Kalian tahu rasa apa yang lebih menyakitkan dari perasaan kecewa? yakni sakit hati.. mengatahui seseorang yang begitu sangat kita cintai berkhianat didepan mata kepala kita sendiri. Itulah yang dirasakan oleh Ryan ketika dia melihatku berada diapartemen Aris saat itu.
Tidak ada kata yang keluar dari bibirnya. Hanya perasaan kecewa dan terluka yang terlihat dari ekspresi wajahnya dan tatapan kedua bola matanya saat dia memandangiku. Seketika itu, aku pun langsung merasa bersalah padanya.
"Mas Ryan.." ucapku dengan bibir bergetar
"Aku.. aku bisa jelasin semuanya Mas. Ini semua gak seperti yang kamu kira. Aku dan Aris, kita berdua gak ngelakui apa-apa disini. Aku cuma.."
Saat itu dari arah dalam, tiba-tiba Aris datang menghampiri kami. Dan ketika Ryan melihatnya
"BAJINGANNN...!!!"
"Mas Ryan..!" aku terkejut saat Ryan tiba-tiba melayangkan tinjunya pada Aris
"Mas, ini bukan salah Mas Aris, Mas.. Aku yang datang kemari untuk menemuinya.."
Tidak mempedulikan perkataanku, Ryan terus saja menghajar Aris, tapi kali ini Aris selalu berhasil menepis semua pukulannya, sehingga membuat Ryan semakin murka.
"Mas Ryan, hentikan Mas!! Kumohon hentikan.." sambil aku menarik keras tangan Ryan
Ryan terlihat sangat marah saat itu. Emosinya meluap-luap. Baru kali ini aku melihat wajahnya yang kesal seperti itu. Wajahnya yang putih berubah menjadi merah.. penuh dengan amarah.
Seketika itu Ryan langsung menghempaskan kasar tanganku yang memeganginya (menghalanginya untuk kembali menghajar Aris)
"Jadi ini maksud kamu nyuruh aku buat dekat-dekat lagi sama Shina. Biar kamu bisa bebas dua-duaan disini bareng Aris?" ucap Ryan dengan penuh emosi
"Nggak Mas.. Aku gak maksud kayak gitu. Tujuanku datang kesini untuk meluruskan masalahku dengan Aris. Aku berniat untuk menjenguknya disini. Saat ini Aris sedang sakit. Pak Wawan menghubungiku sebelumnya.."
"Aaaakkkkkkhh...!!!" teriak Ryan kesal
"Mas Ryan.." aku berusaha menenangkan Ryan
"Ryan, Lena tidak bersalah. Aku yang menahannya disini. Aku.. Aku menginginkan dia untuk bisa kembali lagi denganku seperti dulu. Aku masih sangat mencintainya Ryan. Maafkan aku, tapi kali ini aku akan berusaha untuk merebut Lena darimu.."
Aku terkejut mendengar ucapan Aris yang seperti itu. Bukannya meredam emosi Ryan, Aris malah membuat suasananya semakin panas.
"KAU..!!" saat itu Ryan kembali menghajar Aris
Kali ini Aris juga tidak diam saja. Aku melihatnya membalas beberapa pukulan Ryan. Dan, ketika suasananya sudah begitu menagang, saat itu.. Ryan yang kalap, dia lalu mengambil gunting yang ada diatas meja lalu digunakannya untuk menusuk Aris. Namun sayang, bukannya Aris yang terkena malah aku. Saat itu aku berusaha melindungi Aris dari amarah Ryan yang memuncak, sehingga menyebabkan gunting itu melukai lengan tangan kananku dan membuatnya terluka (berdarah).
Ryan terkejut. Dia tidak menyangka bahwa gunting yang digunakannya untuk menusuk Aris malah mengenai lenganku. Seketika itu, dia pun menjadi panik dan..
"Sayang.." ucapnya tiba-tiba mendekatiku sembari mencoba memegang lengan tanganku yang terkena gunting itu
"Maafin aku, aku gak tahu.. Aku.."
Maafin aku Sayang.." ucap Ryan merasa bersalah, panik.. sambil tiba-tiba menangis
Aku merasa sangat kesakitan. Banyak darah keluar dari pergelangan tanganku itu. Aku hanya meringis kesakitan tanpa menjawab semua ucapannya.
Aris yang melihat hal itu pun juga
"Lena.." ucapnya dengan ekspresi terkejut
Sambil menarikku saat itu, dia berupaya untuk langsung membawaku pergi ke klinik
"Ayo! Kita obati dulu lukamu dibawah.."
Ryan sangat kesal melihat Aris yang membawaku. Dengan kasar dia lalu menyingkirkan Aris dari sana.
"Aku yang lebih berhak mengurusinya. Aku suaminya.." ucap Ryan sambil mendorong Aris menjauh
"Heh, Suami? Mantan suami.." ucap Aris kembali mengoreksi
Saat itu,
"Sayang kau tidak apa-apa? Apa mau kugendong?" Ryan menawarkan
"Aaaawww.. Gak usah Mas. Tanganku aja yang sakit. Aku masih bisa jalan.." jawabku
"Mas Aris, maaf.. Aku tidak bisa menemanimu disini. Aku akan pergi ke klinik dengan Mas Ryan. Kau habiskan saja dulu makananmu.."
"Aku tidak apa-apa Lena. Aku juga akan pergi ke klinik menemanimu.."
"Apa katamu??" ucap Ryan tidak senang
"Mas.." aku berusaha meredam emosi Ryan
"Sayang, untuk apa dia ikut?" protes Ryan
"Sayang..? Kau masih memanggilnya dengan sebutan Sayang?" ucap Aris meledek
Saat itu terlihat tatapan Ryan penuh emosi, seperti ingin menerkam Aris hidup-hidup.
"Aaaaww.. Sakit.." aku kembali meringis kesakitan
Akhirnya mau tak mau, Ryan pun tidak mempermasalahkan Aris untuk ikut dengan kami karena dirinya menginginkan agar aku segara mendapat perawatan lukaku itu.
Sesampainya di klinik, para perawat kemudian langsung melakukan tindakan terhadap lukaku. Sementara itu Ryan dan Aris,
"Aku sudah tahu niatanmu dari awal. Kau itu memang pria brengsek.. Kau lebih memilih untuk mengurusi Lena disini, ketimbang istrimu Shina dan anak-anakmu disana.." ucap Ryan menyindir Aris
"Kasihan Shina.. dia telah merelakan cintanya dengan sia-sia untuk pria brengsek seperti dirimu.."
"Apa tidak terbalik? Seharusnya kau berkaca terlebih dalu sebelum menceramahiku mengenai hal ini. Bukankah kau yang lebih sering meninggalkan Lena sendirian untuk pergi mengurus Shina? Kau bahkan melarangku waktu itu, saat aku hendak pergi mengejar Shina.." balas Aris
"KAU.." ucap Ryan tidak senang
Ketika itu,
"Ssstttss.. Bapak-bapak berdua tolong, mohon kondisikan suaranya.. Ini klinik bukan di pasar. Kalau bapak-bapak berdua ingin ribut, silahkan keluar.. jangan disini!" ucap seorang perawat menegur Ryan dan Aris
"Dia itu sinting Sus.. ingin merebut istri saya dari saya." bela Ryan pada perawat
"Istri? Apa kau yakin dengan nama panggilan istri terhadap Lena? Aku ingat kalian berdua itu sudah bercerai. Justru dia ini yang sangat terobsesi kepada wanita itu dan ingin menjadikannya kembali sebagai istrinya, walaupun dengan jalan memaksa.." balas Aris pada perawat itu
"Cukup!! Kalau bapak-bapak masih bertengkar lagi, saya akan panggilkan satpam untuk mengusir bapak-bapak berdua keluar dari sini." ucap suster itu kembali mengancam
Mendengar peringatan itu dari suster membuat Ryan dan Aris terdiam. Setidaknya sampai perawatan lukaku itu selesai ditangani.
Dan begitu lukaku itu selesai dijahit, Aris dan Ryan.. mereka berdua kemudian maju mendekat padaku.
"Lena..", "Sayang.." ucap Aris dan Ryan berbarengan memanggilku.
"Bagimana dengan lukamu? Apa masih terasa sakit?" tanya Aris khawatir
Aku memaksa tersenyum menjawab pertanyaan Aris.
"Maafin aku Sayang. Tadi itu aku gak sengaja.." ucap Ryan merasa bersalah
"Gak apa-apa Mas.." balasku masih mencoba tersenyum, walaupun tidak bisa dipungkiri aku merasakan sakit yang kian berdenyut ditempat jahitanku itu
"Sayang, mengenai rencana kunjungan kita kerumah Mama.. hari ini kita batalin aja. Besok kita baru pergi kesana. Kamu nginep diapartemen aja bareng aku sama Oka malam ini.."
"Mas.. sebenarnya ada yang mau aku omongin ke kamu.." ucapku tiba-tiba pada Ryan
"Itu nanti saja. Sekarang kamu istirahat dulu disini.."
"Gak Mas. Aku gak enak kalau aku gak ngomongin ini ke kamu sekarang. Aku mau kita.."
Saat itu Ryan begitu khawatir, dia takut kalau aku memintanya untuk menunda atau bahkan membatalkan rencana kami untuk rujuk. Belum sempat aku menjelaskan maksudku itu, Ryan tiba-tiba
"Aahh, iya. Aku baru inget. Aku harus minta tolong ke Heru buat ngurus kelengkapan dokumen pernikahan kita.."
"Mas, mengenai rencana pernikahan kita itu, aku.."
"Maaf Sayang, aku lupa. Hari ini aku harus ngurus beberapa kerjaan aku sama Heru. Bentar ya, aku hubungi Heru dulu sebentar diluar.." Ryan pun langsung pergi terburu-buru meninggalkanku
Sebenarnya saat itu Ryan ingin menghindar. Dia tidak mau mendengar penjelasan lebih jauh, jika aku nantinya mengubah keputusanku yang ingin kembali rujuk dengannya. Atau aku yang akan berkata, aku lebih memilih untuk kembali bersama dengan Aris dibandingkan dirinya.
Saat itu Ryan terlihat kacau. Disatu sisi dia merasa kesal dan sakit hati padaku karena telah mengkhianatinya. Sementara disisi lain, dia juga masih sangat mencintaiku (menginginkan aku untuk kembali lagi padanya). Ryan tidak rela jika aku kembali dengan Aris dan pergi dari kehidupannya. Ryan terus termenung sambil memikirkan semua itu didepan pintu keluar klinik.
Sementara Aris, saat itu dia juga sedang mendapatkan perawatan. Aku yang memintanya. Aku bilang pada perawat bahwa dia seharusnya masih dalam perawatan Rumah Sakit, tapi dia memilih untuk kabur (tidak mau kembali ke Rumah Sakit itu). Setelah mendengarkan penjelasan dariku, perawat itu pun kemudian membawa Aris ke ruangan lain untuk memeriksa kondisi kesehatannya.