(Laras)
Sudah seminggu usia pernikahan Todi dan Laras, tapi hubungan mereka tidak kunjung membaik. Todi hampir tidak pernah ada di rumah, alasannya selalu sama, sedang jaga malam atau terpaksa menunggu pasien operasi yang tertunda. Laras sudah tidak terlalu perduli. Dia pun tidak berbeda jauh, Laras lebih senang belajar berjam-jam di kafe atau perpustakaan rumah sakit. Jangankan bertegur sapa dengan suaminya, berkirim pesan saja mereka jarang. Isi rumah mereka hanya Pak Yadi dan Bu Inah saja.
Hari ini, entah mengapa Todi pulang ke rumah, entah karena ini akhir minggu, atau lelaki itu memang ingin pulang, Laras tidak tahu, atau lebih tepatnya tidak mau tahu. Laras sendiri sedang mempersiapkan bahan-bahan untuk bagian baru yang akan dia jalani besok di koasistennya (¹). Mulai besok sampai dua bulan ke depan Laras masuk bagian penyakit dalam, beberapa seniornya mengatakan itu bagian yang cukup sulit dan sibuk. Baguslah, pikir Laras. Dia tidak perlu repot-repot memberikan alasan untuk menghindari Todi. Siangnya Laras sudah janji akan ke rumah Ameera untuk meminjam bahan-bahan pelajaran. Kebetulan sahabatnya itu sudah melewati bagian penyakit dalam sebelum Laras.
Laras pergi ke dapur, dia berniat membuatkan sarapan pagi, terserah Todi mau memakannya atau tidak. Laras melihat bahan-bahan di dalam lemari es, hanya sedikit, sepertinya Bu Inah belum belanja mingguan, pikir Laras. Ada beberapa butir telur didalam lemari es. Laras ingat Bunda pernah bercerita kalau Todi suka telur ceplok setengah matang. Sebaiknya dia membuat nasi goreng saja, pikirnya.
Bu Inah datang beberapa saat kemudian, mungkin dia terusik mendengar suara-suara dari dapur. Benar saja dia menemukan nyonya mudanya sedang mengiris bawang.
"Mau ibu masakin apa mbak?" ucap Bu Inah, cukup mengagetkan Laras. Tidak sengaja dia mengiris ujung jarinya.
"Aduh!!" Laras menarik jarinya yang sudah berdarah. Bu Inah langsung panik melihat jari Laras yang berdarah. Dia langsung mengambil lap di dekatnya.
"Jangan Bu, itu lapnya kotor, aku sabun saja ya," ucap Laras. Dia berjalan menuju wastafel dan mencuci jarinya. Luka irisnya lumayan dalam.
"Maaf Mbak, ibu bikin kaget ya?" ucap Bu Inah.
"Ga apa Bu, aku nya yang enggak hati-hati," balas Laras, tersenyum menenangkan.
"Ibu ambil plester ya," Ibu Inah dengan cepat mengambilkan plester untuk Laras. Laras meneruskan memasaknya.
"Mas Todi sukanya nasi goreng apa Bu? Ayam? sosis? apa seafood?" tanya Laras setelah Bu Inah memakaikan plester pada Laras.
"Apa aja suka mbak, tapi alergi cumi," jelas Bu Inah.
"Ooh.. aku buat nasi goreng ayam aja yang aman ya Bu," balas Laras.
Setelah selesai, Laras langsung menyantap nasi goreng buatannya, dia tak lupa mengajak serta Bu Inah dan Pak Yadi, tapi Laras tidak lupa memisahkan untuk suaminya, Laras juga memasakkan telur setengah matang untuk Todi. Selesai makan, Laras mengirimkan pesan kepada suaminya.
"Kak, aku masakin sarapan, semoga suka,".
Laras menggeleng saat membaca tulisannya, terlalu baik, pikirnya. Dia langsung menghapus tulisannya.
"Ada sarapan dibawah," tulis Laras lagi.
Hmm..ini sepertinya lebih baik, pikirnya. Dia langsung mengirimkan pesan itu. Setelah itu Laras bersiap-siap pergi ke rumah Ameera. Saat berjalan menuju pintu keluar, Laras sempat bertemu dengan Todi, wajahnya masih mengantuk, rambutnya berantakan, Todi sepertinya baru bangun tidur, pasti dia belum membaca pesan yang dikirim Laras.
"Aku pamit pergi kak," pamit Laras, langsung berlalu pergi tanpa menunggu Todi menjawab.
Laras sampai di rumah Ameera setelah menyetir selama 30 menit. Jalanan tidak terlalu ramai pagi ini. Ameera langsung menyambut sahabatnya itu.
"Ciee... pengantin baru," godanya, sambil melirik ke kanan dan kiri.
"Lah, elu nyetir sendiri neng?" sambung Ameera lagi. Laras mengangguk, heran dengan pertanyaan Ameera.
"Kagak dianter?" tanya Ameera lagi.
"Emang kenapa? Biasanya juga gue nyetir," balas Laras, bingung.
"Hmm..aneh ya, gue pikir kalau pengantin baru tuh selalu dua-duaan gitu," jawabnya.
"Yaelah, gue pikir apaan," balas Laras lagi, geli.
"Yuk deh masuk," ajak Ameera.
Mereka berjalan menuju kamar Ameera yang terletak di lantai bawah.
"Sepi amat Ra?" tanya Laras. Biasanya dia selalu bertemu dengan keluarga besar Ameera setiap berkunjung kesini.
"Iya, lagi ke rumah eyang gue semua," jawab Ameera.
"Lu ga ikutan?".
"Enggak, ngantuk gue, abis jaga malam," jawab Ameera lagi. Gadis itu mengeluarkan 2 bungkusan plastik besar yang berisi tumpukan kertas fotokopian dan buku.
"Nih," Ameera menyerahkan ke Laras.
"Banyak amat," balas Laras, terkejut.
Ameera tertawa.
"Lah, emang..hahaa..have fun ya," ledeknya.
Laras membalasnya dengan cibiran.
"Eh, anyway..entar ada residen yang kece, pintar, baik hati, aduh...mau deh gue," cerita Ameera sambil tersenyum dan memejamkan kedua matanya, seperti membayangkan sosok yang sedang dia ceritakan.
"Gue udah kawin," ucap Laras. Ameera membuka matanya.
"Ah, iya, lupa gue," balasnya sambil menepuk keningnya sendiri. Laras tertawa.
"Kalau dibanding Todi, kalah sihhh, tenang Ras, lu aman, suami lu jauh lebih kece" jelas Ameera sambil menepuk-nepuk pundak Laras.
Laras tertawa melihat tingkah sahabatnya itu. Ameera memang sering bertingkah konyol, tapi dia baik sekali, dan paling bisa menyimpan rahasia. Ingin rasanya Laras bercerita tentang kehidupan pernikahannya yang menyedihkan, tapi tidak, tidak ada yang boleh tahu keadaannya dengan Todi, janji Laras dalam hati. Lebih baik aku bertanya untuk masalah sekolah saja, pikir Laras.
"Eh Ras, Jumat ini hari ulang tahun elu kan?" tanya Ameera, saat Laras akan pamit pulang.
"Hah? Oh..iya ya, hehe, gue bahkan lupa," aku Laras, dia terlalu sibuk untuk menghindari Todi, sampai lupa kalau hari ulang tahunnya sudah dekat.
"Asik, traktir dong?" pinta Ameera sambil berkedip manja.
"Ish, kasih kado dulu dong," balas Laras sambil mencubit gemas pipi sahabatnya.
"Aaah...pasti deh nanti lupa ngerayain sama kita-kita kalau udah punya suami," Ameera mencibir.
Laras tertawa saja. Dalam hatinya sedih. Dia bahkan tidak yakin Todi tahu kapan hari ulang tahunnya.
"Udah ah, gue balik ya," pamit Laras.
Ameera mengangguk sambil melambaikan tangan. Laras pun kembali ke rumahnya.
______________________
Hari Senin pun tiba, hari pertama Laras di bagian penyakit dalam. Hari ini seluruh koass baru diminta untuk berkumpul di aula lantai 5 gedung penyakit dalam di rumah sakit. Ada sekitar 25 koasisten di gelombang ini. Mereka dibagi menjadi 6 kelompok. Pagi-pagi sekali Laras sudah sampai di gedung penyakit dalam. Beruntung sudah ada Deni disana, teman sekelompoknya.
"Hai Den," sapa Laras.
"Ras, apa kabar?" sapa Deni balik.
"Baik,".
"Sori ya, gue enggak datang ke nikahan elu Minggu kemarin," Deni langsung memohon maaf.
Laras melambaikan tangan.
"Ya ampun, enggak apa Den, kadonya masih bisa gue terima kok sekarang, haha.." canda Laras sambil tertawa kecil.
Deni ikut tertawa.
"Kita diminta ngumpul jam berapa sih?" tanya Laras, melirik jam tangannya. Masih pkl. 06.30. Sepertinya dia terlalu cepat. Hari ini dia tidak sempat sarapan. Perutnya langsung berbunyi-bunyi, kelaparan. Dia juga tidak sempat membawa bekal.
"Jam 07.30 kalau di pengumuman sih," jawab Deni.
"Sarapan dulu yuk, Den, laper," ajak Laras.
"Hmmm..boleh deh, masih lama ini ya Ras," jawab Deni, setuju.
"Yuk," ajak Laras lagi.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju kantin. Beruntung pagi ini kantin rumah sakit tidak terlalu ramai. Laras memesan sepiring nasi uduk dan minum teh manis hangat, sementara Deni memesan nasi goreng dan segelas susu. Mereka mengobrol ringan sambil menyantap makanan mereka. Setelah selesai makan, Laras masih merasa lapar dia memesan roti bakar.
"Makan lu banyak amat," goda Deni.
"Hahaha, biarin, gue ceking gini," jawab Laras sambil menunjukkan pergelangan tangannya yang kecil, tonjolan tulang terlihat dimana-mana.
"Iya, gemukin dikit Ras, biar cakep," ucap Deni serius. Laras semakin tertawa mendengar ucapan temannya itu. Deni salah satu mahasiswa yang selalu serius dengan ucapannya. Dia jarang berbasa-basi.
"Kok malah ketawa, serius gue," sambung Deni lagi.
"Iyaa, nanti gue makan banyak," balas Laras.
Jam sudah menunjukkan pukul 07.00. Mereka berdua langsung bergegas kembali menuju gedung penyakit dalam. Tak sengaja Laras berpapasan dengan suaminya di koridor rumah sakit. Todi sedang berjalan sendirian. Todi menatap Laras dan Deni bergantian, pandangan matanya menyelidik.
"Hai Kak," sapa Laras canggung. Deni mengangguk ikut menyapa.
"Halo," balasnya sambil tersenyum. Senyuman pertama yang dilihat Laras dalam seminggu pernikahan mereka.
"Aku ke gedung penyakit dalam dulu ya," pamit Laras cepat. Dia menarik jas putih Deni, untuk jalan lebih cepat.
Hari-hari berikutnya, Laras disibukkan dengan kegiatan koasistennya, dia semakin jarang tinggal di rumah. Sampai pada hari Jumat, tidak ada seorang pun yang mengucapkan selamat ulang tahun. Di rumah sakit, teman-temannya tidak ada yang mengucapkan juga. Sepulang dari rumah sakit sebuah panggilan masuk.
"Selamat ulang tahun, adekku yang jelek, " ucap Luna di ujung telepon. Dia sedang pergi ke Surabaya untuk urusan pekerjaan bersama Ayah. Luna dan Ayah sengaja melakukan videocall sore ini.
"Kak Luna, ayah, kenapa pergi pas aku ulang tahun," rengek Laras kesal.
"Maaf ya sayang, mendadak sekali, lagian kamu udah ada Todi, kita rayainnya nanti setelah ayah dan kak Luna pulang ya," bujuk Ayah. Laras hanya mengangguk.
"Hari ini mau rayain sama Todi kan?" tanya Luna. Laras cepat-cepat mengangguk.
"Ya udah, have fun adek, yuk ah, Kaka mesti cepet beresin urusan, nanti minggu pulang kamu jeput di bandara ya, dah!" ucap Luna mengakhiri pembicaraan.
Esoknya, tanpa Laras ketahui, teman-temannya sudah menyiapkan acara kejutan untuk ulang tahunnya. Ameera sengaja meminta Laras untuk mengembalikan seluruh bahan yang dipinjam Laras seminggu yang lalu, dengan alasan dia harus mengulang ujian karena nilainya jelek dan baru diberitahu Jumat kemarin. Itu sebabnya dia lupa mengucapkan selamat ulang tahun. Beberapa sahabatnya juga baru mengucapkan selamat, mereka memberikan bermacam-macam alasan mengapa mereka terlambat mengucapkan. Dina mengatakan handphonenya rusak karena terkena hujan. Shahnaz mengatakan kalau charger handphonenya hilang sehingga handphonenya seharian mati. Imel mengatakan kalau dia sedang asisten beberapa operasi, baru selesai malam dan langsung tidur setelah jaga. Sedangkan Rika sampai saat ini belum ada kabar.
Sabtu pagi, setelah mandi Laras langsung bersiap-siap ke rumah Ameera.
"Mau kemana?" sebuah suara yang Laras kenal tapi jarang didengarnya datang dari lantai atas. Laras mencari arah sumber suara. Dia baru sadar suaminya ada dirumah, semalaman Laras pergi ke kafe langganannya untuk membaca buku.
"Mau ke rumah Ameera," jawab Laras singkat. Lalu berbalik menuju pintu keluar rumahnya.
"Oh ya kak, besok aku izin ke bandara jeput ayah dan kak Luna, mungkin malam nginap di rumah ayah," sambung Laras, dia baru ingat kak Luna memintanya besok harus menjeput ke bandara. Todi mengangguk saja. Laras pergi.
Ameera menyambut Laras dengan senyuman manis di halaman rumah.
"Happy birthday," teriaknya sambil merentangkan kedua tangannya, ingin memeluk Laras.
"Basi," balas Laras ketus, menolak pelukan Ameera.
"Yah, ngambek, yuuk masuk," Ameera menarik tangan Laras.
Ameera menarik Laras masuk ke dalam kamarnya. Laras mengikuti dengan malas. Didalam keempat sahabatnya sudah menunggu. Saat Laras membuka pintu, mereka berlima serentak berteriak.
"Surprise!!!!". Laras terkejut, sampai mundur beberapa langkah. Tapi, dia bahagia sekali.
"Maaf ya, hehee..sengaja gue tuh.." Ameera memeluk Laras.
"Maksudnya?" tanya Laras bingung.
"Iya, mana ada gue enggak lulus Ras," jawab Ameera. Temannya ini meskipun selalu konyol, tapi memang yang terpintar diantara mereka berenam.
"Maaf ya, kita sengaja bohong, biar lu ada alasan buat keluar rumah, kita enggak enak kalau ajak kaya dulu-dulu Ras," jelas Rika.
Laras tersenyum senang, tidak terasa air matanya jatuh.
"Jangan nangis gitu Ras," canda Imel.
"Udah, yuk tiup lilinnya, tangan gue pegel ini, kalian ngoceh terus," Shahnaz memotong, mukanya menahan pegal.
"Iya, gue tiup ya,".
"Jangan lupa berdoa dulu," ucap Imel. Laras mengangguk. Dia tidak meminta apa-apa dia hanya berharap bila Todi memang jodohnya, kehidupan pernikahannya berubah tidak seperti sekarang.
Esoknya, Laras menjeput Luna dan ayahnya, mereka langsung pergi ke restoran favorit yang biasa mereka kunjungi.
"Todi mana?" tanya Luna.
"Jaga malam dia, Todi titip salam minta maaf enggak bisa ikut jeput kakak dan ayah," jawab Laras berbohong. Dia bahkan lupa mengecek Todi ada di rumah atau tidak. Luna sudah berniat untuk membuka mulut untuk bertanya lagi.
"Udah enggak apa," sambung ayah memotong protes anak pertamanya. Ayah tahu menantunya pasti sibuk.
"Yuk kak, aku laper, " Laras mencoba mengalihkan pembicaraan.
Mereka bertiga pergi ke sebuah restauran di pinggir kota Bandung. Ini adalah restauran seafood kesukaan ibu. Dulu setiap kali ada yang berulang tahun, ibu dan ayah pasti membawa Luna dan Laras kesini. Laras masih bersyukur, walaupun suaminya bahkan tidak perduli, tapi masih ada sahabat dan keluarga yang sayang dan perduli padanya.
_______________________
(Todi)
Hari ini Todi pulang malam, dia sengaja pulang hari ini, entah mengapa dia mendadak rindu rumah. Dia rindu masakan istrinya. Walaupun terkesan tidak perduli, tapi Todi tahu selama ini Laras yang sering memasak untuknya bila dia ada dirumah. Masakan Laras sangat enak, berbeda dengan Sarah. Wanita itu bahkan pernah memberi Todi mie yang masih setengah mentah saat memasakkan mie instan untuk Todi saat mereka pacaran dulu.
Sebelum menikah, Todi sengaja menyewa sebuah kamar kos didekat rumah sakit, selama seminggu ini dia sering tidur disana, untuk menghindari istrinya. Tapi rumahnya jelas lebih nyaman. Todi pulang dari malam, dia tidak melihat istrinya, mungkin Laras sudah tidur, pikirnya. Beberapa menit kemudian, Todi mendengar suara mobil berhenti didepan rumahnya, dia mengintip dari jendela kamar, ternyata Laras baru pulang. Darimana ya, tanya Todi dalam hati. Todi keluar dari kamar, bermaksud bertanya kepada istrinya, tapi gadis itu sepertinya tidak menyadari, dia hanya berjalan langsung masuk ke kamar.
Keesokkan harinya, Todi terbangun karena harum masakan, perutnya mendadak berbunyi setelah mencium aroma pagi hari ini. Todi mengusap matanya, dia mendengar Laras dan Ibu Inah sedang memasak di dapur. Todi masih mengantuk, dia masih berbaring di tempat tidur. Perutnya kelaparan, tadi dia masih enggan sarapan bersama istrinya, apalagi sekarang istrinya lebih sering makan bertiga bersama pak Yadi dan Bu Inah ketimbang dirinya.
Sebuah pesan masuk di ponselnya, dari Laras, mengabari kalau sarapan sudah tersedia. Todi duduk di pinggir tempat tidur, perutnya semakin berbunyi, dia harus turun untuk makan, gumamnya. Todi memakai kaos dengan asal, dan turun kebawah menuju ruang makan. Dia mendapati istrinya sudah berpakaian rapi, seperti mau pergi lagi.
"Mau kemana?" tegur Todi pelan. Dia baru akan mengajak Laras untuk sarapan bersama.
"Aku pamit pergi kak," pamit Laras, sambil berlalu pergi dari depan Todi tanpa dia sempat berkata-kata.
Setelah Laras pergi, Todi melihat kearah meja makan, hanya tersisa sepiring nasi goreng kesana dan telur setengah matang. Todi menghela napas, sepertinya dia harus sarapan sendiri pagi ini.
Seminggu terakhir, Laras sudah mulai kembali masuk rumah sakit. Katanya dia sedang stase di bagian penyakit dalam. Seminggu ini juga Todi jarang bertemu Laras, kadang hanya bertemu sebentar di pagi hari, Laras lebih suka menyetir sendiri, dia bahkan hampir tidak pernah meminta untuk diantar Pak Yadi, Todi cukup terkejut dengan sikap Laras, sikap istrinya semakin dingin kepadanya. Bahkan sebelumnya di rumah sakit, Todi melihat dia makan dengan teman lelakinya, Todi ingin bertanya, tapi dia mengurungkan niatnya.
Hari Jumat, Laras pulang sangat terlambat. Wajahnya terlihat kesal, dia melewati Todi dengan begitu saja dan masuk kedalam kamar. Laras tidak menoleh kearah Todi sedikit pun, atau jangan-jangan gadis itu tidak menyadari kalau ada dirinya disana. Todi berjalan menuju kamar Laras, dia ingin mengetuk untuk menanyakan apakah dia sudah makan, tapi Todi merasa sulit sekali memulai percakapan dengan istrinya, dia memutuskan kembali ke kamarnya. Mungkin besok saat sarapan pagi, dia punya kesempatan mengobrol dengan Laras, gumamnya dalam hati.
Keesokkan harinya, pagi sekali Todi sudah bangun, dia sengaja tidak kembali tidur setelah subuh, dia ingin sarapan bersama Laras. Todi turun ke bawah, mencari ke dapur, masih sepi. Biasanya Laras dan Bu Inah sudah sibuk di dapur jam segini. Karena tidak menemui siapapun, Todi kembali ke kamarnya.
Baru menaiki beberapa anak tangga, Todi mendengar suara pintu kamar Laras terbuka. Laras keluar dari kamar, membawa bungkusan plastik besar. Gadis itu menyeretnya dengan kepayahan.
"Mau kemana?" tanya Todi, turun beberapa anak tangga, bermaksud ingin membantu Laras.
"Mau ke rumah Ameera," jawab Laras singkat. Lalu berbalik menuju pintu keluar rumahnya sebelum Todi ingin berbicara.
"Oh ya kak, besok aku izin ke bandara jeput ayah dan kak Luna, mungkin malam nginap di rumah ayah," sambung Laras lagi. Todi mengangguk, Laras kembali berlalu. Todi menatap istrinya, wajahnya masih kesal. Tidak ada senyuman disana. Sampai kapan istrinya ketus dan dingin seperti ini, pikir Todi. Sedikit menyesal, karena dia lah yang memulai semua ini.
Weekend ini Todi memilih untuk pergi bersama sahabatnya. Mereka sengaja bermain futsal sampai malam hari. Dia pulang ke rumah cukup larut. Dan mendapati istrinya sudah pulang, mungkin sudah tidur. Esok paginya Todi bangun hampir siang hari, dia kelelahan sepertinya karena bermain futsal semalam. Todi turun ke arah dapur. Sudah ada beberapa masakan disana.
"Mbak Laras sudah pergi, katanya sudah pamit mau nginap di rumahnya, tadi mbak Laras sudah masak buat makan siang Mas Todi." Bu Inah muncul dari dapur.
"Oh, iya Bu," Todi baru sadar kalau kemarin Laras meminta izin padanya. Bu Inah mengangguk.
"Bu, boleh temenin saya makan?" tanya Todi.
"Tapi Mas, saya sudah makan, tadi bareng sama Mbak Laras," Bu Inah memandang tuannya dengan bingung. Dia heran, suami istri ini aneh sekali, tidak pernah makan bersama, tapi sama-sama kompak memintanya untuk menemani makan.
"Ya udah, ibu duduk aja, saya enggak suka makan sendirian," perintah Todi. Bu Inah menurut saja, dia duduk diam memandangi tuannya makan siang.
(¹) koasisten/ ko-ass: mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani pendidikan kedokteran di rumah sakit sebelum menjadi dokter, untuk memenuhi kompetensi sebelum dinyatakan sebagai dokter.