Hari itu Shina sangat terluka. Hatinya kecewa. Perasaannya seperti tercabik-cabik.. mengetahui bahwa anak yang selama ini diakui sebagai darah dagingnya Rani ternyata bukanlah anak kandungnya. Bahkan, yang lebih mengejutkan lagi saat dia mengetahui fakta bahwa buah hatinya telah pergi sesaat setelah dia melahirkannya ke dunia.
Dirinya merasa terkhianati dan kecewa. Bagaimana bisa semua orang terdekatnya membohonginya. Kalau Ryan.. mungkin dia masih bisa memahami kondisinya karena dia telah melabeli Ryan sebagai "pria brengsek" dari masa lalunya. Wajar jika Ryan menyembunyikan hal ini. Mungkin untuk menutupi semua rasa bersalahnya padanya. Akan tetapi, bagaimana dengan Lucy.. seseorang yang telah dianggap sebagai keluarga terdekatnya, layaknya kakaknya sendiri.
Sebenarnya saat itu, Shina mau menemui Mama untuk membuktikan padanya bahwa kini dirinya telah benar-benar terlpas dari Ryan. Dia sengaja membawa Arsy saat itu untuk menunjukkan bahwa kini dia telah memiliki kehidupannya sendiri dan bahagia bersama Aris, Rani, dan juga Arsy. Tapi kenyataannya malah seperti ini. Dia begitu sedih.
Alasan kenapa saat itu dia melakukan hal itu pada Mama (menyiramkan air ke wajahnya) karena dirinya merasa sudah tidak dapat lagi menahan emosinya. Bukannya meminta maaf atau merasa bersalah akan perbuatan anaknya Ryan, Mama malah berusaha mengusik keluarga barunya dengan menanyakan hubungan suaminya Aris denganku (hanya karena Ryan ingin rujuk kembali denganku). Bahkan hal itu dilakukannya setelah dia memberitahukan padanya bahwa Rani bukanlah anak kandungnya. Dimana hati nuraninya, pikir Shina saat itu emosi. Mama seolah cuek bahkan ketika dia dengan mudahnya mengatakan cucunya telah meninggal dunia padanya, pikir Shina kesal saat itu.
Sementara didalam restoran, aku kemudian menghampiri Mama setelah Shina dan Ryan pergi.
"Ma.." sapaku sambil berusaha untuk memeluknya
Dengan cepat tangan Mama menghalauku. Seolah tidak menginginkan aku menyentuh tubuhnya.
"Kau sudah lihat sendiri kan? Ryan masih peduli padanya. Bahkan dia kembali meninggalkanmu disini untuk pergi mengejarnya.." ucap Mama padaku
"Kalau kau mengerti situasinya, lebih baik pikirkan kembali masalah hubungan kalian (yang ingin kembali rujuk).."
"Masalah seperti ini akan kembali terjadi pada kehidupan kalian dimasa depan.. Tidak hanya sekali atau dua kali.. bahkan mungkin lebih dari puluhan kali.."
"Bukannya aku berusaha menentangmu untuk kembali bersama dengan Ryan. Aku hanya tidak mau hubungan yang sekarang sudah ada akan menjadi lebih buruk dengan adanya masalah-masalah seperti tadi.."
Saat itu aku terdiam. Aku hanya tidak menyangka Mama akan mengatakan semua hal itu padaku. Kenapa Mama seolah tidak menginginkan aku untuk kembali pada Ryan? Dan yang membuatku begitu sedih saat itu, Mama mengganti kata ganti dirinya dengan aku. Tidak lagi menyebut dirinya sebagai Mama didepanku. Apa hubungan kita sudah sejauh dan seasing itu..
"Kalau kau mengerti maksudku lebih baik persiapkan dirimu dengan baik (untuk menjauhi Ryan).. sebab tidak mungkin aku yang menyuruhnya (Ryan) mundur.."
Setelah mengatakannya, Mama pun lalu pergi meninggalkanku. Sementara aku masih membeku terdiam ditempatku.. memikirkan semua perkataannya tadi, hingga beberapa detik kemudian.. aku tersadar, aku kembali mengejarnya.
"Ma.." ucapku sambil mencoba mendekatinya
"Lena percaya sama Mas Ryan. Semua ini hanya masalah waktu. Lena mengerti bagaimana perasaan Shina, juga perasaan bersalah Mas Ryan padanya.. Lena percaya tidak akan terjadi apa-apa antara Mas Ryan dan Shina.."
"Waktu..? Ya, kau benar. Mungkin kau bisa menahannya saat ini.. Lalu bagaimana dengan Ryan? Apa Ryan bisa menahan diri saat melihat dirimu terlibat sesuatu dengan Aris?"
"Menurutmu apa Ryan bisa sesabar dirimu dalam menghadapi situasinya yang mungkin terjadi dimasa depan.. disaat kalian sudah membina hubungan ini kembali lagi dari awal?"
Aku kembali terdiam mendengar semua ucapan Mama. Kemudian Mama yang melihatku pun kembali mendekatiku
"Lena.. kau punya hidupmu sendiri. Masa depanmu.. Begitu pun dengan Ryan. Mama hanya tidak ingin Ryan terluka nantinya dan menyia-nyakan hidupnya hanya untuk bisa terus bersama denganmu.." kali ini Mama mulai berbicara denganku dengan nada normal, seperti biasanya.
"Mama masih belum mempercayaimu 100% bahwa kau memang benar-benar mencintai Ryan dan telah menghilangkan Aris seutuhnya dari hatimu itu.."
Seperti anak panah yang tepat mengenai sasaran, kata-kata Mama tadi seolah tepat mengenai hatiku. Aku merasa benar-benar tersindir.
"Lihat.. Bahkan ketika aku mengatakan itu semua padamu, kau tidak berupaya langsung untuk membantahnya Lena.."
"Ma.. Lena gak.."
"Sampai kau benar-benar membuktikan padaku bahwa kau telah mencintai Ryan.. hanya Ryan satu-satunya orang yang ada di hatimu, aku akan menerimamu kembali sebagai menantuku.."
Saat itu aku bingung, bagaimana caranya aku membuktikannya pada Mama?
Sementara di area parkir restoran, Ryan yang sedang mengejar Shina,
"Shina.. Shina.." Ryan berusaha berlari sambil menghentikan Shina
"Aku minta maaf Shina.." akhirnya Ryan berhasil menggapai tangannya
Dengan kasar Shina menghempas tangan Ryan yang menyentuhnya tadi, tetapi Ryan tetap tidak menyerah. Ryan berupaya membalikkan posisi badan Shina saat itu untuk menghadap ke arahnya.
"Aku tahu aku telah berbuat sesuatu yang benar-benar buruk padamu. Maafkan aku.. Aku menyesal.."
"Aku menyesal telah meninggalkanmu waktu itu.. Aku tidak tahu kalau saat itu kau dalam kondisi hamil.. Juga mengenai (kamatian) anak kita.." kali ini Ryan telah berhasil mengarahkan tubuh Shina untuk menghadap ke arahnya
"Aku tahu dosaku padamu begitu besar Shina.. Bahkan, jika kau mau menamparku berkali-kali pun mungkin tidak bisa mengembalikan semua keadaannya.."
Saat itu Ryan tiba-tiba berlutut dihadapan Shina. Sementara Shina, dia masih menundukkan kepalanya sambil masih menangis, tidak mau menatap Ryan sama sekali.
Aku tiba-tiba keluar dari dalam restoran bersama Mama dan melihat Ryan yang sedang berlutut dihadapan Shina. Jujur, aku merasa cemburu. Meskipun aku memahami situasinya, tetapi aku tidak senang melihat Ryan berlutut seperti itu untuk memohon permohonan maaf pada Shina. Kenapa dia harus berlutut segala pada Shina, pikirku dalam hati tidak senang. Sementara Mama, berbeda denganku yang hanya bisa manahannya didalam hati.. saat itu juga Mama langsung pergi menghampiri Ryan.
"Ryan..??!" ucap Mama membentak marah
"Apa yang kau lakukan? Cepat bangun..!" ucap Mama kembali sambil manarik tangannya untuk bangun
"Ryan gak bisa Ma.. Sampai Shina benar-benar mau memaafkan Ryan, Ryan akan tetap terus berlutut seperti ini."
"Ryan !!!" Mama kembali marah sambil menyuruhnya bangun
Karena tidak ada respon dari Ryan, kemudian Mama kembali berkata pada Shina
"Hei, kau perempuan yang tidak tahu diri.. Kau yang bilang padaku bahwa aku tidak mempunyai hati, lalu bagaimana denganmu?"
"Cepat suruh Ryan bangun.. Apa belum cukup semua pengorbanan yang dia lakukan selama ini untukmu, hah?"
Shina yang mendengar perkataan Mama, kemudian segera menyeka air matanya. Dia kembali tersenyum sinis sambil berkata pada Mama,
"Hanya melihatnya berlutut seperti ini dihadapanku saja kau sudah merasa emosional seperti ini. Bagaimana jika keadaannya dibalik dan Ryan yang harus mati menggantikan nyawa putriku itu.."
Mama tiba-tiba saja melayangkan tangannya pada Shina, berniat untuk menamparnya. Namun tiba-tiba Ryan kembali menghalanginya.
"Ryan..??" ucap Mama kecewa karena anaknya lebih memilih untuk membela Shina
"Ma.. jangan menyakitinya lagi. Sudah cukup selama ini dia menahan penderitaannya sendiri.."
"Ryan.. Kamu.." Mama masih tidak percaya bahwa putra kesayangannya itu lebih memilih berpihak pada musuhnya
"Ryan mau Mama minta maaf sama Shina.. Semua masalah ini juga terjadi karena Mama kan.. Karena Mama yang menentang hubungan kami dan berupaya untuk memisahkan kami waktu itu.."
Mama masih menatap kecewa pada Ryan.
"Ma.. Ryan mohon.." ucap Ryan kembali memohon sungguh-sungguh
Lalu sesaat kemudian,
"Maaf.." ucap Mama dingin dan Mama pun langsung pergi meninggalkan Ryan dan Shina