"Jadi kita mau makan malam dimana?" tanya Laras, setelah mereka masuk ke mobil.
"Hmmmm...kamu mau nya apa?" tanya Todi.
"Yang ajak kencan kan kakak, jadi kakak dong yang usul," protes Laras.
"Ya udah, kita cari yang deket rumah aja ya," balas Todi.
"Boleh," jawab Laras. Perutnya mendadak mulas mendengar kata "pulang".
"Biar cepet pulang," ucap Todi sambil mengedipkan mata.
"Ih, kok kedip-kedip sih kakak," sungut Laras, wajahnya jadi memerah. Dia mendadak merasa kepanasan.
Todi tidak menjawab, hanya tertawa saja.
Kali ini Todi membawa Laras ke warung makan tenda di pinggir jalan.
"Kamu enggak keberatan kan makan pinggir jalan?" tanya Todi.
Laras menggeleng.
"Enggak, enggak masalah kak," ucap Laras, menggelengkan kepalanya.
"Oke, seafood disini enak, aku lagi ngidam seafood," ucap Todi.
Laras tertawa kecil, dia merasa geli. Belum juga buat anak, sudah pakai ngidam, serunya dalam hati.
"Kok ketawa?" tanya Todi, bingung.
"Enggak kenapa-napa kak, yuk pesen, aku laper," jawab Laras, dia menarik tangan Todi untuk masuk ke dalam.
"Oke," balas Todi.
Setelah memilih beberapa menu, mereka menunggu makanan mereka datang. Laras mencoba untuk menanyakan mengenai Erick, dia masih penasaran. Tapi dia tidak langsung menanyakan kepada suaminya.
"Kak..." ujar Laras memulai pembicaraan.
"Ya?" balas Todi.
"Hmmm...aku besok masuk ke bagian kakak," ucapnya lagi.
"Oh ya? Berarti kita bisa sering berduaan dong," balas Todi lagi, wajahnya senang.
"Hahaha..iya, paling kakak yang sibuk," ucap Laras, pura-pura memasang wajah kecewa.
"Enggak, aku sempetin waktu untuk sama kamu," janji Todi. Wajahnya terlihat serius sekali. Laras sampai tertawa geli melihatnya.
"Apaan sih, aku cuman bercanda, kita kan sama-sama belajar kak, aku enggak keberatan kakak sibuk, biar cepat selesai," ucap Laras lagi. Tangannya menggenggam tangan Todi, seolah mengatakan kalau dia sungguh-sungguh.
"Iya, mulai hari ini aku akan usahakan pulang ke rumah lebih cepat." ucap Todi. Laras tersenyum senang.
"Oh ya kak, ada yang mau aku tanya boleh?" tanya Laras. Kali ini dia ingin bertanya mengenai Erick.
"Apa?" tanya Todi.
"Emmm...kakak kenal baik sama dokter Erick?" tanya Laras, dia berusaha mengatakannya dengan nada datar.
"Dulu lumayan dekat, kenapa memangnya?" tanya Todi. Wajah dan nada suara Todi langsung berubah menjadi sedikit dingin saat Laras menyinggung nama Erick.
"Enggak kenapa-napa sih kak," balas Laras.
"Dia ada gangguin kamu?" tanya Todi serius.
Laras menggeleng. Dia memutuskan untuk tidak menceritakan kelakuan Erick kepadanya saat jaga malam terakhir.
"Dokter Erick baik, sering ajarin aku," ucap Laras.
"Oh ya?" tanya Todi, wajahnya sedikit heran mendengar perkataan Laras.
"Iya kak," Laras mengangguk mengiyakan. Yah, biar bagaimanapun Erick memang beberapa kali sering mengajari dirinya, pikir Laras.
"Aku cuman bingung aja, kok dia enggak tahu kalau kita sudah nikah," lanjut Laras lagi.
"Ooh..aku memang enggak undang dia pas kita nikahkan," jelas Todi, dengan santai.
Laras sedikit bingung.
"Kenapa?" tanya Laras.
"Yahh...dia soalnya dinas di luar kota pas itu, jadi di bagian bedah umum, ada yang kena stase di kalimantan sekitar 1,5 tahun, nah, si Erick tuh salah satunya yang kena berangkat ke sana, makanya enggak aku undang, enggak bakal dateng juga kan, jadi buat apa aku undang," cerita Todi. Kali ini nada suara Todi terkesan sedikit kesal.
"Ooh," Laras tidak lagi bertanya setelah mendengar nada suara kesal dari Todi. Malam ini terlalu sempurna hanya untuk dirusak dengan pertanyaan tentang Erick.
"Besok kakak jaga?" tanya Laras.
"Enggak, besok kita masih bisa berduaan," goda Todi. Laras tersipu-sipu. Padahal dalam hatinya bersorak kegirangan.
"Kamu enggak jaga juga kan?" tanya Todi.
Laras menggeleng.
"Enggak, aku jaga masih lama kak, sengaja pas kakak di Surabaya aku sering jaga," ucap Laras.
"Baguslah, jadi pas aku pulang kita punya banyak waktu berduaan," goda Todi. Laras memukul pelan lengan Todi.
Pesanan mereka datang, Laras dan Todi mulai makan. Mereka pulang setelah makan malam.
Rumah mereka sudah sepi, malam ini sudah nyaris pukul 11, Bu Inah dan Pak Yadi sepertinya sudah tidur. Todi dan Laras masuk kedalam rumah. Saat akan menaiki tangga, tiba-tiba Todi menarik tubuh Laras. Dia mencium bibir Laras, membuat tubuh Laras yang kecil terdorong sehingga nyaris terjatuh ke belakang. Todi dengan sigap menahan punggung Laras dan menariknya mendekati badannya. Sementara sebelah tangannya sibuk menekan tengkuk Laras. Tubuh Todi yang tinggi dan tubuh Laras yang pendek, membuat Todi sedikit kesulitan. Ketika menyadari itu, dirinya langsung menggendong tubuh mungil Laras didepan badannya, sehingga tubuh mereka berdua saling menempel, wajah mereka pun saling berhadapan. Karena terkejut, Laras spontan melingkarkan kedua tangannya di leher Todi. Wajahnya langsung memanas. Dia hampir tidak berani menatap suaminya. Todi mengamati wajah Laras yang tersipu, membuat dia semakin ingin mencumbu istrinya. Todi mulai lagi menciumi dengan panas bibir istrinya. Kali ini ciuman Todi membuat Laras nyaris tidak bisa bernapas. Mendengar suara napas istrinya yang mulai terengah-engah, Todi melepas ciumannya dari bibir Laras.
"Ras, kamu enggak papa?" tanya Todi, cemas. Istrinya masih terengah-engah. Laras merasakan napasnya mulai habis beberapa saat sebelum Todi melepas ciumannya.
"Aku..enggak apa kak," jawab Laras, mencoba tersenyum, tapi masih bernapas dengan cepat dan terengah-engah
Todi tertawa melihat reaksi istrinya. Dia kembali mencumbu Laras, kali ini Todi menurunkan ritme ciumannya, tidak terburu-buru seperti sebelumnya. Todi mencium Laras dengan lembut, membuat Laras bisa membalas ciuman Todi. Laras dibawa memasuki kamar mereka. Todi menekan punggung Laras ke arah dinding, mempererat pelukannya. Dia masih belum melepas badan Laras dari gendongannya.
"Kak...hmmmmpppphhh.." Laras berusaha memanggil ditengah-tengah ciuman Todi.
Todi tidak menjawab, dia masih sibuk menikmati bibir lembut istrinya. Ciuman Todi pindah ke leher Laras.
"Kak, tunggu sebentar," panggil Laras lagi, napasnya menjadi lebih cepat saat Todi mulai menjelajahi lehernya.
Mendengar istrinya memanggil, Todi menghentikan ciumannya.
"Apa sayang?" jawabnya. Napas Todi terdengar cepat.
"Kak...emmm..aku..aku.." Laras berkata dengan ragu-ragu.
"Kenapa Ras? Kamu belum siap?" tanya Todi bingung.
"Bu..bukan kak, aku siap..tapi aku belum siap..emm," Laras tidak melanjutkan kata-katanya.
"Maksudnya gimana Ras?" tanya Todi, memandang wajah istrinya dengan lekat. Pria itu bingung, mengapa Laras seperti itu.
"Aku..aku belum..belum..belum siap kalau kita punya anak kak," ucap Laras akhirnya. Laras menggigit bibir bawahnya, khawatir kalau suaminya marah atau kecewa. Laras membalas tatapan Todi. Bukan dia tidak cinta dengan Todi, bukan juga dia tidak percaya, hanya saja mereka berdua masih sama-sama mencoba saling mencintai saat ini. Punya anak bagi Laras bukan perkara kecil dan gampang. Dia dan Todi butuh lebih dari sekedar saling cinta, apalagi Todi baru membuka hatinya. Belum lagi mereka berdua saat ini masih sama-sama mengejar cita-cita mereka. Laras hanya merasa dia perlu bicara serius soal ini.
"Maksudnya gimana Ras?" tanya Todi lagi. Ada nada kecewa disana. Laras tahu itu. Todi menurunkan Laras dari gendongannya.
"Kamu enggak percaya sama aku? Atau kamu enggak cinta sama aku?" sambung Todi lagi. Sinar matanya mulai tajam menatap Laras. Dia sedikit marah saat ini.
Laras menggeleng cepat. Membantah dugaan Todi.
"Sama sekali enggak kak, aku cinta..cinta sekali sama kakak, aku percaya.. sepenuhnya dengan kakak, aku sayang kakak, sungguh, tapi punya anak bukan hal yang main-main kak, kita belum pernah ngobrol serius soal ini." ucap Laras serius, dia mengambil kedua tangan Todi, menggenggamnya dengan lembut.
Todi menunduk, perasaannya campur aduk. Ada kesal, sedikit marah, tapi dia setuju dengan istrinya. Perasaannya pada Laras baru saja tumbuh. Belum lagi sikapnya dulu bukan sikap seorang suami yang baik. Selama beberapa minggu terakhir, Todi selalu berusaha membuka hati kepada Laras. Punya anak saat ini jelas butuh komitmen yang besar. Apalagi mereka masih sekolah saat ini, pikir Todi.
"Kak," panggil Laras. Dia mencoba menjelaskan maksudnya lagi. Laras khawatir Todi salah paham dengan ucapannya, dan hubungan mereka berantakan lagi.
"Aku paham," ucap Todi.
"Kak, maksud aku..".
"Sudahlah, aku paham Ras, aku keluar sebentar," potong Todi, membelai rambut Laras lalu mengecup kening istrinya. Lalu berbalik menuju keluar kamar.
Laras dengan cepat mengejar langkah Todi, memeluk tubuh Todi dari belakang.
"Kak, tunggu, kamu mau kemana? Jangan pergi," teriak Laras, hatinya menjadi tidak tenang.
"Aku mau keluar sebentar," jawab Todi.
"Aku bukan menolak kakak, tolong jangan marah kak, aku hanya belum siap jadi ibu, kita berdua masih sekolah, mungkin ..mungkin kita bisa tetap melakukannya, tapi..emm.." Laras bingung bagaimana melanjutkan kata-katanya. Bayangan malam pertama pernikahannya mulai terbayang-bayang lagi di pikirannya.
Todi membalikkan badannya, menatap istrinya lembut. Mengusap puncak kepala Laras. Sejujurnya dia sedikit marah dan kesal, tapi dia juga mengerti maksud istrinya. Laras benar, mereka masih berusaha menggapai cita-cita, memiliki anak keputusan yang besar dan harus dibicarakan dengan serius.
"Tunggulah disini ya, aku mau keluar sebentar hanya untuk membeli kondom kok, tunggu aku pulang ya sayang." bisiknya sambil tersenyum nakal.
Laras mencubit perut Todi dengan kesal, ternyata suaminya masih menggoda dirinya.
"Cepatlah pulang," ucap Laras pelan, menundukkan wajahnya karena malu. Todi hanya tertawa mendengarnya.
"Tunggu aku ya sayang," ucapnya. Dia mencium bibir Laras sekilas dan menghilang cepat dari pintu.
-------------------------------
Todi menuruni tangga dengan cepat menuju garasi didepan rumahnya. Masuk ke dalam mobilnya dengan tergesa-gesa. Todi melajukan mobilnya menuju swalayan didepan kompleks rumahnya. Sialnya toko itu tutup, malam ini sudah hampir pukul 12 malam. Todi mendengus dengan kesal. Dia melanjutkan perjalanannya ke swalayan lainnya dan dia kembali kecewa. Swalayan di daerah tempat tinggalnya memang jarang yang buka 24 jam. Setelah berkendara sekitar 15 menit, akhirnya Todi menemukan sebuah swalayan yang masih buka.
"Mas, saya mau beli itu," ucap Todi kepada penjaga toko sambil menunjuk ke deretan kondom di rak.
"Mau yang mana pak?" tanya lelaki yang sedang menjaga kasir, wajahnya terlihat mengantuk.
"Beli aja semua masing-masing satu," perintah Todi.
Wajah mengantuk sang kasir terlihat berubah menjadi sedikit menahan tawa. Entah apa yang ada dipikirannya Todi tidak tahu, atau tepatnya tidak perduli. Setelah membayar, Todi bergegas pergi keluar dan masuk ke dalam mobil. Dia menyetir dengan kecepatan tinggi, untung saja jalanan malam ini sepi. Sampai di rumah Todi menemukan Laras sudah meringkuk di sofa ruang tamu, menunggu suaminya pulang.
Todi mendekati istrinya, wajahnya tertidur pulas. Todi tersenyum kecil, dia pasti kelamaan menunggu. Todi menyentuh badan istrinya, dingin sekali, entah berapa lama Laras sudah berada disini, Todi sudah pergi hampir 1 jam, dan Laras hanya memakai baju tidur tipis, wajar saja badannya jadi sedingin ini. Todi menggendong istrinya dengan pelan, membawa kembali ke kamar. Mata Laras terbuka sedikit saat Todi mengangkat tubuhnya.
"Kak..sudah pulang, ayo kita lanjutkan," ucapnya dengan mata setengah tertutup, suaranya mengantuk.
"Tidurlah, kamu capek, masih banyak waktu esok hari," bisik Todi. Berjalan pelan menuju kamar mereka.
"Hmmm??" tanya Laras, kali ini dengan mata tertutup. Todi tidak menjawab.
Masuk kamar Todi membaringkan istrinya di tempat tidur dan menyelimutinya. Tubuh Laras terlalu dingin, bisa-bisa besok dia kena flu, pikir Todi. Setelah itu Todi berbaring di sebelah istrinya sambil memeluknya.
"Ras.." panggilnya.
"Hmmm??" jawab Laras pelan, matanya tertutup, tapi badannya mendekat ke arah Todi, sepertinya dia memang kedinginan.
"Besok-besok aku enggak akan mau lagi ditinggal tidur ya, kalau begini lagi jangan harap aku bakal biarin," bisiknya pelan ke telinga Laras sambil tersenyum gemas. Istrinya tidak menjawab, sudah tertidur pulas sambil memeluk erat Todi.
Tidak apa hari ini batal, menunggu sehari tidak masalah, pikir Todi. Dia pun ikut terlelap.