"Shina, aku minta maaf. Aku terlambat datang karena.."
"Lena kan? Aku sudah tahu semuanya.. dan aku juga sudah memutuskan.."
"Tidak. Kau dengarkan aku dulu." ucap Aris tiba-tiba memotong
Lalu Aris menunjukkan sms yang sebelumnya dikirimkan oleh seseorang yang mencoba untuk menjebaknya denganku waktu itu.
"Tadi itu seseorang menghubungiku melalui sms ini dan mengirimkan beberapa gambar foto Lena ini.." Aris berupaya menjelaskan pada Shina
Tanpa melihat isi dari pesan tersebut, tiba-tiba saja Shina
*brakk (membanting handphone Aris dengan sangat keras hingga layarnya menjadi rusak dan retak)
Aris sungguh sangat terkejut dibuatnya.
"Shina..??!"
"Aku selama ini bodoh. Aku benar-benar bodoh karena telah percaya bahwa kau memang benar-benar mencintaiku.." Shina emosi
"Aku ingin kita bercerai sekarang. Aku sudah muak.." ucap Shina kembali. Kali ini dia lebih bisa mengontrol emosinya itu
"Shinaa.." Aris tak terima
"Keluar sekarang!! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi disini.."
"Kau tidak bisa dengan mudahnya memutuskan untuk kita berpisah seperti ini."
Aris tiba-tiba mendekat pada Shina berusaha untuk menenangkannya.
"Dengan mudahnya? Lalu bagaimana denganmu, hah? Kau juga dengan mudahnya memutuskan untuk langsung menemui Lena dan meninggalkanku.. Aku yang berjuang antara hidup dan mati demi memperjuangkan buah hati kita disini.."
"Aku kan sudah berusaha menjelaskan alasannya padamu, tetapi kau tidak mau mendengarkanku dan langsung membanting handphoneku.."
"Aku tidak tahu ada jenis alasan penting apa yang membuat seorang suami rela pergi meninggalkan istrinya saat tengah berjuang melahirkan anaknya.."
"Aku benar-benar minta maaf Shina. Aku tahu aku salah disini. Aku.."
"Keluar..!!" ucap Shina. Kali ini dengan nada membentak
"Jangan pernah tunjukkan batang hidungmu lagi didepanku, kecuali kau ingin aku melarangmu seumur hidupku untuk bertemu dengan anakmu."
Dengan berat hati, Aris pun mengikuti keinginan Shina untuk keluar dari ruangan itu.
Ditempat lain di sekolah Oka, saat itu Oka sedang mengerjakan tugas PR-nya.
Note: Oka selalu mengerjakan PR-nya disekolah agar pada saat pulang nanti dia bisa bebas bermain game
"Bro.. pinjem handphone lw dong. Hp gw lowbat. Gw mau sms Adnan kalau kita gak jadi latihan basket hari ini.." ucap Deri, sahabat Oka.
Oka pun lalu memberikan handphonenya itu pada Deri.
"Loh.. Hp lw mati Ka?"
"Gak. Tadi sengaja gw matiin karna ada yang nelpon.."
Dan begitu Deri menghidupkan handphone Oka. Terdapat beberapa nortifikasi disana.
"Ka.. ada banyak misscall nih. Om Aris?? Eh, ada chatnya juga dari dia.."
"Udah biarin aja. Lw hapus aja chatnya, terus lw blokir juga nomornya." Oka menyuruh Deri
Namun, saat itu Deri langsung saja membuka isi pesannya. Dia lalu melihat fotoku dengan seorang pria. Dia terkejut. Dia tahu aku merupakan Mama dari sahabat yang berada didepannya saat ini. Dia juga tahu kalau saat ini aku sudah menjadi single parent. Tidak ingin membuat sahabatnya itu khawatir, Deri langsung menghapus semua foto-foto itu dan juga pesannya. Namun saat itu rasa keingintahuannya begitu besar, sehingga dengan sengaja dia melihat gambar DP (display picture) Aris yang ada disana.
"Loh.. Om Aris ini yang bapaknya Rani kan?" tanya Deri memastikan
*Note : Disekolah, Oka dan Rani mengaku sebagai pasangan untuk menghindari Rani dari bullyan para siswa (karena sifat polosnya itu) dan juga untuk melindungi Rani dari para siswa laki-laki yang ingin mendekatinya.
"Wahh.. Hebat juga lw sampai bisa akrab ma calon mertua..sampai punya nomornya segala. Salut gw salut.."
Saat itu Oka lalu menatap Deri tidak senang, sambil hendak mengambil kembali handphonenya.
"Iya ya.. Woles bro. Woles.." ucap Deri sambil menjauhkan handphonenya itu dari Oka
Kemudian sambil Deri mengetikkan sms pada Adnan,
"Gw heran.. memangnya kesalahan apa yang dibuat Rani yang polos itu, sampai bisa buat lw murka kayak gini?"
"Gw sih kasian aja ma Rani. Tiap kita lewat depan kelasnya, dia terus mandangin lw, tapi lw-nya sok-sokan gak peduli gitu.."
"Eh, Ka. Gw kasih tahu ya. Gw denger-denger dari Mia cewe gw, katanya doi mau pindah sekolah semester depan. Lw yakin gak nyesel kalau dia udah pindah nanti.."
Oka terdiam. Dia masih mengerjakan tugasnya dengan serius.
"Ka??" Deri kembali bertanya padanya
"Bawel lw!! Mending lw kerjain nih tugas. Jangan nyontekin gw mulu besok pagi.." ucap Oka kesal membentak Deri
"Alah.. bilang aja lw masih baper ma Rani.." balas Deri. Lalu Deri pun ikut menyalin tugas yang sudah dikerjakan oleh Oka itu.
Sementara ditempat lain Shina, saat itu dia terlihat menghubungi Ryan melalui handphonenya
"Ryan.." ucap Shina sambil menangis begitu telponnya terhubung
"Shina..? Kau baik-baik saja?" tanya Ryan khawatir karena mendengar nada Shina yang seperti sedang menangis
"Aku minta nomor pengacara yang waktu itu mengurus masalah perceraianmu dengan Lena.."
Ryan terkejut mendengar ucapan Shina, kemudian
"Kau bertengkar lagi dengan Aris? Kali ini masalah apa lagi?"
*Note: Shina selalu menghubungi Ryan jika dia bertengkar dengan Aris. Dia selalu menghubungi Ryan, kapanpun menurutnya Aris itu membuatnya sedih dan terluka. Benar seperti kata Ryan waktu itu, Shina lebih nyaman menceritakan semua masalahnya itu pada Ryan dibandingkan Aris.
"Tolong berikan saja nomor pengacara itu. Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi untuk hidup bersama dengannya.."
"Shina tenanglah.. Katakan padaku apa yang dilakukan Aris sehingga membuatmu ingin bercerai darinya? Aku tahu kau sangat mencintainya. Kalau boleh aku beri saran, lebih baik kau jernihkan dulu pikiranmu, baru kemudian memutuskan apakah kau benar-benar ingin bercerai darinya atau tidak. Kau tidak ingin menyesal sepertiku kan? Saat ini aku tengah berjuang mati-matian untuk mendapatkan Lena kembali. Dan itu cukup sulit. Kalau kau tidak ingin menyesal sepertiku, lebih baik kau pikirkan lagi masalah perceraian kalian.." Ryan memberi saran
"Apa saat ini kau sedang bersama dengan Lena?" tanya Shina tiba-tiba
"Aku baru saja menemuinya tadi.. Saat ini aku sedang dalam perjalanan pulang menuju apartemen.." jawab Ryan
"Lena.. dia bersama dengan Aris tadi. Mungkin sebelum menemuimu, mereka berdua sempat bertemu sebelumnya.."
Ryan begitu terkejut mendengar perkataan itu dari Shina. Dia berpikir, jangan-jangan bunga yang berada di kamarku itu pemberian dari Aris.. juga sikapku yang mendadak berubah menjadi sedih sebelumnya. Itu ada kaitannya dengan Aris. Kemudian, Ryan yang penasaran
"Dari mana kau tahu mengenai hal ini? Apa Aris yang mengatakan itu semua padamu?"
"Aris memang mengatakannya. Si bodoh itu.. Bahkan aku sekali saja berharap agar dia bisa menutupi kenyataan ini dengan berbohong.. tetapi dia.. dia malah meminta maaf padaku. Dia bilang dia merasa menyesal karena telah membiarkanku seorang diri disini berjuang melahirkan anaknya, sementara dia pergi menemui Lena. Entah hal mendesak apa yang membuatnya lebih memilih untuk pergi menemui mantan istrimu itu dibandingkan dengan menemaniku saat melahirkan disini.. Aku rasa Aris masih sangat mencintai Lena. Mungkin mereka berdua sering bertemu secara diam-diam seperti ini tanpa sepengetahuan kita.."
Saat itu, Ryan yang sudah mulai terpancing emosinya
"Dimana Aris?"
"Aris..? Kau mau apa? Menghajarnya? Ahh, kemarin kalian juga sempat bertengkar kan? Apa itu juga gara-gara Lena?"
Tanpa menjawab pertanyaan Shina,
"Kau sekarang dirumah sakit mana?" tanya Ryan kembali berusaha menahan emosinya yang akan meledak.
Kali ini Shina tahu bahwa Ryan telah benar-benar sangat marah. Shina yang panik, dia kemudian langsung menutup panggilannya saat itu juga.