Shina menyesal telah mengatakan itu semua pada Ryan. Seharusnya dia tidak membuat masalah dengan memancing emosi Ryan seperti tadi. Sekarang dirinya terlihat mengkhawatirkan Aris. Dia tidak ingin kalau sampai Aris harus terluka karena pertengkaran yang akan terjadi dengan Ryan nanti.
"Sial!! Kenapa aku mengatakan itu semua pada Ryan.." ucap Shina memaki dirinya sambil mengacak rambutnya
Kemudian terlihat Ryan kembali menghubunginya, tapi Shina memilih untuk tidak menjawab. Ryan terus menerus menghubunginya dan Shina tetap tidak mau menjawabnya. Akhirnya, panggilan dari Ryan berhenti. Dan Shina pun memanfaatkan momen tersebut dengan langsung menghubungi Aris.
Panggilannya tidak terhubung. Dia baru ingat bahwa dia baru saja merusak handphone Aris tadi. Shina kembali memaki dirinya. Tidak putus asa, akhirnya Shina memilih untuk menghubungi Lucy. Awalnya panggilannya sibuk. Namun, setelah mencoba dua sampai tiga kali, akhirnya Lucy pun menjawabnya.
"Halo Shina! Baru saja aku mau menghubungimu. Ryan akan datang kemari. Dia menghubungiku tadi dan menanyakan tentang Rumah Sakit tempatmu berada sekarang.."
Shina begitu terkejut mendengar perkataan Lucy. Lalu dia,
"Lucy dengarkan aku. Cari Aris sekarang dan suruh dia pergi menjauh dari Rumah Sakit ini.."
"Aris?? Memangnya kenapa?"
"Pokoknya cari Aris sekarang juga dan suruh dia keluar, menjauh dari sini.."
"Tapi Shina.. Kenapa tidak kau sendiri saja yang menghubunginya. Kalian bertengkar lagi?" ucap Lucy
"Ayah dan Mami bertengkar?" Rani tiba-tiba ikut berkomentar
"Kau.. Apa kau sedang bersama Rani sekarang?" tanya Shina tidak senang
"Iya. Kau kan tadi yang menyuruhku untuk mengajaknya jalan-jalan.."
"Kalian dimana?" tanya Shina kembali
"Di kantin luar Rumah Sakit. Kami sedang makan bakso disini.."
Saat itu tiba-tiba saja,
"Ayah.." Rani berteriak memanggil Aris yang kebetulan sedang lewat disana
Dan begitu Aris mendekat,
"Apa Ayah dan Mami bertengkar lagi?" tanya Rani dengan ekspresi tidak senang
Sambil tersenyum dan mengusap kepala putrinya,
"Tidak Sayang. Kami tidak bertengkar.."
"Tapi tadi Tante Lucy menanyakan ke Mami, apa kalian berdua sedang bertengkar.."
Saat itu Aris tiba-tiba saja menatap Lucy yang sedang melakukan panggilan telepon dengan Shina. Kemudian,
"Lucy, berikan telponnya pada Aris. Aku ingin bicara.."
Lalu Lucy pun memberikannya.
"Aris, aku ingin kau pergi menjauh dari sini sekarang.."
Aris terdiam tidak meresponnya.
"Ariiss..." ucap Shina kembali. Kali ini dia setengah berteriak.
Sambil berusaha menjauh dari Rani dan Lucy, Aris kemudian berkata pada Shina
"Apa kau benar-benar berniat ingin mengusirku dari sini Shina?" tanya Aris tidak senang
"Aku tahu saat ini emosimu sedang tidak stabil. Apapun alasan yang kujelaskan padamu percuma.. kau tetap tidak akan mau menerimanya. Tapi aku mohon padamu Shina, jangan mengambil hakku dengan melarangku bertemu dengan anak-anak.."
"Aris.. Aris.. Dengar! Aku bukannya sedang membahas masalah kita disini, tapi Ryan.."
"Ryan saat ini sedang menuju kemari. Aku tidak ingin melihat kalian berdua bertengkar.."
"Ryan?" Aris terheran
"Sekarang juga kau pergi dari sini. Kumohon Aris, lakukanlah sesuai keinginanku itu.." kali ini Shina terdengar memohon dengan sungguh-sungguh
"Maaf Shina, tapi aku tidak bisa. Ada yang harus kujelaskan pada Ryan mengenai Lena. Kebetulan dia datang kemari, jadi aku akan menemuinya.."
"Tidak. Jangan Aris.. !! Saat ini kondisi Ryan.. moodnya sedang buruk. Dia benar-benar marah karena mengetahui kau menemui Lena sebelumnya. Sama sepertiku yang emosi, lalu membanting handphonemu itu.. Ryan bisa melakukan hal yang lebih gila lagi.. Aku ingin kau pergi menjauh dari sini sekarang juga dan jangan menemuinya.."
"Apa kau begitu mengkhawatirkanku?" tanya Aris senang sambil tersenyum ditelepon
"Aku tahu kau tidak benar-benar menginginkan kita untuk berpisah. Kalau kau memang membenciku, kau tentu tidak akan menyuruhku melakukan hal ini?"
Shina terdiam. Mungkin dia merasa malu akan ucapan Aris tadi.
"Aku tahu aku salah sebelumnya dan aku minta maaf.. tidak menemanimu disaat kau harus melalui perjuangan berat itu, saat melahirkan anak kita Arsy.. Aku benar-benar menyesal dan merasa bersalah padamu Shina. Kau berhak marah padaku. Bahkan, luapan emosimu dengan membanting handphoneku itu, aku juga dapat memahaminya.."
"Shina dengar, saat ini aku akan menjelaskan semuanya padamu. Aku mohon kau tidak menutup teleponnya.. "
"Saat aku baru turun dari taksi, didepan lobi Rumah Sakit ini, seseorang mengirimiku pesan yang memperlihatkan beberapa foto Lena dengan seorang pria. Tidak hanya foto-foto itu saja, tetapi dia juga mengancamku bahwa dia akan membunuh Lena, jika aku berani melaporkan kejadian itu pada orang lain.."
"Saat itu aku mencoba menghubungi Ryan, tetapi dia mereject panggilanku. Labih dari itu, dia juga langsung memblokir nomorku, jadi aku tidak bisa menghubunginya lagi. Kemudian aku menghubungi Oka dan juga mengirimi pesan padanya, tetapi dia juga mengabaikannya.. Tak lama berselang, orang itu kembali mengirimiku pesan. Dan yang membuatku terkejut, dia mengirim semua pesan itu melalui handphone Lena. Mungkin dia ingin membuktikan padaku bahwa memang benar saat ini Lena tengah berada dengannya. Dia juga mengirimi foto-foto Lena yang seolah memperlihatkan kondisi Lena yang sedang tidak sadarkan diri (tertidur).."
"Lalu kau memilih untuk pergi kesana dan meninggalkanku sendirian disini?" tanya Shina tidak senang
"Maafkan aku Shina.." ucap Aris kembali meminta maaf
"Sudahlah. Aku muak mendengar permintaan maaf darimu.." jawab Shina ketus
"Tapi aku tidak tahu bahwa saat itu aku telah dijebak oleh orang itu.. Begitu aku sampai dialamat yang mereka tuliskan, aku melihat Lena.. dia tertidur tanpa mengenakan pakaian apapun. Tubuhnya saat itu hanya dilapisi oleh sprei berwarna putih.." Aris kembali menjelaskan
"Jadi kau melihat tubuh Lena yang telanjang itu??" tanya Shina tidak senang sambil menaikkan intonasi suaranya
"Dengar Shina, bukan itu yang menjadi masalahnya disini. Lena, dia sepertinya telah mengalami pemerkosaan atau pelecehan. Seseorang telah membiusnya.. Karena begitu aku datang, dia masih belum juga sadarkan diri.."
"Apa kau juga menyentuhnya?" tanya Shina kembali
"Tidak..!"
"Bohong.." ucap Shina tak percaya
"Aku bersumpah aku tidak menyentuhnya atau memeluknya sama sekali." ucap Aris kembali
"Siapa yang bisa membuktikan bahwa apa yang kau katakan ini benar? Hanya ada kalian berdua saja kan disana.." Shina masih menyangsikan ucapan Aris
"Percayalah.. aku sama sekali tidak melakukan apapun padanya. Saat dia tersadar dan mengenakan kembali pakaiannya, aku menunggunya diluar kamar. Bahkan, Lena langsung mengusirku saat itu juga begitu dia mengetahui keberadaanku disana. Dia juga menolak, ketika aku menyarankannya untuk menghubungi Ryan. Dia meminta padaku untuk tidak menceritakan masalah ini pada Ryan.."
"Kalau begitu ikuti sarannya. Aku juga ingin kau tidak terlibat lebih jauh lagi mengenai masalah ini Aris.."
"Tidak bisa Shina. Bagaimanapun aku yang menjadi saksi kunci kejadian itu. Dan aku harus melaporkan orang tersebut kepada polisi.. atau minimal memberitahu Ryan mengenai hal ini. Kasihan Lena.. dia begitu menderita menanggung semua permasalahan ini sendirian.."
"Aku tidak setuju! Kau harus menepati janjimu pada Lena. Jangan beritahukan Ryan mengenai hal ini.. Aku tahu, Lena pasti mengira bahwa Ryan pasti akan menuduhmu. Lebih baik kau ikuti sarannya dan jangan memberitahukannya pada Ryan.. Kau harus segera pergi dari sini." Shina kembali membujuk Aris
"Maaf Shina, aku tidak bisa.."
"Aris..!"
Aris tetap tidak mau menyetujui idenya.
"Baiklah.. Kalau kau tetap tidak mau menuruti perkataanku itu, maka aku akan mengajukan gugatan cerai kita dipengadilan.."
"Shina..!" ucap Aris tidak senang
"Aku juga akan melarangmu bertemu dengan anak-anak.." Shina kembali mengancam
"Shina, aku tidak suka kau begitu egois dengan menggunakan perceraian dan anak-anak seperti ini untuk mengancamku.." ucap Aris kesal
"Terserah.. Lakukan keinginanku atau kita bercerai!!" dan Shina pun langsung menutup panggilannya