Pagi hari itu Ryan sangat bersemangat. Bahkan jam belum menunjukkan pukul 6 pagi, dia sudah berada didepan pintu rumahku. Saat itu,
"Mas Ryan.." ucapku heran ketika membukakan pintu
Ryan terlihat mengembangkan senyumannya. Lalu dia tiba-tiba memelukku.. membuatku sedikit terkejut.
"Mama akhirnya merestui kita. Aku seneng banget Sayang.." ucapnya senang
"Kamu hari ini batalin semua kerjaan kamu.. atau serahin aja semua sama pegawai-pegawai kamu itu. Kamu ikut aku sekarang. Kita ketemu Mama.." ajak Ryan tiba-tiba ketika dia melepaskan pelukannya
"Tapi Mas.."
"Gak ada tapi-tapian.." bantahnya sambil dia manarik tanganku
"Mas.. Mas.. Mas gak bisa kayak gini Mas.." tolakku sambil menarik tanganku darinya
"Aku gak bisa ninggalin semua kerjaan aku ke mereka. Itu lepas tanggung jawab namanya.."
"Tapi Sayang, Mama mau ketemu kamu hari ini. Aku udah janji buat bawa kamu kerumah nemuin Mama.."
"Ya gak harus pagi-pagi kayak gini juga kan. Ini masih baru jam 6 pagi. Masih banyak hal yang harus aku lakuin sampai siang nanti.."
"Tapi Sayang.."
Saat itu aku sudah meninggalkan Ryan untuk masuk ke dalam rumah.
"Sayang.." panggil Ryan kembali mengekoriku
"Nanti.. Setelah aku selesai mengantarkan cateringku, aku akan ikut Mas pergi buat nemuin Mama.."
"Tapi Sayang.."
Aku kembali berbalik, lalu menatap Ryan dengan ekspresi kesal sambil melotot ke arahnya. Ryan yang menyadari situasinya pun kemudian,
"Baiklah.. Kamu bisa lakuin kerjaan kamu dulu sampai semuanya beres, tapi sebagai gantinya.. aku juga akan nemenin kamu seharian ini sambil kamu ngerjain semua kerjaan kamu itu" ucapnya
"Siapa yang tahu nanti kamu bakal kabur-kaburan lagi atau cari-cari alesan lain buat menghindar.." ucap Ryan menambahkan
Tanpa merespon atau menjawabnya, aku pun pergi meninggalkan Ryan. Benar saja.. hampir seharian itu Ryan terus mengikutiku (berada disampingku). Layaknya seorang asisten, dia terus membantuku melakukan hal-hal kecil, seperti saat aku sedang memasak atau saat melakukan packing makanan. Dia terus melakukan tugasnya tanpa pernah sekalipun berbicara atau berkomentar. Mungkin dia tidak ingin membuatku tambah marah, karena seharian itu aku terus saja memasang tampang jutekku itu padanya. Sampai suatu saat, ketika aku melihatnya begitu serius membantu para pegawaiku membungkus makanan-makanan itu kedalam kotak, aku tiba-tiba merasa sangat tersentuh.. Maksudku, seorang Ryan dengan penampilan kerennya layaknya bos itu.. mau membantuku melakukan hal ini didapur. Aku terus saja memandanginya, hingga membuatnya tersadar dan berkomentar
"Akunya jangan diliatin mulu dong, nanti gak konsen kerjanya.."
"Daripada kamu ngeliatin aku kayak gitu, mending kamu bantuin mijit-mijit bahu aku Sayang.. atau kasih aku ciuman.. Aku pasti bakalan tambah semangat lagi nanti kerjanya.." ucap Ryan menggoda yang membuatku malu karena disaksikan oleh semua pegawaiku disana.
Mereka bahkan sempat meledek kami. Sedangkan Ryan, tidak mempedulikan rasa maluku, dia malah terlihat begitu senang.
Beberapa saat kemudian, setelah semua makanan telah dimasukkan ke dalam mobil pengantar,
"Upahnya..?" ucap Ryan sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah pipi.. memintaku untuk menciumnya sebagai upah atas bayarannya yang telah membantuku bekerja sebagai asisten.
Mau tak mau aku pun mencium pipinya. Namun, tidak berhenti sampai disitu, Ryan kembali menyodorkan pipi sebelah kanannya kembali. Dan ketika aku hendak menciumnya, Ryan tiba-tiba memutar kepalanya dan langsung mengecup singkat bibirku. Aku kembali terkejut dan malu. Namun disisi lain, Ryan terlihat menikmatinya karena telah berhasil mengerjaiku seharian itu.
Ditempat lain di Rumah Sakit, saat itu Shina baru saja mengakhiri panggilan teleponnya dengan Bu Tomo. Dia kemudian masuk ke dalam ruangan Aris.
"Aris, aku minta izin.. aku mau pergi keluar sebentar menemui seseorang.."
"Kau tidak keberatan kan kalau aku tinggal?" tanya Shina
"Menemui siapa?"
"Seseorang.." jawabnya kembali
"Tenang saja, dia hanyalah seorang perempuan tua yang sangat menyebalkan.. Kau tidak perlu merasa khawatir." ucap Shina menambahkan
Saat itu Aris terlihat penasaran. Namun dia berhasil menekan rasa keingintahuannya itu dengan tidak menanyakan hal tersebut langsung kepada Shina. Setidaknya, sampai Shina sendiri yang mau menceritakan hal itu nanti padanya.
"Apa semua baik-baik saja?" tanya Aris
"Iya.." jawab Shina memaksakan tersenyum
"Aku akan membawa Arsy juga bersamaku.."
"Baiklah.." balas Aris
Lalu tiba-tiba terdengar bunyi suara nortifikasi di handphone Shina. Bu Tomo sudah mengirimkan detail lokasi tempat mereka bertemu nanti.
"Kalau begitu aku pamit.." ucap Shina sambil mengecup singkat pipi Aris
"Hati-hati.. Kabari aku kalau membutuhkan apapun.."
"Tenang saja, kali ini aku tidak akan pingsan.." ledek Shina
"Maksudku Arsy, bukan dirimu.." balas Aris
"Cihh.." Shina mendengus sebel, lalu dia pun tersenyum dan pergi meninggalkan Aris sambil menggendong Arsy ditangannya.
Saat itu ketika Shina tiba direstoran, Mama ternyata sudah menunggunya disana. Mama kemudian mempersilahkannya duduk.
Tatapan Mama lalu mengarah kepada sosok bayi yang saat itu digendong oleh suster pengasuh.
"Anakmu dan Aris?" tanyanya sambil memperhatikan Arsy
Namun Shina memilih untuk tidak menjawabnya.
"Katakan ada urusan apa seorang Nyonya Pratomo yang begitu terhormat ingin menemuiku disini?" tanya Shina sinis
"Ini bukan masalah hubunganmu dengan Ryan.."
"Lalu?" tanya Shina
"Ah, ngomong-ngomong masalah Ryan.. aku ingin meluruskan sesuatu disini.."
Mama kemudian menyerahkan surat Rumah Sakit yang berisi hasil tes DNA Rani.
"Ii.. ini.." ucapnya Shina terkejut, tak percaya
"Tidak.. Ryan pasti telah membayar seseorang untuk mengaturnya.."
"Terserah padamu mau percaya atau tidak. Kau bisa lakukan tes ulang kembali dengan anak itu jika kau mau.." jawab Mama
"Tidak..! tidak mungkin.. Ini pasti salah.." ucap Shina masih tidak mempercayainya
Aku tidak tahu ini suatu takdir atau kebetulan, tetapi pada saat itu ternyata aku dan Mas Ryan juga datang untuk makan siang bersama di restoran itu.
"Itu Mama kan?" tanyaku pada Ryan
Ryan terkejut melihat Mamanya ada disana bersama Shina. Dia pun lalu berniat menghampiri mereka, tetapi berhasil aku tahan.
"Sudah Mas.. Biarkan saja. Mungkin ada sesuatu yang ingin mereka bicarakan berdua.."
"Iya, tapi masalah apa?" tanya Ryan gusar
"Siapa yang tahu.. Mungkin berhubungan dengan masa lalumu dan Shina.." jawabku sambil berusaha menyindirnya
"Sayang.." Ryan kembali membujukku karena mengira aku merasa cemburu saat itu.
Lalu kami pun memilih duduk disana (agak jauh dari tempat Mama dan Shina berada). Ryan masih terlihat cemas dan khawatir sambil menatap mereka. Tidak hanya Ryan sebenarnya, tetapi aku juga. Aku begitu penasaran kenapa saat itu wajah Shina begitu tegang. Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan.. pikirku bingung.
"Aku kemari hanya ingin meluruskan masalah ini.. dan juga ingin menanyakan sesuatu mengenai Aris dan Lena.." ucap Mama kembali pada Shina
"Ryan.. dia ingin rujuk kembali bersama Lena. Aku masih meragukannya karena sepertinya sampai saat ini Lena masih memendam perasaannya pada Aris.."
Respon Shina saat itu ketika mendengar semua pernyataan Mama, dia lalu tersenyum sinis. Mama yang menatapnya pun terheran.
"Bagaimana bisa.. didunia ini ada seseorang yang tidak mempunyai hati.." ucap Shina sambil tersenyum dingin
"Kasihan Ryan.. Aku tidak tahu kalau nasibnya begitu buruk mempunyai seorang Ibu sepertimu.."
"Apa kau bilang.. tidak mempunyai hati? Dan kau mengataiku ibu yang buruk bagi Ryan?" ucap Mama tidak senang mengulang perkataan Shina
Shina lalu merobek kertas hasil tes DNA tadi.
"Sepertinya sia-sia aku meluangkan waktu untuk datang kemari.." lalu Shina pun berdiri dan memilih untuk pergi meninggalkan meja itu
"Asal kau tahu, Rani itu bukanlah putri kandungmu.." ucap Mama yang seketika berhasil menghentikan langkah Shina
"Saat kau melahirkan, putrimu itu telah meninggal. Ryan yang memberitahukanku mengenai hal ini.."
"Sebelumnya..saat aku menyelediki masalah Rani, Ryan telah mengetahuinya lebih dulu. Dia memilihmu saat itu.. karena dia tidak ingin melihatmu kembali terpuruk, ketika aku berusaha untuk mengahalangi jalan karirmu sebagai artis.."
"Bisa kau bayangkan bagaimana besar pengorbanan Ryan.. Dia rela menceraikan istri yang sangat dicintainya hanya demi melindungi dirimu.."
Shina yang sudah sangat kesal dan geram mendengar ucapanya kemudian mengambil salah satu minuman yang ada didekat meja pelanggan lain, lalu dengan cepat menyiramkan airnya tepat dihadapan wajah Mama.
Tidak hanya Mama, tetapi juga aku dan Ryan pun ikut terkejut terhadap apa yang dilakukan Shina terhadap Mama saat itu. Bahkan, Ryan kemudian dengan cepat pergi ke meja mereka sambil meneriakinya,
"SHINAA..!!" ucap Ryan marah karena melihat Mamanya dipermalukan ditempat umum seperti ini
"Mama gak apa-apa?" sapa Ryan sambil membersihkan air yang membasahi wajah dan pakaian Mama saat itu
"Kalian Ibu dan anak benar-benar seorang pecundang.. Kesalahan terbesar dalam hidupku adalah bisa bertemu dengan dua orang brengsek seperti kalian.."
"Shina, cepat tarik kata-katamu itu dan minta maaf pada Mama..!"
"Meminta maaf, hah? Bahkan memandangi wajahnya saja membuatku muak.."
"Ryan, sebaiknya kau berhati-hati.. Orang yang kau anggap selama ini sebagai sosok ibu ternyata adalah ular berkepala dua. Didepanmu dia terlihat baik, seolah mendukungmu untuk kembali rujuk bersama Lena, tetapi disisi lain dia berusaha memprovokasiku dengan menanyakan hubungan antara kedekatan Lena dengan Aris.."
Ryan begitu terkejut mendengar ucapan tersebut dari Shina. Kemudian Shina, dia kembali mendekatkan dirinya pada Ryan, hingga sesaat kemudian
*Plakk.. Plakkk.. (Shina menampar keras wajah Ryan dua kali)
"Ini untuk kau yang telah menghancurkan hidupku dan juga untuk kematian putriku.."
"Aku benar-benar bodoh karena telah memilih untuk percaya pada seorang lelaki brengsek sepertimu.."
"Aku pikir kau pria baik, kau mau membantuku dengan tulus untuk memperjuangkan karirku (dari ancaman Mamamu karena merasa bersalah pada hubungan kita dimasa lalu) tetapi ternyata.. lebih dari itu.. semua bunga, hadiah, bahkan perhatian-perhatianmu selama ini padaku.. hanya ingin menutupi kenyataan bahwa kau merasa bersalah atas kematian putri kita.. putriku.. yang bahkan aku sendiri tidak sempat melihat wajahnya ketika dia lahir ke dunia ini.."
Shina terlihat sangat terpukul, dia masih memandang Ryan dengan perasaan benci, amarah, dan kecewa sambil terus menerus meneteskan air matanya.. sehingga membuat amarah Ryan menjadi lenyap seketika dan berubah menjadi perasaan menyesal, iba, dan bersalah yang teramat dalam pada Shina.
"Shina maafkan aku.. Aku.."
"Aku tidak mau melihat kalian berdua lagi muncul dihidupku..!" ucap Shina dingin penuh penekanan
Saat itu aku tiba-tiba muncul dihadapan mereka. Lalu Shina yang melihatku pun merasa benci.. Dia kemudian pergi berlalu meninggalkan kami semua disana sambil menitikkan air matanya.. menahan semua rasa kecewanya dan penderitaannya selama ini.
Disisi lain, Ryan yang melihatnya pun menjadi tidak tega. Dia pun kemudian pergi ikut menyusulnya.