Chereads / My strange marriage / Chapter 4 - Kehidupan baru pernikahan

Chapter 4 - Kehidupan baru pernikahan

(Laras)

Hari ini, seusai check out dari hotel. Todi dan Laras kembali ke rumah yang sudah diminta Todi pada orang tuanya. Bunda sebenarnya sudah protes untuk kembali ke rumah orang tua Todi dulu, tapi Todi langsung menolak. Dia mau tinggal terpisah. Awalnya Laras pikir Todi memang ingin mereka hidup mandiri, sekarang Laras tahu alasan Todi pasti karena dia tidak ingin ayah bundanya tahu bagaimana kehidupan rumah tangga mereka. Kalau saja Bunda tahu betapa kasar anaknya, pasti saat ini Todi sudah habis-habisan dimarahi Bunda. Laras juga sekarang mengerti arti semua sikap dingin Todi, dia merasa bodoh mengapa terbutakan oleh rasa sukanya kepada Todi, sehingga dia tidak menangkap sikap suaminya itu. Todi jelas terpaksa menikah dengannya. Masih lekat dipikiran Laras wajah Todi dan Sarah kemarin, betapa tatapan mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih yang terpisah karena kehadirannya. Hati Laras terasa sakit setiap memikirkan hal itu. Tapi sebelah hatinya tetap berharap ada keajaiban yang membuat Todi berubah mencintainya dan melupakan Sarah.

Mereka sampai di kawasan perumahan yang letaknya dekat dengan rumah sakit tempat mereka berdua bersekolah. Seorang perempuan separuh baya menyambut mereka, dia adalah Bu Inah, istri pak Yadi. Sepasang suami istri ini sengaja diminta Bunda untuk tinggal bersama Todi dan Laras untuk membantu urusan rumah tangga.

"Selamat siang mbak, mas," sapa Bu Inah dengan ramah, masih lekat logat Jawa dari kalimat pembantu rumah tangga ini.

"Siang Bu," balas Todi dan Laras bersamaan.

Bu Inah langsung mengambil barang bawaan Laras.

"Kamu tinggal di kamar atas saja, disana kamarnya gede," perintah Todi sambil menunjuk sebuah kamar di lantai 2.

Laras mengacuhkannya.

"Bu, saya tidur dikamar tamu saja ya, boleh anterin saya kesana ya Bu, sekalian barang-barang saya nanti dimasukkan kesana aja," pinta Laras kepada Bu Inah.

Bu Inah tampak bingung dengan perintah berbeda dari dua majikannya itu. Dipandanginya wajah Todi dan Laras bergantian. Wajah Todi juga langsung berubah kaget saat mendengar kalimat yang keluar dari Laras. Pria itu baru saja akan membuka mulutnya untuk protes, tapi Laras sudah memotong bicaranya.

"Hayu Bu, saya mau mulai beberes barang-barang," ajak Laras, sambil menarik tangan Bu Inah. Dia berlalu saja berjalan melewati Todi.

"Oh, iya Mbak, " Bu Inah segera mengantarkan Laras ke ruang tamu yang terletak di lantai bawah. Todi tidak mau peduli dengan penolakan Laras, dia berjalan menuju kamar utama yang sudah disiapkan di lantai atas.

Sepanjang hari Laras sibuk membereskan barang bawaannya. Dia meminta bantuan Bu Inah dan Pak Yadi untuk memindahkan semua barang-barangnya dari kamar utama ke kamar tamu. Setelah selesai, ternyata hari sudah malam. Setelah mandi, Laras menghampiri Bu Inah yang sedang menyiapkan makan malam. Dia sempat melirik ke arah kamar tidur Todi, tidak ada suara dari sana. Mungkin pria itu sedang tidur, pikir Laras.

"Masak apa Bu?" tanya Laras, dia menghampiri Bu Inah.

"Eh mbak, ini masak sup iga, sama mau goreng ayam, mbak udah lapar? Sebentar ibu selesaikan dulu ya," ucap Bu Inah.

"Aku bantu gorengin ayamnya, boleh Bu?" izin Laras. Dia mulai mengambil kuali besar di rak piring.

"Eh, jangan mbak Laras, " cegah Bu Inah, dia khawatir bisa kena tegur ibu majikannya.

Laras tersenyum, tetapi tidak menghentikan aktivitasnya.

"Tenang Bu, ibu saya meninggal 4 tahun lalu, saya sudah biasa masak Bu, kalau cuman goreng ayam mah, gampang, apalagi sudah ibu bumbuin ," jelas Laras. Setelah ibunya meninggal, memang Laras terpaksa belajar mengurus rumah tangga. Luna kakaknya sibuk kuliah kala itu, sehingga Laras yang lebih sering mengurusi kebutuhan rumah tangga. Laras juga sering memasak untuk ayahnya.

Laras memulai membantu Bu Inah untuk menggoreng, sekali-kali dia melirik wajah pembantunya yang terlihat sedikit khawatir.

"Ibu sudah lama kerja disini?" tanya Laras.

"Dari mas Todi baru lahir mbak, " jawab Bu Inah.

"Hmm...jadi udah lama banget ya Bu" ucap Laras.

"Iya mbak, dulu ibu agak kerepotan urusin mas Todi, jadi Pak Andre minta ibu buat bantu-bantu disini, awalnya cuman suami ibu yang kerja disini, setelah setahun kerja eh malah ga dibolehin berhenti," cerita Ibu Inah.

"Betah ya Bu?" sambung Laras.

"Iya Mbak, keluarganya mas Todi itu baik mbak, anak ibu semua disekolahkan sampai sarjana mbak, tapi syaratnya ibu harus tetap kerja disini," cerita ibu Inah lagi.

"Hmmm..." Laras kembali manggut-manggut.

"Kalau kak Todi, makanan kesukaannya apa Bu?" tanya Laras, mendadak dia penasaran dengan suaminya itu.

"Mas Todi sukanya makanan yang Indonesia aja mbak, tapi ya gitu, semenjak sekolah spesialis, hampir enggak pernah makan dirumah," cerita Bu Inah.

"Hmm.." Laras mengangguk-angguk.

"Kalau mbak Laras sukanya apa?" tanya Bu Inah.

"Apa aja Bu, aku sih enggak suka pilih-pilih makanan," jawab Laras sambil tertawa.

"Bilang aja kalau mau ibu masakin apa-apa ya mbak, biar nanti ibu masakin," balas Bu Inah lagi.

"Oke bu," jawab Laras.

Setelah menyelesaikan makan malamnya, Laras naik ke lantai atas untuk memanggil suaminya. Dia berjalan dengan malas menuju kamar dilantai dua.

Tok..tok..tok.. Laras mengetuk pelan pintu kamar berwarna coklat itu. Tidak ada suara. Laras kembali mengetuk dengan lebih keras, kali ini dia memanggil nama Todi cukup keras.

"Kak, kak Todi, makan malam sudah siap" panggil Laras.

Beberapa saat kemudian Todi keluar dengan wajah mengantuk dan marah, tepat saat Laras mulai akan mengetuk dan membuka mulutnya untuk kembali memanggil nama Todi.

"Nanti aku turun kalau lapar," ucap Todi kasar, wajahnya kesal. Laras mundur beberapa langkah, tidak menyangka Todi akan membalasnya begitu kasar. Laras lalu membalas dengan dengusan sebal dan berlalu meninggalkan Todi tanpa mengucapkan sepatah kata.

Sial, kalau tahu seperti ini enggak usah capek-capek naik ke lantai dua buat bangunin ini orang, gumam Laras, sambil bersungut-sungut. Dia menuruni tangga dengan segera, berjalan menuju ruang makan. Disana Bu Inah sedang menata meja makan. Bu Inah menatap nyonya nya dengan bingung. Kenapa lagi pasangan ini, pikir wanita itu.

"Emm.. Mas Todi enggak turun mbak?" tanya Bu Inah ragu-ragu. Sebelumnya Bu Inah sempat mencuri dengar kalau Todi membentak istrinya ini, Bu Inah merasa kasihan pada nyonya rumahnya ini. Apalagi mereka baru sehari menikah, harusnya mereka sedang mesra-mesranya.

"Katanya lapar," jawab Laras, mukanya masih kesal mengingat kata-kata Todi barusan.

"Mbak mau makan, saya sudah siapkan," ucap Bu Inah.

"Panggil Pak Yadi ya Bu, saya tunggu disini" perintah Laras.

Bu Inah bingung mengapa suaminya dipanggil, tapi dia menurut. Wanita itu memanggil suaminya yang sedang sholat dikamar. Sekitar lima menit kemudian, Bu Inah dan Pak Yadi sudah hadir di meja makan. Sementara Laras sedang mengatur piring-piring makan. Ada tiga buah piring disana.

"Eh, Pak Yadi sudah ada, yuk, kita makan," ajak Laras dengan ramah.

"Maksudnya gimana mbak?" tanya Pak Yadi bingung, dia melihat istrinya, bertanya. Bu Emah tidak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya.

"Temenin saya makan, saya enggak suka makan sendiri," ajak Laras lagi.

"Tapi mbak, kami biasa makan di belakang," jelas Bu Inah.

"Mulai sekarang, makan sama saya ya, saya maunya gitu," pinta Laras lagi dengan wajah serius. Seakan mengisyaratkan kepada sepasang suami istri itu untuk tidak menolak permintaannya.

Pasangan itu masih diam, saling bertatapan bingung, tapi akhirnya menurut dan duduk ditempat yang sudah disediakan oleh Laras. Sementara Laras sudah sibuk menyendok kan makanan kepada sepasang suami istri paruh baya itu.

"Eh ..mbak, biar ibu yang nyendok sendiri," tolak Bu Emah dengan panik.

"Udah..ibu duduk aja, kan udah masak tadi, gantian aku yang bantuin ibu ambil makanan," balas Laras.

Akhirnya mereka bertiga makan sambil mengobrol ringan di meja makan. Laras sudah tidak perduli dengan suaminya. Dia tidak tahu ada sepasang mata yang mengawasinya dari lantai atas.

(Todi)

Pagi ini Todi terbangun sekitar pukul 8 pagi, badannya terasa pegal semua, tapi perutnya sudah berbunyi-bunyi minta diisi. Dia baru terlelap sekitar pukul 4 pagi, semalaman dia tidak bisa tidur setelah kejadian semalam. Lelaki itu pun langsung berdiri dari tempat tidurnya walaupun masih mengantuk. Dia melirik sekilas ke arah sofa yang semalam ditiduri istrinya. Kosong, kemana gadis itu ya, tanya Todi pada dirinya sendiri.

Todi bersiap-siap untuk sarapan pagi. Dia sempat melihat barang bawaan Laras sudah tersusun rapi didalam tas. Berarti gadis ini masih di hotel, gumam Todi sendiri.

Dengan malas Todi berjalan menuju ke arah restauran untuk sarapan. Sebenarnya mereka punya layanan untuk sarapan didalam kamar, tapi Todi tidak suka makan sendirian. Dia juga berharap menemukan Laras disana. Sambil berjalan, pikiran Todi kembali melayang pada kejadian semalam, mengingat betapa dinginnya istrinya, berbeda dengan Laras yang manis dan hangat yang dia temui selama 6 bulan terakhir, walaupun selalu dibalas dengan sikap dingin dari Todi, tapi Laras tetap berlaku manis kepadanya. Apa dia bertindak terlalu kasar sehingga Laras menjadi berubah, pikir Todi. Atau karena kedatangan Sarah kemarin, yah wajar saja kalau Laras kesal, pikirnya. Dalam hati dia sedikit menyesal berlaku kasar terhadap istrinya. Bukan salah istrinya kalau mereka akhirnya menikah. Apalagi Laras baru mengetahui kalau Sarah adalah mantan pacarnya sekitar sebulan sebelum pernikahan. Todi memijit kepalanya yang terasa berdenyut setiap kali mengingat hari kemarin.

Sampai di restauran, hari ini tidak terlalu ramai, Todi menemukan Laras sedang duduk disebuah meja untuk dua orang. Gadis itu sedang melamun, dia belum menyentuh makanannya, tangannya hanya sibuk mengaduk-aduk makanan dalam piring dihadapannya. Pandangannya kosong, wajahnya terlihat sedikit sedih, Todi menjadi kasihan melihatnya. Sepertinya dia harus berlaku lebih halus pada istrinya, gumam Todi pada diri sendiri. Todi berjalan mendekati meja Laras, dia berdehem sebentar. Laras terusik dengan suara deheman dari Todi, dia menoleh ke arah Todi. Wajahnya berubah kesal.

"Sudah sarapan?" tanya Todi datar. Laras hanya mengangguk, menyuapkan makanan dipiringnya cepat-cepat, lalu menatap Todi dengan wajah dingin.

"Sudah selesai, aku pamit duluan," Laras langsung beranjak dari tempat duduk, berlalu tanpa mengucap sepatah kata lagi dari hadapan Todi. Meninggalkan Todi yang masih terbengong-bengong tidak percaya dengan perubahan sikap istrinya. Sebelah hatinya merasa kalau dia pantas menerima sikap dingin Laras.

Setelah Laras pergi, Todi makan dengan enggan, dia mendadak tidak berselera. Dia kembali ke kamar, Laras belum ada disana. Todi menyibukkan diri dengan berendam di jacuzzi sambil menonton acara televisi. Dia berharap bisa menenangkan pikirannya. Tapi pikirannya tetap kembali memikirkan dimana Laras berada. Setelah hampir dua jam Laras tidak kembali. Todi akhirnya mengirim pesan pada istrinya itu. Dia khawatir kalau Laras nekat dan kembali ke rumahnya.

"Dimana? Kembali ke kamar, kita sebentar lagi check out," tulisnya.

Satu menit..dua menit..sampai sepuluh menit berlalu, tidak ada balasan dari Laras. Todi segera membereskan barang-barangnya dan bergegas turun untuk mencari istrinya. Tiba-tiba sebuah pesan masuk.

"Di lobi, aku sudah siap, check out saja," tulis Laras. Todi menatap layar ponselnya dengan kesal. Ingin rasanya dia memarahi Laras. Dia bergegas menuju lobi, mendapati gadis yang baru dinikahinya itu sedang duduk sambil memandangi jendela di luar dengan tatapan kosong, membuat Todi kasihan. Todi pun langsung mengurungkan niatnya, dia menelpon pak Yadi untuk menjeput mereka. Todi pergi kebagian resepsionis untuk check out. Tak lama kemudian Pak Yadi sudah sampai didepan lobi. Todi menghampiri Laras, menyentuh bahunya.

"Ayo kita pulang," ajaknya sambil mengangkat tas bawaan Laras. Laras hanya mengikut suaminya. Sepanjang perjalanan mereka berdua hanya berdiam diri.

Sampai di rumah, Todi sengaja menyuruh Laras untuk menempati kamar utama, kamar itu jauh lebih nyaman, pikir Todi.

"Bu, saya tidur dikamar tamu saja ya, boleh anterin saya kesana ya Bu, sekalian barang-barang saya nanti dimasukkan kesana aja," ucap Laras dengan wajah dingin. Kalimat Laras ini membuat Todi terdiam. Laras jelas sudah tidak suka dengannya, pikirnya. Todi malas berdebat, dia pergi begitu saja meninggalkan Laras dan Bu Inah.

Todi memilih tidur dikamarnya, badannya masih lelah akibat acara resepsi kemarin, ditambah semalaman dia hampir tidak bisa tidur mengingat sikap Laras padanya, semuanya membuat Todi lelah dan mengantuk. Dia tertidur.

Beberapa jam kemudian, Todi terbangun setelah mendengar suara ketukan di pintu kamarnya dan namanya dipanggil berkali-kali, suara Laras. Todi ingin mengacuhkannya, dia masih mengantuk, tapi Laras kembali memanggil. Dia dengan cepat menuju ke pintu depan. Entah mengapa melihat wajah Laras membuat dia sedikit kesal.

"Nanti aku turun kalau lapar," ucapnya ketus. Wajah Laras langsung berubah mendengar kalimatnya barusan, gadis itu sampai mundur beberapa langkah dan berlalu pergi tanpa kata-kata. Sedetik kemudian Todi merasa menyesal, terlambat, pikirnya. Dia kembali masuk ke dalam kamar sambil mengacak-acak rambutnya karena kesal. Todi duduk ditepi ranjang sambil memegang kepalanya yang kembali berdenyut.

Ah, pasti Laras bertambah benci, pikirnya kesal sendiri. Entah mengapa setiap melihat sosok Laras, Todi selalu kesal. Bayangan wajah Sarah selalu kembali setiap dia melihat istrinya. Kalau saja Laras tidak menerima pinangannya, kalau saja Laras menyadari betapa Todi tidak menyukainya sebelum menikah, tapi Todi juga kesal dengan dirinya sendiri. Semua itu membuat dia merasa jengkel dan kesal, berujung pada perlakuan dingin dan kata-kata kasarnya kepada Laras.

Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, Todi berjalan pelan keluar kamar, dia ingin mengecek keadaan istrinya. Khawatir kalau istrinya kabur kembali ke rumah orang tuanya, bisa berantakan kalau begitu, pikirnya.

Todi melihat Laras sedang menyiapkan peralatan makan di meja makan. Lalu supir dan pembantu rumah tangganya datang, dan dengan ramahnya Laras mengajak mereka makan.

"Temenin saya makan ya, saya enggak suka makan sendiri," ucap Laras dibawah sana, terdengar oleh Todi. Pria itu tersenyum sedikit, ternyata sama dengannya tidak suka makan sendirian, gumamnya sendiri.

Mata Todi sibuk mengawasi kegiatan istrinya dibawah yang sedang makan bersama Pak Yadi dan Ibu Inah, wajahnya terlihat senang, bahkan Todi mendengar Laras tertawa kecil beberapa kali, hampir tidak pernah terjadi bila Laras bersama Todi. Melihat itu hari Todi kembali tenang. Dia masuk kembali kedalam kamar.