(Todi)
"Kak, emm...boleh aku kembali ke kamar kak?" tanya Laras pelan, meminta Todi untuk melepaskan lingkaran tangannya di bahu Laras. Hari ini sudah pukul 4 sore, Laras harus segera bersiap-siap berdandan untuk ke pesta.
Todi melirik istrinya, dari tadi Laras duduk dengan tidak nyaman, dia duduk tegak dengan kaku, tidak bergerak.
"Oh.., iya..maaf aku juga harus siap-siap," jawab Todi, menarik tangannya dari bahu istrinya. Todi sedikit tersipu. Entah setan apa yang merasuki otaknya. Dia baru saja merangkul istrinya selama menonton dan yang lebih parah dia entah mengapa meminta istrinya untuk pindah kamar agar tidur bersama dirinya dan mencium kening istrinya.
Harus Todi akui, dua minggu sendirian di Surabaya, Todi merasa kesepian sekali. Sebelum ke Surabaya, hubungan Todi dan Laras sudah sedikit membaik. Laras lebih sering menginap di rumah dan memasak untuknya. Todi mencoba selalu mengirimkan pesan untuk istrinya. Semenjak penolakan Laras sebelumnya, Todi jadi tidak enak hati, awalnya dia merasa kasihan melihat istrinya sering dia perlakukan kasar, tapi rasa kasihan itu sekarang dia benar-benar selalu rindu dengan istrinya. Dan menggoda istrinya dengan sentuhan, pandangan mata ataupun kecupan adalah hobi baru Todi akhir-akhir ini. Todi menikmati wajah malu-malu dari Laras. Wanita yang mencintainya itu sudah kembali.
Sore ini Todi dan Laras bersiap-siap di kamar mereka masing-masing. Todi mengenakan kemeja warna biru dongker dipadu dengan jas hitam dan celana dengan warna senada. Dia menunggu Laras yang masih ada didalam kamarnya. Sudah pukul 6.15, Laras belum juga menunjukkan batang hidungnya. Akhirnya Todi beranjak ke kamarnya dan mulai mengetuk pintu kamar Laras.
"Ras, Laras.., sudah selesai?" panggil Todi, masih mengetuk pintu kamar Laras.
"Sebentar kak," jawab Laras.
Dua menit kemudian Laras membuka pintu kamarnya. Todi cukup terpana, dia mengenakan dress koktail cantik berwarna biru muda. Laras menata rambutnya sedikit, dan memakai make up natural. Cantik sekali, pikir Todi.
"Kak, ayo," ajak Laras. Dia bingung melihat Todi hanya terpaku menatapnya.
"Oh, iya, ayo," jawabnya.
"Barang-barang kakak sudah?" tanya Laras.
"Iya sudah, nanti jas nya di bawa pulang aja ya," ucap Todi sambil menunjuk ransel yang sudah disiapkannya di ruang tamu.
Laras mengangguk.
Hari ini mereka diantar pak Yadi. Mereka berdua menuju rumah Todi yang terletak di perumahan elite kota Bandung. Laras sudah melihat tenda-tenda megah di halaman depan rumah Todi. Mobil juga sudah banyak terparkir di depan rumah Todi.
"Kecil-kecilan dari mana," gumam Laras pelan. Dia ingat perkataan Bunda kalau syukurannya kecil-kecilan saja. Ah, dasar orang kaya, pikirnya.
"Kenapa?" tanya Todi.
"Oh..enggak kak, " kilah Laras. Merasa tidak enak hati, dia memberi Todi senyuman tipis.
"Yuk," ajak Todi. Laras turun dengan segera dari mobil.
Bunda menyambut dua orang kesayangannya dengan senyuman lebar, bahagia sekali. Orang-orang yang datang kebanyakkan dokter yang bekerja di rumah sakit Todi. Ada juga direktur-direktur rumah sakit dari seluruh Bandung. Yang datang banyak sekali. Laras menemukan ayahnya dan Luna saat masuk.
"Ayah, kak Luna!" teriaknya. Bahagia sekali, sudah lama rasanya dia tidak bertemu.
"Ras," Luna membalas panggilan Laras. Mereka berpelukan, setelah itu Laras langsung memeluk Ayahnya.
"Ayah, Laras kangen banget" ucap Laras, memeluk ayahnya dengan erat.
"Sama ayah juga, kamu gimana kabarnya?" tanya Ayah.
Wajah Ayah Laras senang sekali. Todi menjadi tidak enak hati. Dari awal pernikahan sampai sekarang dia sama sekali tidak pernah mengunjungi ayah mertuanya.
"Apa kabar yah?" sapa Todi sambil mencium tangan Ayah dengan sopan, lalu menyalami Luna.
"Baik, sudah selesai dari Surabaya?" tanya Ayah lagi.
"Belum Yah, ini hanya pulang dua hari, setelah dari acara ini langsung ke Surabaya lagi," jelas Todi.
"Ya sudah, sana ke ayah Bunda kamu, sudah mencari kalian dari tadi." ucap Ayah.
"Iya yah, kami kesana dulu, ayo sayang," ucap Todi, dia menggandeng tangan Laras, mengajaknya pergi menuju ayah Bunda yang sedang menerima tamu.
Todi menangkap wajah Laras yang melirik dirinya dengan wajah bingung. Pasti dia kaget mendengar dipanggil sayang oleh Todi.
"Kenapa kok liatin aku?" goda Todi.
"Enggak apa," jawab Laras, langsung menunduk. Todi tahu benar, istrinya ini tidak tahan dengan tatapan matanya. Wajah Laras saat ini sudah memerah.
"Todi, Laras," sapa Bunda, sama seperti ayah Laras, wajah bunda juga terlihat senang. Senyum tidak lepas dari wajahnya dan matanya berbinar-binar.
"Bun, ayah," sapa Laras sambil menyalami ayah dan Bunda, Todi mengikutinya.
"Kok lama sekali kalian datang?" tanya Bunda.
"Iya, Laras lama dandannya Bun," ucap Todi seenaknya. Laras langsung melotot ke arahnya. Dia sepertinya tidak terima.
"Untung kelar dandan cantik," sambungnya lagi. Kali ini Todi mencubit pipi Laras. Membuat wajah Laras langsung memerah. Todi tertawa melihatnya. Ayah dan Bunda juga langsung tertawa melihat tingkah anak semata wayangnya.
"Iya, cantik banget, Bunda sampai pangling," ucap Bunda masih tertawa.
"Bun, mulai dong acaranya, aku cuman bisa sampai jam 8, kan mau ke bandara," rengek Todi.
"Oh iya, ya udah kita mulai ya," ucap Bunda sambil menyenggol suaminya, memberi kode agar acara segera dimulai.
Beberapa saat kemudian pemandu acara pun langsung memulai acara ulang tahun Bunda. Setelah sambutan dari ayah, acara potong kue pun langsung dimulai. Laras mendapat potongan kue yang pertama, setelah ayah dan bunda saling menyuap cake, sedangkan Todi keempat.
"Maaf ya Todi, potongan pertamanya Bunda kasih untuk menantu kesayangan Bunda," ucap Bunda, membuat Todi pura-pura kesal. Laras tertawa melihat reaksi Todi. Setelahnya Bunda langsung memberikan potongan kue kepada anak lelakinya.
"Untung acara selanjutnya, ada sedikit kejutan dari Ibu Mirna untuk pak Anton, silahkan ibu," ucap pembawa acara, dan menyerahkan mic kepada Bunda.
"Selamat malam semuanya, untuk hiburan hari ini, saya mau request khusus sama menantu kesayangan saya, untuk mengiringi saya bernyanyi. Menantu saya ini jago sekali main pianonya," ucap Bunda sambil melirik Laras.
Todi menatap istrinya, wajah Laras terlihat panik. Todi langsung memegang tangan Laras, dengan maksud menenangkan. Tangan Laras terasa sedikit basah dan teraba dingin. Aduh, Bunda ini aneh-aneh saja pakai acara minta Laras main piano segala, Laras pasti gugup diminta bermain didepan orang-orang yang dia tidak terlalu kenal, pikir Todi dalam hati.
"Kamu kenapa?" bisiknya pelan.
Laras mendongakkan kepalanya ke arah Todi. Dia mengigit bibir bawahnya. Wajahnya cemas kali ini.
"Aku..enggak pede main piano didepan umum," jawab Laras.
"Lagu apa yang kamu bisa?" Todi masih berusaha menenangkan, sementara Bunda masih mengobrol dengan para tamu, menceritakan tentang Laras, sambil meminta Bu Umi, pembantu rumah tangga mereka, untuk menyiapkan grand piano agar dimainkan oleh Laras.
"Lagu-lagu lama, " jawab Laras.
"L-O-V-E?" tanya Todi, seingatnya Bunda suka sekali lagu itu.
"Hmmm...bisa sih, aku tahu lagunya," jawab Laras, wajahnya seperti mengingat-ingat lagi itu.
"Minta bunda nyanyi lagu itu, pasti Bunda enggak nolak," saran Todi, dia masih menggenggam tangan Laras dengan erat. Laras mengangguk.
"Ya udah minta bunda nyanyiin lagu itu, pasti bisa," balas Todi.
"Ayo sini sayang," panggil Bunda. Laras melirik suaminya.
"Ayo semangat," bisik Todi sambil melepaskan genggamannya. Dia tersenyum, memberi Laras semangat.
Todi melihat Laras mengobrol sebentar dengan Bunda, lalu Bunda mengangguk, dan mereka berdua berjalan menuju Grand piano yang sudah siap untuk dimainkan.
Laras dan Bunda pun memulai duet mereka, suara Bunda sebenarnya hanya lumayan, tidak terlalu bagus, tapi Bunda punya percaya diri yang ekstra, jadi sepertinya semua terhibur. Tapi Todi baru tahu kalau istrinya punya bakat memainkan piano. Semakin lama, semakin banyak hal tentang diri Laras yang membuat Todi juga semakin tertarik dengan istrinya.
Ketika jam sudah menunjukkan pukul 8, Todi dan Laras pamit untuk pergi ke bandara.
"Aku baru tahu kamu jago main piano," ucap Todi.
"Oh, iya, aku belajar dari kecil sampai SMP," jawab Laras.
"Kalau jago, kenapa tadi panik banget?" goda Todi.
"Iya, aku ga pede kalau main didepan orang kak," jawab Laras malu. Dia meremas ujung-ujung gaun nya.
"Ga pede atau sengaja pengen aku tenangin kaya tadi?" goda Todi lagi, dia semakin gemas melihat istrinya yang saat ini memerah karena malu. Todi mendekatkan wajahnya ke wajah Laras lalu menggenggam tangannya.
"Enggak kak..aku..beneran.. gugup..tadi itu," jawab Laras. Dia menundukkan wajahnya, sedikit menjauhkan wajahnya dari Todi, dia melepaskan genggaman tangan Todi.
Todi tersenyum melihatnya.
"Mulai dari sekarang kalau jalan, kamu harus gandengan tangan sama aku ya," ucap Todi, dia mengambil tangan Laras lagi lalu menggenggam dengan erat. Laras menatapnya tapi tidak berkata-kata. Todi membalas tatapan Laras tanpa kata juga.
Mereka akhirnya sampai ke bandara. Laras dan Todi turun.
"Hati-hati ya kak," ucap Laras, mencium tangan Todi.
"Iya," jawab Todi, membalas mengecup punggung tangan Laras. Lalu menarik Laras ke dalam pelukannya. Todi memeluk beberapa saat.
"Maafin aku ya Ras, aku mohon kasih aku kesempatan untuk memperbaiki diri ya, memperbaiki kesalahan yang sebelumnya sudah aku buat sama kamu," ucap Todi. Laras tidak menjawab, tapi Todi merasakan kepala Laras mengangguk, mengiyakan.
Todi melepas pelukannya, mendekati wajah Laras, dia ingin mencium istrinya, tanpa disangka reaksi Laras mengerutkan keningnya, matanya tertutup setengah. Todi tersenyum geli, mungkin belum saatnya, pikir Todi. Dia mengalihkan ciumannya ke arah kening Laras.
"Aku pergi ya," pamit Todi, membelai rambut Laras, lalu melangkah pergi meninggalkan istrinya.