Hari itu aku senang. Ryan.. dia sifatnya mulai kembali seperti dulu. Dia mulai "mengejarku" kembali. Tidak seperti sebelumnya, dia yang hanya diam saja, tidak banyak bicara seperti saat kita pertama kali bertemu setelah perceraian kami (saat hari ulang tahunku waktu itu).
Saat itu aku menyadari sesuatu bahwa ternyata aku masih sangat mencintainya. Walaupun rasa benciku padanya begitu besar, tapi aku tetap tidak bisa menolak atau mengabaikannya saat dia melakukan semua itu padaku (bersifat manja ketika berada dirumahku).
Aku tahu, kalian semua pasti menganggap aku ini murahan atau gampangan. Aku gampang sekali mau menerimanya kembali, setelah apa yang diperbuatnya dulu. Semua kesalahan-kesalahannya.. Semua penderitaan dan tangisanku selama ini yang disebabkan oleh ulahnya. Entahlah.. Aku sendiri juga tidak tahu, kenapa aku bisa menjadi gampangan seperti ini. Mungkin.. mungkin karena sebelumnya aku pernah merasakan pahitnya kehidupan setelah berpisah dengannya dulu.
Ya, perpisahan itu.. Seandainya bisa aku mengulang kembali peristiwa waktu itu, mungkin aku akan mati-matian berjuang untuk mempertahankannya. Aku akan berjuang agar takdir tidak memisahkan kita seperti ini.
Aku tahu dan paham betul.. mungkin kalian semua menganggapku terlalu berlebihan dan bodoh. Tapi satu hal yang ingin kusampaikan, aku mengerti bagaimana dulu perasaan Shina ketika Ryan harus meninggalkannya waktu itu. Aku paham kenapa dia sampai melakukan upaya bunuh diri, bahkan sampai dua kali.. Perasaan seperti itulah yang aku rasakan saat Ryan memutuskan untuk berpisah dariku waktu itu.
Perpisahan memang sangat berat jika kalian pernah mengalaminya. Terlebih lagi, jika kita masih memiliki perasaan pada orang tersebut. Oleh karena itu, aku benar-benar salut pada orang-orang yang kuat dan tahan dalam menghadapi kondisi mereka yang harus berpisah.. terutama, jika seseorang yang harus berpisah denganmu itu berada disekitarmu dan kau masih memilih untuk mengabaikannya (walaupun sebenarnya hatimu tidak ingin). Bahkan jika orang tersebut juga memintamu untuk kembali lagi, tetapi kau masih tetap saja bersih keras untuk menolaknya. Aku salut jika ada orang-orang yang bisa berbuat seperti itu. Kalian hebat, luar biasa.. dan keren..
Tapi kalau itu aku, aku mungkin akan memilih menerimanya kembali. Tidak peduli apa kata orang diluar sana, aku hanya akan memilih untuk memepertahankannya dan memulai semuanya dari awal dengannya.
Saat dengan Aris, mungkin aku pernah menyesalinya.. tidak mau memperjuangkannya, tapi kali ini tidak dengan Ryan. Aku akan berusaha memperjuangkannya.. kecuali jika Tuhan berkehendak lain.
Sepanjang hari itu aku terus memikirkan Ryan dan semua perkataannya.
"Tapi tunggu.. wajahnya Ryan tadi.. luka-lukanya.. Dia berkelahi dengan siapa hingga bisa membuatnya babak belur seperti itu." pikirku dalam hati
"Apa mungkin Aris? Tapi, untuk apa Aris melakukan itu padanya? Masa gara-gara aku?.."
Aris.. Mendadak aku jadi mengingat perasaan bersalahku padanya. Perasaan bersalahku pada Aris.. mungkin seperti itu juga yang dirasakan Ryan pada Shina.
Tidak. Kasus Shina lebih parah.. tidak bisa dibandingkan dengan kasusku dan Aris. Shina harus mengalami semua itu karena Ryan.. depresi karena ditinggal saat hamil, kehilangan bayinya, serta ketergantungannya itu terhadap obat-obatan..
Mendadak aku juga jadi kasihan padanya. Bagaimana kabarnya dia sekarang ya? Apa dia sudah melahirkan anaknya dengan Aris?
Sementara itu, dikediaman Aris dan Shina
Setelah Aris berhasil menenangkan Rani dan membawanya kekamarnya. Aris kemudian kembali ke kamarnya untuk melihat keadaan Shina disana.
Saat itu, Shina terlihat masih menangis sambil terduduk diatas kasur. Lalu,
"Maafkan aku.." ucap Aris sambil memeluk Shina tiba-tiba dari belakang
Bukannya berhenti menangis, Shina justru mengencangkan suara tangisannya itu.
Saat itu Aris kemudian membalikkan tubuh Shina untuk menghadap ke arahnya. Dia pun kembali memeluknya sambil meminta maaf.
"Maafkan aku Shina.. Maaf, aku sudah membentakmu dengan kasar tadi.." ucap Aris kembali
"Aku hanya kecewa, kau merahasiakan ini semua dariku.. Kau lebih memilih Ryan sebagai tempat kau menumpahkan semua emosi dan keluh kesahmu itu.. dibandingkan denganku.."
"Maa..af..kan aku.." jawab Shina terisak meminta maaf sambil masih menangis
"Maaf..kan aku A..riss.." ucap Shina kembali
"Iya.. Sudah. Sudah ya.. Aku juga minta maaf telah membentakmu tadi. Maafkan aku.. Aku tidak bisa mengontrol emosiku. Aku benar-benar marah dan kecewa padamu.."
Shina masih menangis. Dia masih terus menangis terisak dipelukan Aris.
"Sudah ya Shina.. Sudah.. Maafkan aku. Jangan menangis lagi.. Aku berjanji tidak akan membentakmu dengan kasar seperti tadi. Itu terakhir kalinya.." ucap Aris sambil memeluk dan menepuk-nepuk punggung Shina berusaha menenangkannya.
Cukup lama Shina menangis saat itu. Dan Aris masih saja terus memeluknya, sambil berusaha menenangkannya.
Setelah hampir tiga puluh menit berlalu, akhirnya Shina mulai agak tenang. Lalu Aris membaringkannya diatas kasur. Saat itu,
"Apa kau mau kubuatkan susu? Kau sudah meminum susumu hari ini?" tanya Aris pada Shina
Shina hanya mengangguk menjawabnya.
"Apa kau lapar? Apa ada sesuatu yang kau inginkan saat ini?" tanya Aris kembali
Shina menggeleng. Kemudian dia menyuruh Aris untuk ikut berbaring disampingnya.
Dan ketika Aris sudah berbaring kemudian Shina menatap wajahnya. Saat itu, tangannya tiba-tiba memegang wajah Aris yang terluka. Lalu Aris pun terlihat mengernyitkan keningnya.. mungkin menahan rasa sakit akibat lukanya yang disentuh oleh Shina. Shina kemudian bangun. Dia ingin mengobati luka Aris.
"Tidak usah. Ini tidak apa-apa.." tolak Aris sambil memegang tangan Shina, menyuruhnya untuk kembali berbaring
"Aku ingin mengobatinya.." ucap Shina memaksa
Lalu Aris pun bangun dan
"Kau disini saja. Biar aku yang mengambil obatnya.." ucap Aris
Shina tersenyum. Dia tahu, suaminya itu tidak ingin dia kerepotan jika harus bangun dan mengambil obatnya sendiri. Jadi dia yang menawarkan diri untuk mengambilnya sendiri.
Dan begitu Aris kembali, Shina lalu menyuruh Aris untuk berbaring dipangkuannya.
"Perutmu?"
"Tidak apa-apa. Justru Baby Arsy akan senang jika Ayahnya berada dekat dengannya kan?" jawab Shina
Dan Aris pun lalu menuruti keinginannya. Sebenarnya saat itu Aris merasa malu.
"Sepertinya memang aku ditakdirkan untuk selalu menjadi seorang perawat untukmu.." ucap Shina tiba-tiba sambil menaruh obat salep diwajah Aris
"Aku harap baby Arsy nanti kalau besar tidak seperti Ayahnya.. yang diam saja ketika dipukul dan tidak melakukan perlawanan apapun atau upaya pembalasan.."
"Aku tidak diam saja kok. Aku tadi justru menghajar Ryan habis-habisan.. Aku membuatnya babak belur.." jawab Aris
Saat itu Shina, dia menunjukkan gesture wajah seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Aris. Aris yang menyadari hal itu pun
"Aku benar-benar melakukannya.." ucap Aris sambil bangun, berusaha meyakinkan Shina
Shina terus menyuruhnya untuk kembali berbaring dipangkuannya sambil berkata,
"Iya ya.. Aku percaya kok.."
"Tapi dari nada bicaramu itu, kau seolah tidak mempercayaiku.." respon Aris tidak senang
Shina yang kesal, akhirnya dia dengan sengaja menekan luka Aris sehingga membuatnya kembali meringis. Lalu dia pun tertawa setelah berhasil melakukan hal itu.
"Apa ada hal lain yang masih kau rahasiakan dariku?" tanya Aris tiba-tiba yang membuat Shina terkejut
"Aku tidak ingin kau menyembunyikan sesuatu dariku.. tetapi memilih Ryan untuk menceritakannya.." ucap Aris menambahkan
"Aku sudah memutuskan untuk berhenti dari dunia hiburan dan akan fokus menjadi istri yang baik bagimu.. dan menjadi seorang ibu rumah tangga bagi anak-anak kita.."
"Tentunya kau telah tahu itu.. Begitu juga mengenai aku yang telah berhenti dari sinetronku.." Shina kemudian menghentikan kata-katanya
"Tapi, ada hal yang mungkin belum kau tahu.. Aku menjual sekolahku itu untuk mengganti biaya ganti rugi atas pembatalan kontrak sinetronku. Karena mereka menganggap aku melakukan wanprestasi, jadi aku terpaksa harus mengeluarkan biaya lebih besar dari pada yang tertulis didalam kontrak.."
Aris begitu terkejut mendengar hal itu dari Shina. Dia ingin marah, tetapi dia berusaha untuk tetap mengontrolnya.
"Kenapa kau tidak memberitahukan hal ini padaku?" tanyanya berusaha menekan emosinya saat itu
"Karena aku tidak ingin membuatmu khawatir dan ikut campur mengenai pengunduran diriku.."
"Tapi kan sekolah itu.. bukankah itu merupakan impian terbesarmu?"
"Dalam hidup, terkadang kita harus merelakan sesuatu untuk mendapatkan hal yang lebih baik.. Saat itu, aku memilih untuk merelakan sekolahku itu agar bisa menuruti keinginanmu.. untuk menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anak kita.."
"Aku bahkan sampai rela ikut denganmu kesini dan meninggalkan apartemen kita disana. Kau harus lihat seberapa besar pengorbanan yang kubuat demi bisa terus berada disisimu.." ucap Shina menambahkan.
Sebenarnya saat itu dia sedang menggoda Aris, berusaha mencari simpatinya.
Mendengar Shina berkata seperti itu Aris lalu tersenyum. Kemudian,
"Aku senang.. sepertinya Nyonya Aris sudah mulai menyadari apa tugas pokoknya disini.." jawab Aris yang membuat Shina ikut tersenyum ketika mendengarnya.
Sebenarnya saat itu Aris, dia berusaha membunyikan ekspresi kekecewaannya. Dia tidak menyangka bahwa Shina sampai melakukan hal sejauh itu untuk bisa menuruti keinginannya. Ada perasaan kesal dan kecewa didalam dirinya. Dia merasa sebagai seorang suami, dirinya itu tidak berguna.