Chereads / My strange marriage / Chapter 16 - Flashback (3)

Chapter 16 - Flashback (3)

"Ras, nanti siang bisa ketemuan?". Begitu tulis Amar di BlackBerry messenger yang diterima Laras siang ini.

Laras tersenyum dengan senang, kedua matanya masih terlihat bengkak. Semalaman seluruh keluarganya menangis. Ibu baru saja didiagnosis terkena kanker payudara. Dan menurut dokter, mungkin sudah menyebar ke paru-paru ibu. Dunia Laras terasa runtuh kemarin. Dia merasa lebih sedih saat melihat ibunya menangis semalaman.

Sejak dari seminggu yang lalu, ibu memang sering mengeluhkan sesak napas. Ibu juga sering batuk-batuk. Awalnya Laras pikir ibunya hanya infeksi saluran napas biasa. Ibu Laras adalah seorang dokter di rumah sakit daerah Kabupaten Bandung. Sehari-hari ibu cukup sibuk karena itu ibu selalu tidak sempat memeriksakan dirinya ke dokter. Akhirnya, Sabtu itu, ayah memaksa ibu untuk pergi ke dokter spesialis, kebetulan ibu cukup kenal dengan dokter itu, namanya dokter Rahmat. Dr. Rahmat meminta ibu melakukan serangkaian pemeriksaan radiologi dan setelah itu kembali kontrol. Setelah melihat hasilnya, dokter tersebut meminta ibu untuk berobat ke dokter bedah. Ibu sama sekali tidak menceritakan kepada ayah atau pun keluarganya yang lain. Ibu baru mengatakan kepada ayah saat dokter bedah tersebut meminta ibu untuk mengambil jaringan pada benjolan di payudara ibu. Menurut beliau ibu kemungkinan besar menderita kanker payudara.

Setelah kembali dari dokter, ibu tidak berbicara sama sekali. Ayah dan ibu sedang duduk dimeja makan saat Laras pulang sekolah. Sebelumnya ibu meminta Laras untuk pulang langsung ke rumah, hari ini Laras ada les bahasa Inggris. Biasanya ibu tidak pernah seperti ini, pikir Laras.

"Ayah, ibu, ada apa?" tanya Laras. Dia saat itu bingung melihat ibunya yang tidak berhenti menangis, dan wajah ayah yang terlihat cemas sekali. Laras mulai menebak-nebak secara asal di pikirannya. Ada apa ini, apa mereka akan bercerai, pikir Laras, tidak tenang.

"Kita tunggu kak Luna sebentar ya sayang," jawab Laras. Sementara Ibu hanya bisa tersedu-sedu, menangis.

Selama 15 menit mereka bertiga menunggu, akhirnya Luna datang.

"Bu, Yah, ada apa sih? Luna sampai harus bolos ini," ucapnya sedikit kesal diminta pulang tiba-tiba.

"Luna..Laras, ada yang harus ayah dan ibu sampaikan," ucap Ayah, suaranya terdengar bergetar. Membuat Laras bertambah cemas.

"Ibu, baru dari dokter, ada benjolan di payudara ibu, menurut dokter ibu kemungkinan besar menderita kanker payudara..," suara ayah tercekat, seperti menahan tangisnya.

Laras dan Luna juga ikut terdiam, semuanya mendadak hening, hanya suara tangis ibu yang terdengar semakin keras kala itu. Perlahan air mata menetes di kedua pipi Laras. Kanker payudara, pikirnya. Bukankah ibu mengeluhkan batuk, mengapa jadi kanker payudara, pikir Laras lagi, bingung.

"Tapi,,ibu kan hanya batuk," ucap Laras, mulai terisak.

"Iya, kenapa dokter bilang ibu kena kanker?" Luna ikut mengiyakan, suaranya juga bergetar. Laras melirik kakaknya. Matanya mulai memerah, dia menahan air matanya. Luna memang tidak suka terlihat kalau sedang menangis.

"Iya, setelah ibu diperiksa oleh dokter, ibu diduga terkena kanker payudara, yang sudah menyebar ke paru," jelas Ayah.

"Diduga?" tanya Laras, masih bingung.

"Iya, maka itu ibu harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, dan dirawat di rumah sakit untuk tindakan operasi," jelas ayah lagi.

Luna tidak menjawab, dia hanya pergi langsung ke kamar tidurnya. Laras diam, lalu berdiri dan memeluk Ibunya.

"Tenang Bu, ibu jangan nangis lagi ya," ucapnya. Ibu hanya membalas pelukan Laras sambil tetap tersedu-sedu.

Seharian itu, Laras menemani ibunya sampai tertidur, sementara Luna sama sekali tidak menampakkan dirinya sampai pagi hari.

Keesokkan harinya, Laras pergi menemui Amar. Mereka berjanji bertemu di sebuah kafe dekat rumah Laras. Sudah lama dia tidak bertemu pacarnya itu. Semenjak Amar kuliah di fakultas kedokteran, Amar memang sibuk sekali, mereka jarang bertemu. Dua bulan terakhir bahkan mereka sama sekali tidak bertemu. Laras bukan tipe pacar yang sering memaksa, dia tahu Amar pasti lelah, apalagi kampus Amar cukup jauh dari rumahnya, jadi Laras memilih untuk tidak terlalu sering meminta Amar bertemu dengannya. Dia takut mengganggu kuliah Amar. Hari ini Laras cukup terhibur saat Amar memintanya bertemu.

Laras menemukan Amar yang sedang duduk dengan segelas kopi didepannya.

"Hai, maaf ya telat." sapa Laras, langsung mengambil tempat duduk didepan Amar.

"Enggak apa, aku udah pesankan kamu teh leci kesukaan kamu," balasnya.

"Ada apa kak?" tanya Laras. Dia menangkap wajah Amar yang terlihat sedikit cemas, ada apa ya, pikirnya bertanya-tanya.

"Minum dulu ya," ucap Amar.

Laras tersenyum dan menyeruput teh nya. Dia merasa sedikit tenang setelah bertemu Amar.

"Ras.." panggil Amar.

"Hmmm?" balas Laras.

"Aku mau sampaikan sesuatu," ucapnya.

"Apa? Kok serius sekali kak?" tanya Laras bingung.

"Aku minta maaf sebelumnya..," ucap Amar sedikit menggantungkan kalimatnya. Laras masih menunggu kalimat selanjutnya dari mulut Amar.

"Aku ..aku mau kita putus Ras," ucap Amar pelan.

"Putus..?" Kalimat Laras tercekat.

Amar mengangguk.

"Putus? Kenapa? Apa salah aku kak?" tanya Laras tak percaya akan apa yang baru didengarnya. Wajahnya langsung sedih. Apa apa ini, pikirnya.

"Tidak ada yang salah, aku hanya ingin fokus kuliah," jawab Amar.

"Apa pacaran dengan aku mengganggu kuliah kakak?" tanya Laras.

"Aku rasa sebaiknya aku putus dengan kamu Ras, aku minta maaf," ucap Amar.

"Aku pergi Ras." pamit Amar pergi meninggalkan Laras yang sudah menangis dalam diamnya.

Laras merasakan dunianya berputar lebih cepat. Kepalanya berat. Dengan langkah berat dia kembali ke rumah. Menemui ibunya yang sedang membereskan bawaannya di rumah sakit. Laras mengatur air mukanya agar tidak terlihat sedih.

"Bu, aku bantu ya," ucap Laras sambil tersenyum.

"Kamu abis dari mana?" tanya Bunda.

"Tadi ketemu sama Amar dulu, Ibu lagi tidur tadi waktu Laras pergi, jadi izin ke Ayah," jawab Laras.

"Apa kabar Amar?" tanya Ibu.

"Baik," jawab Laras pelan.

"Kok habis ketemu pacar mukanya sedih gitu?" tanya ibu.

"Enggak apa Bu, yuk sini Laras aja yang beresin, ibu tiduran dulu aja,". ucap.

Besoknya ibu masuk ke rumah sakit. Hari ini operasi ibu, Laras meminta izin untuk tidak masuk sekolah hari ini, dia ingin mendampingi ibunya, Luna juga sudah ada di rumah sakit sejak pagi, walaupun dia masih tidak berbicara banyak. Operasi bunda direncanakan pukul 8 pagi. Sepanjang menunggu operasi Ibu, pikiran Laras bercabang dua. Dia memikirkan penyakit ibunya. Sementara setengah lagi dia masih memikirkan kesalahannya kepada Amar sampai Amar memutuskannya.

Selama dua tahun, ibu berjuang melawan kanker payudara nya, tapi Allah lebih sayang ibu, ibu meninggal. Dunia Laras terasa runtuh. Hatinya sedih sekali. Ibunya berpesan agar dia menjadi dokter untuk meneruskan ibunya. Di pemakaman Laras bertemu dengan Todi, anak sahabat ibu, Tante Mirna. Todi yang membantu Laras belajar sehingga lulus di fakultas kedokteran. Berkat Todi, Laras sedikit demi sedikit bisa melupakan Amar, walaupun dia tahu kalau Todi saat itu sudah punya pacar, Laras tetap menyimpan rasanya kepada Todi dalam waktu cukup lama. Dia lebih menyibukkan diri dengan dunia kuliahnya. Di sanalah Laras baru tahu kalau alasan Amar hanya sebuah kebohongan. Ternyata Amar punya pacar teman seangkatannya, saat Amar masih berpacaran dengan Laras. Laras merasa hatinya sakit sekali.

"Ras..ras.." panggil Imelda, menyadarkan Laras dari lamunannya dimasa lalu.

"Kok melamun," tanya Ameera lembut.

"Enggak apa, " sahut Laras cepat.

"Udah malam Ras, kita mau barbeque an, dideket tenda, yuk?" ajak Dina.

"Oke," jawab Laras.

Gilang dan Amar sedang sibuk membakar daging dan sosis saat Laras datang. Amar langsung menyuguhi Laras dengan piring berisi daging yang sudah dibakarnya. Laras meneruskannya langsung kepada Imelda yang duduk disebelahnya. Laras lalu mengambil piring yang diberikan oleh Gilang.

"Ini buat aku ya kak?" pinta Laras.

Gilang hanya mengangguk, dia mengerti situasinya. Amar hanya menunduk dengan lesu melihat apa yang dilakukan Laras kepadanya.

Mereka makan sambil mengobrol santai, Laras lebih banyak terdiam, dia sibuk dengan sosis bakarnya. Tiba-tiba ponselnya berdering. Dari Todi, entah mengapa Laras merasa senang melihat Todi menelpon dirinya. Laras beranjak menuju tempat yang lebih sepi.

"Halo," sapa Laras.

"Halo, lagi apa?" sapa Todi.

"Lagi barbeque an sama anak-anak," jawab Laras.

"Ras .aku pulang Minggu depan ya," ujar Todi.

"Minggu depan?" tanya Laras.

"Iya, nanti bisa jeput aku?" balas Todi.

"Bisa.." jawab Laras.

"Oke, have fun ya," pamit Todi.

Hati Laras langsung berbunga-bunga mengetahui suaminya akan segera pulang.