatapan dingin dari Laras. Dia kehilangan tatapan lembut yang dulu menemaninya selama 6 bulan mereka dipaksa berpacaran oleh Bunda. Dulu Laras dengan baiknya akan selalu menyambutnya dengan lembut dan manis, walaupun Todi suka terlambat datang bila mereka sudah merencanakan untuk berkencan. Dia juga rindu Laras selalu berkata "Tidak apa kak, aku tahu kakak sibuk" setiap Todi membatalkan janji temu mereka. Belum lagi dahulu Laras sering mengirim pesan-pesan yang isinya menyemangati Todi bila Todi sedang jaga malam, atau sedang ujian. Dia kehilangan gadis yang sangat mencintainya.
Hubungan Todi dengan Sarah sebelumnya, selalu Todi yang mencintai Sarah lebih, selalu Todi yang memberi perhatian lebih, Todi juga yang tergila-gila dengan Sarah. Maka ketika Todi bertemu Laras yang mencintainya lebih, dia baru merasakan perasaan seperti ini, dicintai. Sesungguhnya Todi menikmatinya, perasaan dicintai lebih. Todi hanya 4 kali berpacaran selama hidupnya. Hubungannya selalu bertahan lama, hanya Laras yang paling sebentar, tapi Laras langsung menjadi istrinya. Todi bukan tidak tertarik dengan istrinya. Wajah Laras cantik, Laras juga ramah dan perhatian, sikapnya selalu hangat, terlalu bodoh Todi tidak pernah memperhatikannya, matanya tertutup kebencian karena menganggap Laras yang menghancurkan hubungannya dengan Sarah.
Todi tidak berusaha mengejarnya, Todi merasa dia tidak pantas mengejar istrinya. Laras benar, dia sudah berkali-kali menyakiti hati Laras. Todi pergi kembali ke rumah sakit.
Sampai di rumah sakit, Todi pergi menuju kamar jaga residen, disana masih ada beberapa juniornya yang baru lepas jaga.
"Bang, tadi dicari Teh Sulis, katanya Abang diminta ke ruangan sekretariat," ucap Teguh, juniornya saat Todi masuk ke dalam. Mbak Sulis adalah sekretaris bagian bedah orthopedi. Agak sedikit mengherankan hari Sabtu begini sekretaris bagian yang sedikit bawel itu masuk kerja, biasanya dia sudah hilang dari hari Jumat.
"Ada apa ya?" tanya Todi. Teguh menaikkan bahunya.
"Tadi enggak bilang apa-apa bang," jawabnya.
"Oke, kalau gue dicari Bang Alvon, bilang gue lagi disini ya," ucap Todi. Alvon adalah senior jaganya, bisa kena omel Todi kalau dia ketahuan Alvon jam segini belum datang.
"Oke bang," sahut Teguh sambil mengacungkan jempol tangannya.
Todi berjalan dengan malas menuju ruangan sekretariat. Dia menuju kamar kecil di pojok ruangan itu. Mbak Sulis sedang duduk didepan layar komputernya. Wanita Jawa itu terlihat serius didepan komputernya.
"Pagi Mbak, ada apa mbak? Tadi kata dokter Teguh saya dicariin," sapa Todi, dia duduk didepan Mbak Sulis.
"Pagi dokter, ini dok, ada masalah. Harusnya stase luar Minggu depan itu buat dr. Henry, tapi tapi mendadak pagi tadi dokter Henry telepon bagian, istrinya terpaksa melahirkan, anaknya masuk ICU dok, di Jakarta, dr. Henry minta cuti mendadak dok, katanya keadaan anaknya kurang baik, jadi sementara saya tuker ya dok, dokter yang pergi, istri dokter belum hamil kan?" jelas Mbak Sulis, dengan logat medok Jawa nya.
"Stase luar yang kemana Mbak?" tanya Todi.
"Surabaya ya Dok, mulai Senin minggu depan, dokter nanti beli tiket sendiri ya, nanti pembelian tiket nya di simpen ya, surat tugas dan lain-lainnya, saya selesaikan Senin ini ya dok, nanti saya telepon dokter kalau sudah selesai, sekalian jelasin tempat tinggal disana," jelas Mbak Sulis.
"Oke mbak, Makasih," jawab Todi. Keluar dari ruangan.
Minggu depan dia harus meninggalkan Laras. Padahal dia ingin memperbaiki hubungannya dengan Laras. Todi sadar dua bulan ini sikapnya sudah keterlaluan dengan istrinya. Dia ingin mencoba sedikit membuka hati untuk istrinya, walau di hatinya masih tersimpan nama Sarah.
Keesokkan harinya, Pak Yadi menjeput Todi dari rumah sakit. Hari ini, Todi lelah sekali, dia baru selesai operasi sekitar pukul 4 pagi tadi, baru bisa beristirahat sedikit setelah subuh.
"Pak, mbak Laras ada dirumah?" tanya Todi, dia teringat istrinya, tiba-tiba.
"Ada Mas, tadi belum bangun waktu bapak jeput mas," jawab Pak Yadi.
"Emmm...bapak tahu ga tempat lontong padang kesukaannya Laras?" tanya Todi, mendadak dia ingin membelikan sarapan kesukaan istrinya. Todi tidak terlalu yakin, tapi seingatnya Bunda pernah mengatakan padanya kalau Laras suka sekali sarapan lontong padang.
"Tahu mas, pernah minta dianterin kesana mbak Laras nya," sahut Pak Yadi.
"Kita kesana ya Pak," balas Todi. Pak Yadi mengangguk, mengemudikan mobilnya menuju tempat yang diminta Todi.
Todi sampai pada sebuah tempat makan tenda didaerah Dipati ukur. Tempat makan itu terlihat ramai sekali. Mulai dari pejalan kaki sampai pengendara mobil mewah ada disana. Sepertinya memang terkenal tempat ini, pikirnya. Dia tidak terlalu tahu tempat ini.
"Tunggu sebentar ya pak,". Todi turun dan berjalan menuju warung yang sedang penuh sesak itu. Ada beberapa orang yang mengantri sebelumnya. Di etalase makanan, terdapat banyak sekali makanan, yang Todi, tidak paham. Setelah gilirannya, seorang bapak paruh baya menyapanya dengan ramah, dari suaranya, jelas bapak itu tidak berasal dari Bandung.
"Pesan apa nak?" tanya si Bapak.
"Lontong padang pak, 4 porsi ya," jawab Todi. Dia berniat membeli untuk pak Yadi dan Bu Inah juga.
"Pakai gulai telur, ayam, atau rendang?" tanya si bapak lagi.
Todi menggaruk kepalanya, bingung, dia bahkan tidak tahu kesukaan Laras.
"Ayam aja deh pak," sahutnya cepat. Yah, siapa yang tidak suka ayam, pikir Todi.
"Apa lagi?" tanya si bapak. Lalu Todi mulai bertanya beberapa makanan kecil yang dirasanya terlihat enak. Todi membeli beberapa porsi saja, dia tahu Laras tidak suka kalau dia membuang-buang makanan. Setelah selesai, Todi memesan teh, yang menurut si bapak namanya teh Talua, sementara dia memesan kopi susu, seingatnya istrinya tidak suka kopi. Dulu setiap kali mereka berkencan, Laras selalu memesan coklat, teh atau jus, tidak pernah kopi. Todi mulai mengorek ingatannya tentang istrinya. Setelah selesai membungkus semua makanannya, Todi kembali ke mobil.
"Banyak sekali mas?" tanya Pak Yadi, sedikit bingung melihat tuan mudanya membawa banyak bungkusan.
"Iya, nanti sekalian buat bapak sama ibu Inah ya," jelas Todi.
"Aduh, enggak usa mas, merepotkan," ucap Pak Yadi.
"Enggak apa pak, nanti saya mau makan dengan istri saya pak," jelas Todi.
Pak Yadi mengangguk, seakan mengerti maksud tuan mudanya.
Sampai dirumah, Todi langsung menuju dapur, meminta Bu Inah untuk menyiapkan makanan yang dibawanya. Todi beranjak menuju kamar istrinya, tak jauh dari tempat makan. Todi mengetuk dengan pelan. Belum ada jawaban, Todi mengetuk lagi. Kali ini terdengar suara langkah, Laras membuka pintu kamarnya.
Mata Laras sedikit membulat melihat suaminya, sepertinya dia kaget. Rambutnya terlihat kusut, wajahnya mengantuk. Todi sedikit tersenyum melihat penampilan pagi istrinya, cantik juga, gumamnya. Ini pertama kalinya dia melihat wajah istrinya saat bangun pagi. Todi menyembunyikan senyumannya.
"Sudah bangun?" tanya Todi.
"Hmm.." jawab Laras pendek mengangguk kecil.
"Aku..belikan sarapan, emm..mau makan bareng?" tanyanl Todi, sedikit ragu. Dia khawatir Laras akan menolak.
"Emm.. aku cuci muka bentar ya," balas Laras pelan. Todi mengangguk, mengiyakan.
"Aku tunggu di meja makan ya," jawabnya.
Laras segera masuk dan mencuci muka lalu merapikan rambutnya. Setelah selesai Laras datang ke meja makan. Di atas meja makan sudah tersedia semangkuk lontong padang dengan gulai ayam lengkap dengan makanan kecil lain yang Laras suka. Ada sala lauak, ada kue ketan sarikaya, juga tak ketinggalan teh talua. Ibu Laras memang berasal dari Padang, jadi dahulu sekali Bunda suka menyiapkan makanan ini untuk sarapan.
Mata Laras terlihat bahagia melihat makanan yang tersaji diatas meja makan. Tapi ini banyak sekali, bagaimana bisa menghabiskannya, pikir Laras.
"Banyak sekali, aku panggil Bu Inah dan Pak Yadi untuk makan bersama ya," izin Laras.
"Jangan," cegah Todi.
"Kenapa?" tanya Laras bingung.
"Boleh kita sarapan berdua saja?" tanya Todi tiba-tiba.
Laras terpaku mendengarnya. Sedikit bingung.
"Bu Inah dan Pak Yadi sudah aku belikan makanan yang sama, mereka sedang makan bersama di belakang, jangan diganggu." sambungnya lagi.
"Duduklah, kita sarapan berdua, boleh?" tanya Todi.
Laras menurut, mengambil tempat duduk di hadapan Todi dan mulai menyantap makanan dihadapannya. Mereka diam beberapa saat. Todi menatap istrinya, dia harus memberi tahu Laras kalau akan ke Surabaya minggu depan.
"Ras, " panggil Todi. Mencoba memulai pembicaraan.
"Hhmm, ya kak?" tanya Laras, menghentikan makannya, pandangannya beralih menatap Todi.
"Minggu depan, aku stase luar," jelasnya.
Laras diam beberapa saat. Lalu kembali meneruskan makannya.
"Kemana?" tanyanya lagi, terlihat acuh.
"Ke Surabaya," jawab Todi.
"Berapa lama?" tanya Laras lagi.
"2 bulan," jawab Todi.
Laras mengangguk-angguk, tidak ada perubahan air mukanya. Dia masih menyantap lontong pasangnya. Mungkin dia merasa lega karena tidak perlu bersama Todi dalam waktu yang cukup lama, pikir Todi, sedikit sedih.
"Kapan mau berangkatnya kak?"tanya Laras tiba-tiba. Oh, ternyata dia ingin tahu, gumam Todi, sedikit terhibur.
"Hari Jumat sepertinya, aku lagi cari tiket," jawab Todi. Laras mengangguk. Dia tetap meneruskan makannya, lalu menyeruput teh talua nya.
"Kabari aja, kalau kakak mau berangkat, nanti biar aku antar, aku pamit masuk ke kamar ya kak, ada tugas yang harus dikerjakan, terimakasih sarapannya," ucap Laras sambil tersenyum sedikit dan pergi meninggalkan Todi.
Todi menghentikan makannya, menatap istrinya, dia ingin protes. Tapi menahan dirinya. Cukuplah hari ini Todi bisa memulai hari dengan sarapan bersama. Dia berjanji untuk bersikap lebih baik dengan istrinya mulai hari ini.