Chereads / My New Neighbour / Chapter 241 - Kecemasan Ryan

Chapter 241 - Kecemasan Ryan

"Jangan pergi!" ucap Aris

Saat itu aku tidak tahu, apakah maksud dari perkataannya itu ditujukan padaku atau Shina karena sebelumnya aku melihat seperti dia menekan tombol jawab diponselnya.

"Tetaplah disini dan jangan pergi.." ucapnya kembali

Saat itu aku berusaha untuk melepaskan tanganku darinya. Namun disisi lain, Aris terus menahanku dengan mempererat genggaman tangannya yang memegangiku.

"Shina.. ada sesuatu yang penting yang ingin kubicarakan denganmu nanti, tapi sebelum itu apa Ryan ada disana?" tanyanya yang membuatku terkejut

Tidak sampai disitu, Aris kembali berkata

"Bisa kau berikan teleponnya pada Ryan sekarang? Ada yang ingin kubicarakan dengannya.."

Saat itu aku benar-benar panik. Apa maksud Aris ingin berbicara dengan Ryan. Apa dia ingin mengatakan saat ini aku sedang berada di apartemen berdua dengannya.

Aris.. aku tidak tahu apa yang merasukinya. Sungguh dia telah berubah menjadi sosok Aris yang berbeda seperti yang kukenal dulu.

Aku masih berusaha melepaskan tanganku itu darinya, tetapi tetap tidak berhasil, hingga ketika aku mulai mendengar Aris memanggil nama Ryan lagi ditelpon (mulai berbicara dengan Ryan), aku pun langsung menamparnya.

*Plaaakk (sebuah tamparan yang mewakili perasaan kecewaku padanya)

"Aku telah membuat keputusan yang salah dengan memilih untuk datang kemari menemuimu. Tadinya aku pikir aku bisa menyelesaikan permasalahan diantara kita (mengenai hati dan rasa bersalahku) dengan melakukan semua ini, tapi nyatanya kau malah semakin membuatku merasa tersudut dengan mengatakan semua hal-hal itu. Aku kecewa padamu Mas Aris.."

Saat itu aku sedih. Aku tidak tahu apakah ini karena perasaan bersalahku pada Ryan (yang telah mengkhianatinya) atau karena perasaan kecewaku pada Aris. Aku terus mengeluarkan air mataku sembari mengiringi langkah kakiku pergi meninggalkan apartemen itu. Akan tetapi, belum sempat aku menggapai pintu depan Aris kembali menghentikan langkahku. Dia tiba-tiba memelukku dari belakang. Tanpa bersuara, dia terus memelukku  bahkan semakin mempererat pelukannya.

Aku masih menangis. Aku juga tidak bisa melepaskan diri darinya, hingga samar-samar aku mulai mendengar suara Aris kembali.

"Tetaplah disini.. Kumohon tetaplah disini, jangan tinggalkan aku..!" ucap Aris dengan suara pelan seperti sedang berbisik

"Aku tidak akan membuatmu merasa tersudut lagi. Aku tidak akan berkata apa-apa lagi. Maafkan aku!"

Saat itu aku merasa Aris seperti mencium belakang rambutku.. karena posisi wajahnya tepat berada di atas kepalaku

"Tidak masalah jika kau memang tidak mempunyai perasaan yang sama denganku, tapi kumohon tetaplah disini Lena.. Jangan pergi!"

Sementara itu, di rumah Lucy

"Bagaimana?" tanya Ryan

"Dia merejectnya.." jawab Shina sambil memaksakan tersenyum pahit

"Lalu, kau akan diam saja seperti ini.. tidak mau menghubunginya lagi?" tanya Ryan sembari memaksa

"Aku rasa aku sudah mendapatkan jawabannya. Aris.. dia memang berniat tidak akan menemuiku lagi."

Saat itu Ryan lalu mengambil paksa handphone Shina dari tangannya dan mencoba menghubungi Aris kembali, namun Shina menolaknya.

"Tidak usah.. Kau tidak perlu ikut campur Ryan. Ini urusan rumah tanggaku dengannya.. "

"Tapi Shina.."

"Kau sebaiknya urus saja urusanmu dengan Lena. Tidak perlu meributkan tentang masalah kami. Aris dan Lena tidak akan pernah bersatu, selama masih ada kau disini. Jadi kau tenang saja, tidak perlu khawatir.."

"Lalu bagaimana dengan hubunganmu dan Aris? Apa kau yakin ingin memilih jalan berpisah?"

"Apapun keputusanku nanti, aku pastikan tidak akan membuat kalian berdua khawatir.."

"Shina.."

"Pergilah.. Lena sudah menunggumu kan? Aku rasa Lena lebih beruntung dariku karena memiliki seseorang yang bisa diandalkan seperti dirimu.."

"Shina.. Aku tahu kau kuat. Kau bisa menghadapi semua ini dengan baik. Rani juga merasa sangat beruntung memiliki Ibu seperti dirimu.."

"Terima kasih.." balas Shina mencoba tersenyum

Saat itu sebelum Ryan pergi meninggalkan kamar itu, dia kembali berbalik dan berkata

"Shina, dirimu itu sangat berharga.. baik untuk dirimu sendiri maupun kedua anakmu itu.. Jadi jangan pernah berpikir untuk berusaha menyakiti atau membunuhnya.. Kalau kau merasa sesuatunya tidak berjalan dengan baik, kapanpun kau membutuhkanku kau bisa menghubungiku.." lalu Ryan pun pergi meninggalkan Shina

Saat itu ketika Ryan baru saja keluar kamar, dia kemudian berpapasan dengan Lucy

"Ryan kau mau kemana?"

"Lucy, aku minta tolong padamu untuk terus mengawasi Shina. Jangan biarkan dia melalukan hal-hal aneh atau kau bisa menyuruh Rani dan bayinya itu untuk tetap berada disisinya untuk mengawasinya.."

"Aku pikir kau akan menginap disini untuk menemani Shina.."

"Lucy, sudah berapa kali aku katakan padamu.. hubunganku dan Shina sudah lama berakhir. Kita tidak akan pernah kembali seperti dulu. Aku telah mencintai orang lain, yaitu istriku Lena. Kalau bukan karena dia yang memaksa dan menyuruhku kemari tadi, aku juga tidak akan mengkin menemui Shina lagi, apa kau mengerti?

Saat itu Lucy tidak menjawab Ryan, hanya menatapnya dengan perasaan kecewa. Dan ketika Ryan beranjak pergi meninggalkannya,

"Lena sudah pergi meninggalkanmu. Dia bilang ada urusan penting yang harus diurus."

"Pergi? Pergi kemana??" tanya Ryan terkejut, seolah tak percaya

"Aku tidak tahu. Dia hanya bilang ada urusan penting, lalu dia memintaku untuk menyampaikannya padamu."

Saat itu juga Ryan lalu mengambil ponselnya dan menghubungiku.

Sementara itu di apartemen Aris, handphoneku berdering. Saat itu aku dan Aris sedang duduk terdiam diruang tengah.. setelah sebelumnya Aris berhasil menenangkanku dan menyuruhku untuk tetap tinggal disana untuk menemaninya.

"Apa itu Ryan? Jangan diangkat!" ucap Aris menyuruhku

Saat itu aku masih bingung dan cemas. Aku masih menatap layar ponselku yang berdering, yang menunjukkan adanya panggilan dari "Sayangku" (Ryan)

Melihat aku yang seperti itu, tiba-tiba Aris mengambil ponselku lalu mereject panggilannya dan kemudian mematikan handphonenya.

"Mas Aris apa yang kau lakukan?" ucapku terkejut melihat ulahnya

"Saat ini aku hanya ingin ketenangan. Aku tidak ingin berurusan lagi dengannya atau berkelahi.."

Lalu Aris tiba-tiba kembali berkata

"Aku lapar.."

"Aku ingin mencari sesuatu yang bisa aku masak didapur. Jika kau tidak keberatan, kau bisa membantuku.. atau kalau kau tidak mau, kau juga bisa berdiam diri disini sambil menungguku, tapi kumohon jangan pergi dari sini.."

"Aku masih ingin bersamamu disini Lena.. hanya hari ini saja, sampai batas hari ini berakhir. Kau.. tidak keberatan kan untuk menemaniku seharian disini?"

Melihat ekspresinya saat itu, membuatku tidak tega untuk menolaknya. Aku pun kemudian mengangguk menyetujuinya.

"Syukurlah.." ucap Aris tersenyum senang. Lalu dia pun menuju kedapur dan aku turut mengikutinya dibelakang.

Sementara itu Ryan, dia terkejut melihat aku mereject panggilan darinya. Dia kembali menghubungiku, akan tetapi ponselku itu tiba-tiba mati. Dalam keadaan panik, dia segera membuka aplikasi pelacak diponselnya untuk mencari tahu keberadaanku.

"Apartemen?" ucap Ryan bingung sambil mengernyitkan keningnya

"Untuk apa Lena ke apartemen? Apa terjadi sesuatu dengan Oka disana?" pikir Ryan khawatir

Dengan segera dia pun lalu melajukan mobilnya menuju apartemen. Dalam keadaan mengemudi, terlihat Ryan menghubungi Oka, tapi ternyata Oka sedang tidak bersama denganku.

Pikiran cemas dan gelisah kembali menghantuinya. Dia khawatir terjadi sesuatu yang buruk denganku disana. Saat itu pikirannya lalu mengarah pada Roy. Dia pun kemudian menghubungi Heru untuk mencari tahu keberadaan Roy saat ini, apakah sudah keluar dari tahanannya, ternyata belum. Dan itu sedikit membuat pikirannya tenang.

Akhirnya mobil yang dikendarai Ryan tiba diapartemen, dengan segera dia pun lalu masuk ke dalam unit kami. Ryan terus meneriakkan namaku sembari memeriksa ke setiap sudut ruangan. Aku juga ternyata tidak ada disana.

Ryan kembali membuka aplikasi diponselnya untuk mastikan keberadaanku sekali lagi, ternyata masih sama. Posisiku masih tidak berubah, masih tetap berada di apartemen. Lalu Ryan keluar untuk mencariku disekitar sana, di lobby, kolam renang, ruang gym, dan beberapa cafe, dan fasilitas yang ada disekitaran apartemen, termasuk joymart, tapi hasilnya nihil. Semua tempat sudah hampir dia datangi, tetapi dia masih belum bisa menemukan keberadaanku.

"Sayang kamu dimana?" ucap Ryan panik

Ryan merasa bersalah. Saat itu pikirannya kembali pada saat pertengkaran terakhir kami dimobil waktu itu. Aku yang memaksanya untuk menemui Shina, tetapi dia mengartikannya sebagai upayaku untuk mendekatkan kembali dirinya dengan Shina.

Apa mungkin Lena tersinggung dan marah atas sikapku waktu itu, pikir Ryan cemas.

Dia kembali mengambil ponselnya dan menghubungiku, tetapi handphoneku itu masih mati. Akhirnya, Ryan yang putus asa memutuskan untuk kembali menuju unit kami. Didalam lift dia berpapasan dengan salah seorang driver ojol yang hendak mengantarkan pesanan makanan ke salah satu unit apartemen.

Saat itu aku tidak tahu kalau driver yang mengantarkan pesanan makananku dan Aris berbarengan dengan Ryan diluar sana, hingga ketika driver tersebut mengebel unit Aris dan Aris membukakan pintu, hal itu terlihat oleh Ryan disana, yang sedang berjalan di lorong apartemen.

"Aris..?" ucap Ryan tak menyangka bahwa Aris masih tetap tinggal diunitnya itu

Setahu Ryan apartment Aris ini hendak dijual atau dikontrakkan dan Aris sendiri sudah pindah kekediamannya yang baru bersama dengan Shina dan Rani.

Untuk sesaat, pikiran Ryan bergemuruh.

"Tidak.. tidak mungkin Lena ada disana. Untuk apa dia datang menemui Aris disini? Ini hanya prasangka burukku saja.."

Ryan tiba-tiba memperlambat langkah kakinya menuju unit Aris. Ada perasaan takut dan cemas.. kalau-kalau apa yang diprasangkanya itu benar-benar terjadi.

Dan setibanya di depan unit itu, Ryan kemudian membunyikan belnya.

*Ting Tong.. Ting Tong.. (bunyi bel pintu apartemen Aris berdering)

Sementara didalam apartemen, ketika Aris hendak berjalan kembali menuju pintu

"Biar aku saja Mas Aris. Mungkin itu driver ojolnya tadi kelupaan sesuatu.." ucapku menawarkan

Begitu aku membukakan pintu, aku terkejut mendapati Ryan berdiri disana (dihadapanku).