Sesaat setelah Shina memasuki ruangan kamar inap Aris, Aris terlihat melamun.
"Yang habis ketemu mantan.. gimana perasaannya?" ucap Shina menyindir, ketika dia memasuki ruangan
Aris tampak terkejut. Lalu Shina pun menyunggingkan senyum sinis.
"Shina, kita kan sudah membahas soal ini kemarin. Bisakah kita tidak memulainya kembali.." ucap Aris tidak senang
"Selamat ya Aris! Nampaknya pengorbananmu kali ini tidak sia-sia.. Bahkan Ryan pun turut membantunya agar dia bisa bertemu denganmu tadi.."
Shina kemudian berjalan mendekati Aris.. dan begitu wajahnya tepat berada didepan Aris, Shina kembali berkata
"Bahkan seorang rival sudah mengumandangkan bendera putihnya untukmu.. Aku tidak menyangka, kau mempunyai kemampuan seperti ini.."
"Menurutmu.. apa aku juga harus mengangkat bendera putihku untuk Lena?" tanya Shina kembali sambil menatap kedua matanya
Tiba-tiba Aris memegang tangan Shina, mungkin berusaha untuk menenangkannya.
"Shina dengarkan aku.."
Shina kemudian menarik tangannya, tetapi tidak bisa karena Aris terus menahannya.
"Shina, kau itu istriku. Hanya kau yang tahu mengenai isi hati dan perasaanku. Aku tahu ini menyakitkan (bagimu), tapi hanya kau satu-satunya wanita yang mau menerimaku dengan semua kondisiku yang seperti ini (tidak bisa move on dari cinta masa lalunya sampai saat ini).."
"Aku egois.. Mungkin aku termasuk salah satu pria brengsek dalam katagorimu itu, tapi Shina.. tidak bisakah kau tetap disini dan menjadi istriku?"
Saat itu Shina terlihat sedih. Dia terlihat menitikkan air matanya sambil menatap wajah Aris.
"Masalah Lena, aku sudah berupaya keras melupakannya. Tadi aku berpura-pura amnesia agar aku bisa melupakan semua kenangan masa laluku dengannya.."
"Lena juga.. sama sepertiku, dia juga berusaha menghilangkan semua kenangan masa lalu kami. Saat itu dia berkata, dia hanyalah seorang juniorku dikampus dan juga tetanggaku di Apartemen Royal.. tanpa pernah sekalipun dia mengungkit masa lalu kami sebagai pasangan kekasih." terlihat ekspresi kesedihan diwajah Aris saat menceritakan itu semua pada Shina
"Aku paham betul.. sampai kapanpun dia tidak akan pernah mengingat masa lalunya denganku dulu.. karena hatinya telah dimiliki oleh Ryan sepenuhnya.."
Meskipun Aris sudah menjelaskan seperti itu, tetapi hati Shina tetap terluka. Dia juga tahu bahwa sampai kapanpun Aris tidak akan mungkin mencintainya secara utuh, tanpa ada bayang-bayang aku dimasa lalunya. Kemudian dia pun terlihat pasrah.
"Aku tahu kau paling benci jika aku mengucapkan kata maaf untukmu. Oleh karena itu, hari ini aku akan mengganti kata itu menjadi terima kasih.."
Aris kemudian mengecup punggung tangan Shina yang dipeganginya tadi.
"Terima kasih.. karena sejauh ini sudah mau bertahan dengan suami bodoh sepertiku.. Sampai kapanpun, aku akan berusaha menjaga kepercayaan yang telah kau berikan itu dengan tidak berusaha mengecewakanmu.."
"Terima kasih juga karena telah melahirkan seorang putra yang tampan untukku dan telah menjadi ibu dari anak-anakku.. Aku sungguh beruntung memiliki dirimu. Terima kasih Shina..!" lalu Aris pun manarik Shina semakin mendekat dan langsung memeluknya.
Shina terlihat menangis haru dalam dekapannya. Kemudian,
"Kau memang bodoh.." ucapnya menahan tangis sambil memukul tubuh Aris
"Aku pasti sudah benar-benar gila karena mau bertahan sampai sejauh ini dengan suami bodoh seperti dirimu.." ucapnya kembali sambil masih memukul-mukul tubuh Aris
"Ya.. Iya.. Aku memang bodoh. Terima kasih ya, karena sudah mau bertahan sampai sejauh ini denganku.." ucap Aris menjawabnya
"Maafkan aku Shina..!" ucap Aris kembali merasa bersalah didalam hati
Dan Shina pun kemudian membalas pelukan dari Aris tadi.
Sementara ditempat lain, Aku dan Ryan.. saat itu kami sedang dalam perjalanan pulang menuju apartemen dan Ryan yang menyetir.
"Sayang.." ucapnya tiba-tiba memanggilku
"Mengenai susu yang waktu itu aku beliin untuk kamu.. Kamu sudah meminumnya?"
Saat itu aku bingung, Ryan tiba-tiba menanyaiku mengenai susu pemberiannya dulu. Susu itu.. sebenarnya aku benar-benar lupa untuk meminumnya. Mungkin sudah basi didalam kulkas, pikirku merasa bersalah. Akan tetapi, karena takut menyakiti perasaannya, maka aku pun memilih menjawabnya dengan,
"Tentu saja sudah kuminum Mas.. Itu kan sudah lama sekali. Memangnya ada apa? Kenapa Mas tiba-tiba menanyakannya sekarang?"
"Ohh.. nggak apa-apa. Aku cuma penasaran. Kan mereka sudah lama ganti brand baru. Ada beberapa varian tambahan dalam menunya juga. Aku cuma pengen tahu, apa rasanya masih sama kayak yang dulu atau sudah berubah.."
Saat itu aku tidak tahu kalau Ryan berusaha menyembunyikan ekspresi kekecewaannya padaku.. karena mengetahui aku yang berbohong mengenai susu itu dan juga mengenai lamarannya yang gagal.
"Rasanya masih sama kok Mas. Tidak ada yang berubah.. Aku masih suka rasa vanillanya." jawabku masih membohonginya
Ryan, dia hanya memaksakan dirinya tersenyum.. sampai akhirnya mobil yang kami kendarai tiba di apartemen.
Saat itu waktu menunjukkan sekitar pukul dua siang, dimana Oka belum pulang dari sekolahnya. Dan begitu kami masuk, rumah agak sedikit berantakan. Lalu pandanganku mengarah ke arah sofa dimana terdapat botol minuman beralkohol dan juga gelas. Ryan kemudian berlari ke arah sana untuk membereskan botol dan juga gelas tersebut, lalu kemudian meletakkannya di meja dapur. Dia lalu kembali padaku sambil tersenyum.
"Maaf, aku membuat apartemenmu sedikit berantakan Sayang.." ucapnya tiba-tiba
"Tenang saja.. Aku tidak melakukannya didepan Oka kok. Oka sama sekali tidak tahu kalau aku sering meminum minuman itu.." ucap nya kembali merasa bersalah
Aku kemudian pergi kerah dapur, lalu membuang semua isi minuman yang ada didalam botol itu. Ryan pun turut mengekoriku.
"Tidak meminumnya didepan Oka? Lalu bagaimana bisa Oka tidak melihat atau mengetahuinya ketika semua minuman-minuman itu Mas letakkan disana?" ucapku marah
"Maafin aku Sayang.. Aku berani jamin, Oka gak nyentuh atau minum minuman itu sama sekali.." ucap Ryan merasa bersalah
"Anak kita sudah cukup dewasa. Dia sudah cukup pintar mengenali apa yang seharusnya boleh dan tidak boleh dilakukannya.." ucap Ryan kembali menjelaskan
"Apa masih ada yang lain?" tanyaku kembali tidak senang
Lalu Ryan membuka salah satu bilik lemari disana dan memperlihatkan beberapa botol minuman yang masih tersegel (belum terbuka). Aku pun kemudian mengambil semua, lalu memasukkannya ke dalam keranjang sampah. Saat itu Ryan hanya melihat pasrah melihatku membuang semua botol-botol minumannya.
"Sayang.." ucapnya kembali mengekoriku yang pada saat itu langsung pergi meninggalkannya untuk masuk kedalam kamar
"Sayang.. boleh aku masuk?" ucap Ryan sambil mengetuk-ngetuk pintu
Belum sempat aku menjawabnya, Ryan langsung masuk kedalam kamar.
"Aku tahu kamu marah dan kecewa sama aku.. Aku minta maaf.." ucapnya
"Kamu tahu ketika dalam masalah, satu-satunya hal yang bisa menghiburku itu minuman-minumanku itu.. Bahkan sebelum kita menikah, kamu sudah tahu semua kebiasaan-kebiasan burukku itu kan, Sayang?"
"Maaf.." ucapnya kembali karena aku tidak kunjung membalas perkataannya itu
Ryan kemudian berjalan ke arahku. Kali ini dia berdiri tepat didepanku, lalu tiba-tiba
"Saat itu aku stress, saat mengetahui dari Aris apa yang telah menimpamu di hari itu.." Ryan kemudian menghentikan kata-katanya
"Aku merasa bahwa aku telah gagal melindungimu selama ini dan aku.." Ryan kembali menghentikan kata-katanya itu karena melihatku yang tiba-tiba pergi meninggalkannya keluar kamar
"Sayang.." ucapnya kembali sambil pergi menyusulku
Ryan akhirnya berhasil menghentikan langkahku.
"Maafin aku Mas.. sepertinya aku tidak bisa menerimamu kembali.." ucapku tiba-tiba sambil memalingkan wajahku dari tatapan matanya
"Kondisi kita yang sekarang sudah jauh berbeda.. aku tidak seperti dulu lagi. Dan aku juga merasa nyaman dengan kondisi kita yang tetap seperti ini (tetap berpisah dan masih saling menjalin hubungan baik sebagai orang tua bagi Oka).."
"Maafkan aku.." lalu aku pun pergi keluar apartemen meninggalkan Ryan yang tetap membeku ditempatnya seperti patung.
Terkadang.. sesuatu yang kita rencanakan atau bahkan kita harapkan dapat terjadi pada diri kita, pada akhirnya.. tidak akan terjadi seperti apa yang kita inginkan. Disaat itu kita diharuskan untuk memilih, apakah kita akan tetap bertahan pada situasi tersebut atau memilih untuk melangkah maju.. menata kehidupan kita kembali dan meninggalkan semua itu dibelakang.
Saat itu aku memilih keputusan tersebut mungkin sudah dengan pertimbangan matang. Tidak.. lebih tepatnya, saat itu aku memilih untuk menghindar dari masalah.
Aku hanya tidak ingin membuat Ryan kecewa.. atau mungkin diriku sendiri (yang kecewa). Aku tidak ingin mendengar penjelasan lebih jauh mengenai kekecewaan Ryan terhadapku, akibat peristiwa dihari itu (dimana Roy telah melakukan semua tindakan itu padaku). Disamping itu, aku juga merasa tidak enak jika aku menerima Ryan kembali, sedangkan perasaanku terhadap Aris masih tetap sama, tidak pernah berubah seperti dulu..
Bukankah aku munafik? Bahkan saat ini aku berharap Ryan akan segera datang berlari ke arahku dan mengatakan semua itu tidak masalah baginya..
Memang.. kenyataan tidaklah selalu manis seperti apa yang kita harapkan. Dan mungkin aku sedikit menyesali keputusanku saat itu..