Aku tidak tahu kalau saat itu adalah terakhir kalinya aku melihat Ryan disana. Setelah perawatan lukaku itu selesai dan aku diperbolehkan pulang, aku tidak melihatnya dimanapun di sekitaran klinik.
Saat itu Aris tiba-tiba menghampiriku.
"Lena.." panggilnya
"Dimana Ryan?"
"Mas Ryan bilang dia harus mengurusi sesuatu mengenai pekerjaannya. Mungkin sekarang dia sudah pergi.."
"Ohh, Baguslah.." ucap Aris senang dengan suara pelan. Meskipun suaranya itu masih bisa terdengar jelas olehku.
Tiba-tiba saja tangan Aris memegang kedua tanganku.
"Aku sungguh serius ketika aku bilang pada Ryan ingin merebutmu darinya.. Apa kau mau memberiku kesempatan agar aku bisa mulai mencobanya?" ucap Aris dengan sungguh-sungguh
Saat itu aku bingung. Tidak dapat kupingkiri memang.. aku juga masih memiliki perasaan pada Aris. Walaupun aku tidak tahu seberapa besar kapasitasnya.. apakah melebihi perasaanku pada Ryan atau sebaliknya. Jadi saat itu aku hanya diam, tidak menjawabnya.
"Aku tidak memintamu untuk membalas perasaanku ini dengan segara. Aku hanya ingin meminta persetujuan darimu. Jika boleh, aku ingin berjuang untuk merebut hatimu kembali Lena. Aku baru menyadarinya sekarang, perasaanku padamu tidak pernah berubah.."
"Mas Aris, kau tidak seharusnya melakukan ini. Bagaimana dengan Shina? Dengan mengatakan hal ini padaku sama saja kau telah mengkhianatinya.." sambil aku melepaskan tangan Aris
"Aku akan menyelesaikan urusanku dengan Shina. Aku sadar aku telah berbuat salah dengan melakukan hal ini. Tapi Lena, aku tidak benar-benar mencintainya. Aku tidak mau membohongi perasaanku lagi. Aku mencintaimu.."
"Mas Aris.. kau sungguh keterlaluan. Kondisi Shina saat ini sedang tidak baik-baik saja. Terlebih lagi saat dia tahu Rani bukanlah putri kandungnya.."
"Lalu bagaimana denganmu? Saat itu kenapa kau datang menemuiku disaat kau tahu kondisi Shina sedang tidak baik-baik saja?" tanya Aris seketika menyudutkanku
"Lena, kalau kau peduli padanya kenapa kau melakukan hal ini? Kenapa membiarkan Ryan untuk menemaninya disana, sementara kau datang kemari untuk menemuiku?"
"Kita berdua tahu bahwa kita telah mengkhianati mereka dengan melakukan semua ini.."
"Baiklah, aku tidak akan membahas lebih jauh lagi mengenai hal ini karena sepertinya kau merasa tidak nyaman.."
"Saat ini kondisinya sedang tidak tepat. Dia sangat membutuhkanmu sekarang.. Pikirkan perasaan Shina jika dia tahu kau melakukan hal ini terhadapnya.."
"Jadi menurutmu tidak masalah jika nanti kondisi Shina sudah membaik, aku memutuskan untuk berpisah dengannya?" tanya Aris
"Aku akan mengurus segala sesuatunya dengannya.. dan begitu urusanku telah selesai, aku akan langsung datang menemui.." dan Aris pun lalu pergi meninggalkanku
Saat itu aku dilema. Aku juga masih mencintai Aris. Melihatnya yang selalu ada disaat aku membutuhkan bantuan. Ya, Aris selalu ada disana untuk melindungiku.
Jujur aku sangat senang, ketika Aris mengatakan bahwa hatinya itu tidak pernah berubah (masih tetap mencintaiku). Tapi kalau aku dengan Aris nanti, sama saja aku menjadi duri diantara kehidupan rumah tangganya dengan Shina. Aku tahu Shina sangat mencintainya. Dia pasti tidak akan membiarkan hal ini terjadi.
Belum lagi masalah Mas Ryan.. Aku telah menerima lamarannya kembali, bukan?
Seketika itu, aku kemudian memandang jari manisku. Sudah tidak ada lagi cincin pernikahan kami disana. Cincin itu sudah aku lepaskan saat aku berada dirumah.. ketika aku mengetahui Ryan lebih memilih pergi mengejar Shina untuk meluruskan masalah kesalahpahamannya dengan Mamanya waktu itu.
"Mas Ryan.. dia ada dimana sekarang?" pikirku tiba-tiba
Saat itu aku memutuskan untuk tinggal di apartemen bersama dengan Oka sesuai dengan saran Ryan sebelumnya. Sekalian aku ingin membicarakan mengenai rencana pernikahan kami. Ada beberapa hal yang membuatku ragu. Terlebih lagi dengan adanya peristiwa tadi (pertengkaran Ryan dan Aris sebelumnya di apartemen). Mama benar, masalah ini mungkin tidak akan terjadi sekali atau dua kali dalam kehidupan rumah tangga kami. Apakah kita siap untuk menghadapinya kembali? Apakah kita tetap bisa bertahan dalam kondisi yang seperti itu?
Aku pun kemudian melangkahkan kakiku menuju apartemen kami. Dan setibanya aku disana, Ryan ternyata tidak ada.
Saat itu, Oka yang melihat kedatanganku
"Mama?" sapanya antusias ketika aku membuka pintu kamarnya
"Apa Mama malam ini akan menginap disini?" tanya Oka kembali senang
Tidak menjawab pertanyaannya, aku pun menanyakan keberadaan Ryan saat itu.
"Papamu mana?"
"Papa?" tanya Oka heran
"Loh itu lengan Mama kenapa?" saat itu Oka menyadari kondisi lenganku yang terluka.
"Mama gak apa-apa Sayang. Ini cuma kecelakaan kecil aja tadi. Kamu beneran gak lihat Papa kamu disini?"
"Oka gak lihat Ma. Oka kan juga baru pulang beberapa menit yang lalu.."
"Terakhir kali Oka bicara sama Papa itu.. waktu Papa hubungi Oka buat nanyain Mama. Saat itu Papa panik. Papa pikir terjadi sesuatu sama Mama dan Oka diapartemen.. karena waktu itu Papa bilang hp Mama tidak bisa dihubungi." Oka menjelaskan panjang lebar padaku
Benar juga, Ryan pasti panik mencari tahu keberadaanku tadi. Aku tidak mengabarinya dan langsung pergi begitu saja.
Aku lalu mengambil ponselku untuk menghubungi Ryan. Saat itu aku baru menyadari bahwa hp-ku itu mati. Aris yang mematikannya sebelumnya.. karena saat itu dia ingin menghindari terjadinya konflik dengan Ryan.
Aku kemudian menghidupkan ponselku. Ternyata ada banyak nortifikasi didalamnya. Semuanya merupakan panggilan tak terjawab dari Ryan dan ada beberapa pesan juga darinya. Dilihat dari banyaknya jumlah panggilan dan pesan yang dikirimkan padaku, bisa dipastikan saat itu Ryan benar-benar cemas.
Seketika, perasaan bersalah muncul. Belum lagi saat mengingat bagaimana reaksi wajahnya saat itu ketika dia melihatku berada di apartemen Aris tadi.
Aku telah benar-benar berbuat jahat pada Ryan dengan diam-diam pergi meninggalkannya untuk menemui Aris. Aku yang merasa bersalah itu pun, lalu segera menghubunginya. Teleponnya terhubung, tetapi Ryan tidak menjawabnya. Berkali-kali kucoba Ryan masih tetap tidak menjawabnya.
"Apa dia kecewa dan sedang berusaha untuk menjauhiku?"
"Kenapa dia tidak menjawab panggilannya, padahal nada teleponnya itu terus terhubung.." pikirku sedih
Aku terus mencoba menghubunginya, tetapi masih tetap sama. Dia tidak mau mengangkatnya.
Seketika itu, aku mendadak melupakan niatanku untuk membicarakan mengenai penundaan rencana pernikahan kami. Bahkan lebih dari itu, aku juga melupakan niatanku yang tadinya ingin memberikan Aris kesempatan untuk mulai mendekatiku lagi.
Aku sungguh merasa bersalah terhadap Ryan. Aku terus berusaha menghubunginya, tetapi tetap tidak berhasil.. hingga akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi Heru.
Menurut Heru Ryan tidak ada dikantornya. Tidak ada pekerjaan atau hal yang ditugaskan Heru untuk Ryan mengerjakannya, seperti yang Ryan ceritakan tadi ketika di klinik. Heru juga mengatakan Ryan tidak memintanya untuk mengurus kelengkapan dokumen pernikahan kami saat itu. Terakhir kali Ryan menghubungi Heru untuk menanyakan keberadaan Roy. Heru bilang, saat itu Ryan mencemaskan keberadaanku yang tiba-tiba mematikan ponselku dan tidak bisa dihubungi. Dia mengira Roy kembali berbuat ulah. Oleh karena itu, Ryan menyuruh Heru untuk memeriksakan keberadaan Roy yang ternyata masih berada didalam sel tahanannya.
Mendengar penjelasan dari Heru tadi semakin membuatku merasa bersalah pada Ryan. Aku telah tega berbuat seperti itu padanya. Aku tega membohonginya, bahkan mengkhianatinya dengan pergi mengunjungi Aris di apartemen.
"Mas Ryan maafin aku.." ucapku tiba-tiba bersedih sambil mengeluarkan air mata
Masih dalam keadaan menangis, aku kemudian menghubungi Shina untuk menanyakan keberadaan Ryan disana. Apa mungkin Ryan yang kecewa padaku lalu kembali mendekati Shina. Namun, ketika aku menghubungi Shina.. aku terkejut. Lucy mengatakan bahwa Shina, dia telah melakukan upaya percobaan bunuh diri dengan meminum semua obat penenangnya itu. Lucy bahkan menyuruhku untuk menyampaikan hal ini pada Ryan.. karena sedari tadi dia menghubungi handphonenya, tapi Ryan tidak mau menjawab panggilannya.