Hari demi hari berlalu, tetapi Aris masih juga belum sadarkan diri. Selama ini.. selama aku mengunjungi Ryan di Rumah Sakit, aku masih menyempatkan diri untuk mengintip Aris secara diam-diam tanpa sepengetahuan Shina. Hingga tiba saatnya.. di hari ini, dimana Ryan sudah diperbolehkan untuk pulang dari Rumah Sakit.. Ryan tiba-tiba berkata padaku,
"Sayang, apa kamu mau mengunjungi Aris?"
Aku sungguh terkejut. Ryan tiba-tiba menawarkanku seperti ini. Apa selama ini dia tahu kalau aku secara sembunyi-sembunyi sering mengunjungi Aris disini?
"Tadi aku dengar dari perawat katanya dia sudah sadar dari tadi malam.."
Aku pun segera mendekat ke arahnya.
"Apa itu benar Mas?" tanyaku antusias
Ryan mengangguk.
"Syukurlah..!! Terima kasih Tuhan.. masih memberikannya kesempatan untuk hidup.." ucapku senang, terharu. Aku merasa bahagia, hingga tanpa sadar aku mengeluarkan air mata.
Disisi lain Ryan, mungkin dia mencoba terbiasa melihat ekspresiku saat mengetahui Aris telah sadar dari koma. Aku tidak melihatnya merasa iri, cemburu, atau tidak senang.. seperti dia sudah bisa menebak, aku pasti akan bereaksi seperti sekarang.
Beberapa saat kemudian, Ryan melihat perubahan wajahku yang mendadak jadi cemas.
"Ada apa?" tanyanya
"Apa kamu mau menemui dia sekarang?" tawarnya kembali
"Apa boleh?" balasku
"Tentu saja."
"Tapi aku tidak enak dengan Shina, Mas. Aku yakin dia pasti tidak akan mengizinkanku bertemu dengan Aris.."
"Aku bisa menahan Shina sebentar disini kalau kamu mau.."
"Mas tidak keberatan?" tanyaku kembali memastikan
Ryan tersenyum. Lalu dia menjawab, "Tentu saja."
Saat itu aku merasa aneh. Entahlah.. Ryan, dia bersikap tidak seperti biasanya. Bahkan kali ini dia menawarkanku untuk bisa bertemu Aris. Dia juga bilang bahwa dia yang akan menahan Shina disini agar aku bisa bertemu dengan Aris.
Tak lama dari itu, Ryan pun mengambil ponselnya lalu menghubungi Shina. Setelah beberapa saat, Ryan kemudian memberi isyarat bahwa Shina telah pergi dan aku bisa menemui Aris disana. Tanpa berpikir panjang, aku pun segera pergi menemuinya.
*Flashback
Setelah Heru mengantarkanku pulang ke rumah hari itu, Heru memutuskan untuk kembali ke Rumah Sakit. Sebenarnya ini atas perintah dari Bu Tomo, Mamanya Ryan. Bu Tomo meminta agar Heru bisa menemani putranya yang manja itu, karena dia tahu tidak mungkin untuk menyuruhku yang pergi menemaninya, melihat status kami yang bukan sebagai suami istri lagi.
*Note : Mama Ryan tidak tahu bahwa Ryan berniat untuk kembali rujuk denganku. Dia juga tidak tahu bahwa anaknya sampai saat ini masih berjuang mendekatiku.
"Ryan kau belum tidur?" sapa Heru ketika dia baru masuk dan melihat Ryan yang terduduk dikasur sambil melamun.
Ryan terdiam, tidak menjawabnya.
"Ada apa? Apa kau ingin aku membuatnya menderita selama dia dipenjara?" Heru menawarkan pada Ryan mengenai hukuman Roy
Tanpa meresponnya, Ryan tiba-tiba berkata
"Apa aku selama ini sudah keterlaluan ya pada Lena?"
Kali ini giliran Heru yang terheran. Dia bingung bagaimana harus meresponnya. Akhirnya, dia memilih diam dan tidak menjawab pertanyaannya.
"Aku tidak tahu kalau selama ini aku hanya memaksakan kehendakku saja, sehingga membuat Lena menderita.."
"Mungkin selama ini segala bentuk perhatian dan kesetiaannya itu hanya sebuah rasa tanggung jawabnya yang sedang diemban.. karena dia menjadi istriku, tanpa aku pernah memahami sekali pun isi hatinya.. isi hati yang selama ini ditutup rapat, dimana dia masih menyimpan nama Aris disana.."
"Ryan.." Heru mencoba mendekat, berusaha untuk menyanggah perkataan Ryan tadi
"Lena tidak mencintaiku Mas, tapi Aris. Kau tidak melihat bagaimana ekspresi kesedihannya.. yang seolah tidak rela jika Aris harus mati. Dia terlihat begitu sedih dan frustasi.."
"Ryan, menurutku itu wajar. Bagaimanapun Aris telah melakukan itu semua untuk melindungi dirinya. Jadi wajar kalau Lena bersikap seperti itu pada Aris.."
"Tidak Mas.. Kau tidak mengerti.." bantah Ryan.
Ekspresi Ryan begitu sedih. Baginya ini kedua kali dia melihat Ryan seperti ini. Pertama, dihari dimana persidangan mengeluarkan keputusannya untuk melegalkan perceraian kami dan yang kedua yaitu saat ini.
"Lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Heru
"Aku akan melepaskannya. Kalau memang Aris yang dapat membuatnya bahagia, maka aku akan membiarkannya pergi bersama Aris.."
"Apa kau yakin?" tanya Heru
Ryan kembali terdiam, tidak menjawabnya.
"Sebaiknya kau pikirkan baik-baik sebelum mengambil keputusan Ryan. Sebelumnya, kau telah salah mengambil keputusan waktu itu dengan meninggalkannya.. Aku tidak ingin kau mengulangi kesalahan yang sama." Heru memberikan pendapat
Saat itu Ryan terlihat bimbang. Mukanya menampakkan ekspresi penyesalan.. mengingat tindakan bodoh yang dilakukannya dulu dengan menceraikanku.
"Jangan terlalu gegabah mengambil keputusan disaat hatimu sedang kacau. Aku tahu, saat ini kau merasa bahwa kau telah gagal melindungi Lena. Kau merasa iri pada Aris. Oleh karena itu, kau berpikiran seperti itu.."
"Tapi Ryan, hati Lena yang sebenarnya kan kau tidak tahu.. Apa selama ini kau sudah berupaya menyampaikan perasaanmu yang ingin kembali kepadanya?" tanya Heru kembali
"Sudah. Sudah beberapa kali aku mencobanya Mas, tetapi Lena masih saja seperti tidak mau menanggapinya.." jawab Ryan
"Lebih dari itu, bahkan sebelum peristiwa ini terjadi, aku sudah berniat untuk melamarnya kembali.. tapi sepertinya takdir memang tidak mengizinkanku untuk bisa kembali bersamanya.."
"Aku mulai berpikir, kenapa selalu saja Aris yang berada disana, yang selalu melindunginya disaat dia dalam bahaya.."
"Waktu itu diclub.. juga hari ini. Seolah Aris memang ditakdirkan untuk menjadi pelindung baginya.. Mereka juga sering bertemu secara tiba-tiba tanpa disengaja.. seperti Tuhan memang menakdirkan Aris yang selalu ada didekatnya untuk melindunginya, bukan aku.."
Saat itu terlihat ekspresi kesedihan yang terpancar jelas dari matanya, ketika Ryan mengatakan itu semua pada Heru.
"Ryan dengar, apapun itu aku tidak berani menarik kesimpulan apapun mengenai takdir dan jodoh. Itu semua merupakan kuasa Tuhan, diluar kendali kita manusia.. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa selama semuanya belum pasti, segala hal dapat diperjuangkan kan? Kau saja dulu bisa menikah dengannya, walaupun saat itu mungkin dia masih mencintai Aris.."
"Ryan, kau masih memiliki kesempatan disini. Terlebih lagi posisimu lebih unggul dibanding Aris karena kau pernah hidup bersama dengannya dalam ikatan pernikahan (pernah menjadi suaminya).."
"Jangan patah semangat Ryan, aku mendukungmu..!!" Heru kembali memberi semangat
Ryan mencoba memaksakan diri untuk tersenyum, walaupun hatinya masih belum bisa menerima semua hal yang dikatakan Heru tadi.
*Flashback off
Saat itu, aku lalu menemui Aris diruangannya. Dan, begitu aku masuk, Aris terkejut melihat kedatanganku.
"Mas Aris.." sapaku tiba-tiba
Saat itu aku senang, aku merasa bersyukur, aku masih diberi kesempatan bertemu dengannya dan berbicara seperti ini.
"Mas Aris, aku minta maaf.. Kalau bukan karena aku, maka kau tidak akan mengalami semua ini.. Maafkan aku Mas.." ucapku merasa bersalah sambil tiba-tiba menangis
Aris hanya terdiam, tetapi dia terus menatapku.
"Aku tahu, aku telah berkata buruk sebelumnya padamu saat di Rumah Sakit. Padahal kau berniat datang waktu itu untuk menolongku.."
"Tidak seharusnya aku berkata kasar seperti itu padamu Mas Aris. Aku tidak membencimu.. Aku.." mendadak aku bingung meneruskan kata-kataku. Untuk apa juga aku menjelaskan seperti itu. Aku cukup mengucapkan terima kasih padanya kan, pikirku dalam benakku.
Sebenarnya, niatanku itu.. aku ingin manarik ucapanku yang melarangnya untuk tidak dekat-dekat lagi denganku. Maksudku, kalau bukan karena dia yang ada disana, maka aku akan mengalami kajadian ini (tertusuk oleh Roy). Tentu saja aku harus merasa bersyukur karena dia yang selalu ada didekatku, dia bisa membantuku disaat aku mengalami kesulitan-kesulitan. Akan tetapi, belum sempat aku mengatakan niatanku itu, tiba-tiba Aris berkata
"Kau ini siapa? Apa kita saling mengenal?"