Aku melihat Mama pergi meninggalkan Ryan dan Shina begitu saja dalam keadaan sedih dan kecewa. Seketika itu, aku pun menghampiri Ryan.
"Mas.." sapaku tidak senang
"Apa Mas tahu apa yang baru saja Mas lakukan?"
"Tidak seharusnya Mas bersikap seperti tadi pada Mama.. Cepat susul Mama dan minta maaf.."
Saat itu Ryan seperti terkejut melihat kedatanganku dan mendengar ucapanku itu. Namun dia hanya terdiam. Sementara Shina,
"Sudah seharusnya dia meminta maaf. Semua masalah yang terjadi diantara kita bersumber padanya. Kalau bukan karena ulahnya waktu itu (yang berusaha memisahkanku dan Ryan), ini semua tidak akan terjadi.."
"Shina.. aku tahu. Kau pihak yang paling menderita disini, tapi tidak bisakah kau mencoba memahami perasaan Mama? Aku yakin Mama punya alasan tersendiri kenapa dia saat itu begitu menentang hubunganmu dengan Ryan.."
"Alasan katamu? Coba jelaskan alasan apa yang membuatku pantas mendapatkan semua perlakuan itu? Ditinggalkan saat aku tangah hamil.. Bagaimana aku harus bergantung pada alkohol dan semua obat-obatanku itu.. Bahkan, katika aku berjuang melahirkan bayiku sendiri.. dengan mudahnya dia mengatakan itu semua padaku tanpa pernah merasa bersalah sedikitpun.."
"Tapi kau telah memiliki Rani sekarang. Kau juga telah menganggapnya sebagai anak kandungmu sendiri.. Rani telah menggantikan posisi anakmu (yang meninggal) itu.."
Shina terlihat sedih sambil menatapku. Dia terus menitikkan air matanya. Ryan yang melihatnya pun kembali merasa iba.
"Shina.." ucap Ryan kembali sambil berusaha menyentuhnya
"Jangan sentuh aku..!!" teriak Shina menghempas tangan Ryan kasar
"Shina, maafkan aku.. Atas nama Mama, aku juga minta maaf.. Aku minta maaf karena telah menyembunyikan ini semuanya darimu" ucap Ryan kembali
Tanpa mempedulikannya, Shina pergi berlalu. Dan Ryan pun kembali mengejarnya.
"Shina.." ucap Ryan
"Mas..!" aku menarik lengan Ryan, berusaha menghentikannya
"Sudah Mas tidak usah dikejar.. Biarkan saja Shina pergi. Biarkan dia
mencoba menerima semua keadaan ini.. Berikan dia waktu untuk sendiri.."
"Tapi Sayang.. Bagaimana kalau nanti dia berbuat hal-hal aneh atau bunuh diri. Kondisi mental Shina sangat lemah.. Aku takut dia berbuat hal yang macam-macam.."
Entah kenapa mendengar Ryan berkata seperti itu membuatku cemburu. Ryan merasa khawatir pada Shina. Apa Ryan masih memiliki perasaan padanya?
Belum sempat aku berkata-kata, Ryan sudah pergi meninggalkanku dan kembali mengejarnya. Aku merasa waktu seperti berhenti sesaat. Perasaanku linglung. Aku merasa kecewa pada sikap Ryan yang memilih menolak keinginanku untuk tidak pergi mengejar Shina. Bagaimana dia bisa mengabaikanku seperti ini? Belum lagi ulahnya saat itu ketika dia meminta Mama untuk meminta maaf pada Shina sampai Mama mau menuruti keinginannya. Aku merasa tidak senang. Ryan.. Mungkinkah perasaannya telah berubah?
Saat itu aku memilih untuk langsung pulang menuju rumahku menggunakan taksi. Sepanjang perjalanan aku terus memikirkannya.. kejadian di hari ini, perasaan Ryan yang mungkin sudah kembali berpaling pada Shina, juga ucapan terakhir Mama yang masih menyangsikan perasaan cintaku pada anaknya Ryan. Menurut Mama, aku masih mencintai Aris. Apakah mungkin seperti itu? Aku terus melamun sepanjang perjalanan, sampai aku tidak sadar taksi yang mengantarkanku sudah tiba didepan rumah. Aku terus melamun sambil menatap cincin yang melingkar dijari manisku itu.
Seperti roller coaster.. Bagaimana pada saat pagi tadi Ryan datang kemari memaksaku untuk bertemu dengan Mama (membahas mengenai niatan kami untuk rujuk kembali), namun tiba-tiba siang harinya dia pergi begitu saja meninggalkanku sendirian untuk mengejar Shina.
Tanpa sadar aku melepaskan cincin itu dari tanganku. Aku menaruhnya diatas meja sambil masih terus menatapnya. Sebenarnya saat itu aku cemas menunggu kabar dari Ryan. Aku berharap Ryan segera menghubungiku untuk menceritakan semuanya.
Sementara itu di rumah sakit, Aris dikejutkan oleh kedatangan Arsy dan suster yang mengasuhnya.
"Ibu mana?" tanya Aris pada suster yang menggendong Arsy
"Ibu bilang dia ada sedikit urusan Pak. Saya disuruh membawa Arsy kemari.."
Tanpa menunggu lama, Aris lalu menghubungi Shina tetapi tidak dijawab. Dia terus menghubungi Shina, tetapi Shina tetap tidak mau menjawab panggilannya.
"Apa semua baik-baik saja?" tanya Aris kembali pada suster tersebut
"Tadi ibu pergi kemana dan menemui siapa?"
Suster tersebut terlihat kebingungan.
"Tidak apa-apa.. Ceritakan semuanya padaku." ucap Aris kembali
"Maaf Pak, bukannya saya tidak mau cerita.. tapi Ibu mengancam akan memecat saya jika saya menceritakan ini semua ke bapak.."
Mendengar jawaban seperti itu semakin membuat Aris khawatir. Dia terus mendesak suster tersebut untuk membuka suara agar mau menceritakan semua kejadian itu padanya. Dan setelah suster itu menceritakannya, saat itu juga Aris lalu menghubungi Ryan.
Sama seperti Shina, Ryan juga tidak menjawab panggilannya. Aris yang terus merasa khawatir masih mencoba beberapa kali untuk menghubungi mereka berdua (Ryan dan juga Shina) secara bergantian, tetapi mereka berdua masih tetap tidak mau menjawab panggilannya. Aris yang putus asa, kemudian mencoba menghubungiku.
"Lena.." sapanya begitu aku menjawab panggilan telepon
"Mas Aris?" ucapku bingung, terkejut
"Apa kau sedang bersama Ryan sekarang ?" tanyanya kembali
Belum sempat aku menjawab, Aris yang panik kembali berkata.
"Shina.. sesuatu telah terjadi padanya. Aku tidak bisa menghubunginya. Baik dia maupun Ryan.."
Saat itu aku terkejut. Bukannya Aris mengalami amnesia. Apa ingatannya sudah kembali pulih?
"Lena..?" sapanya kembali membuyarkan lamunanku
"Ah, iya Mas Aris.. Maaf. Aku tahu apa yang terjadi pada Shina.."
"Sebelumnya aku sempat bertemu dengannya direstoran, saat aku hendak makan siang dengan Ryan. Dia ada disana bersama Mama.. Maksudku Bu Pratomo, Mamanya Ryan.."
"Aku tahu, suster telah menceritakan semua kejadiannya padaku.. Pertengkaran antara Bu Tomo dan Shina. Aku merasa sangat khawatir. Aku takut dia akan berbuat hal yang nekat yang akan membahayakan dirinya.."
"Mas Aris tidak perlu khawatir. Untuk berjaga-jaga supaya Shina tidak melakukan hal itu Mas Ryan pergi mengikutinya.."
"Ryan.. ?"
"Iya." jawabku
"Apa Ryan sudah menghubungimu? Mereka ada dimana sekarang?"
"Aku tidak tahu.."
"Lena tolong hubungi Ryan dan tanyakan keberadaan Shina sekarang. Sementara aku menghubungi Shina disini, kau tolong hubungi Ryan ya? Kabari aku secepatnya.." dan Aris pun langsung mematikan teleponnya
Menghubungi Mas Ryan? pikirku saat itu ragu. Sebenarnya aku ingin Mas Ryan yang menghubungiku lebih dulu dan menceritakan semuanya, tapi.. Setelah menimbang beberapa saat, akhirnya aku memutuskan untuk menghubunginya.
Sama seperti Aris tadi, Ryan tidak menjawab panggilannya. Beberapa saat kucoba, bahkan kini teleponnya telah mati. Aku tidak bisa menghubunginya kembali. Aku putus asa. Aku merasa frustasi dan kecewa. Kenapa handphonenya mati? Apa mungkin karena baterainya habis? Atau jangan-jangan..
Aku kembali membuka handphoneku dan menghubungi Oka saat itu. Aku menanyakan padanya apakah Shina datang kesekolahnya untuk menemui Rani.. karena mungkin saja dia akan menemui Rani dan melakukan tes ulang untuk membuktikan sendiri apakah Rani benar-benar anak kandungnya atau bukan, tapi ternyata Shina tidak berada disana. Menurut Oka, Rani saat ini sedang mengikuti pelajaran olahraganya. Aku kembali bingung.
Bagaimana caranya aku mengetahui keberadaan mereka berdua, aku tidak bisa menghubungi Mas Ryan sama sekali..
Akhirnya, saat itu aku memutuskan untuk menghubungi Shina. Betapa terkejutnya aku, karena begitu aku menghubungi Shina ternyata Mas Ryan yang menjawab panggilannya
"Halo?" sapanya dari balik telepon