Saat itu Ryan, dia masih saja berdiri mematung disana. Sementara aku sudah duduk di sofa tengah. Ryan yang masih saja tidak bersuara itu membuatku sedikit kesal. Kemudian,
"Mas tidak mau duduk?" aku mulai mengajaknya bicara
Ryan pun dengan segera lalu duduk di sofa tersebut.
Tidak seperti biasanya, kali ini Ryan memilih duduk berjauhan dariku. Biasanya tanpa disuruh pun dia akan selalu berdekatan (menempel padaku), tapi kali ini tidak dilakukannya.
Ryan yang aku tahu, dia sangat menyukai kontak fisik (bersentuhan denganku). Entah itu hanya sekedar memegang tanganku, bersender, memeluk pinggangku, atau yang lainnya, tapi Ryan yang ini.. dia sama sekali berbeda dari Ryan yang ku kenal dulu. Auranya dingin.. Ada raut kecemasan dan kegelisahan yang ditunjukkan dari ekspresi wajahnya saat itu.
"Oka bilang ada yang ingin Mas sampaikan padaku. Jelaskan apa itu?" tanyaku sedikit sinis.
Saat itu aku tidak tahu kenapa aku malah menunjukkan sikap sinisku itu padanya. Padahal aku ingin hubungan kami membaik.
Ryan masih terlihat gugup ketika akan berbicara, hingga akhirnya
"Bagaimana kabarmu belakangan ini?"
"Seperti yang Mas lihat, aku baik.." jawabku singkat
Ryan kembali terdiam. Hingga akhirnya, aku memutuskan untuk menanyakan sesuatu padanya
"Apa Mas yang menyuruh Heru untuk memindahkan semua barang-barangmu itu dari sana?"
Ryan mengangguk sambil berkata,
"Aku tidak mau membuatmu tidak nyaman dengan melihat semua barang-barangku disana.."
"Apa aku pernah bilang kalau aku tidak nyaman melihat semua barang-barangmu disini?"
"Jadi kau tidak keberatan?" tanya Ryan senang
"Urusanku hanya dengan pemiliknya, bukan barang-barangnya.." jawabku kembali ketus
"Maafkan aku..!" ucap Ryan kembali merasa bersalah
"Sebenarnya.. aku juga ingin minta maaf padamu Mas. Waktu itu, ketika kau membawa semua hadiah-hadiah ulang tahunku, aku malah mengusirmu begitu saja dari apartemen.. Maafkan aku! Tapi saat itu aku masih belum bisa menerimamu kembali.. tapi aku berterima kasih atas semua hadiah yang kau berikan.. Aku menyukainya.." ucapku mencoba tersenyum
"Aku memang pantas mendapatkan perlakuan seperti itu darimu. Bahkan, lebih dari itupun.. sebagai hukuman atas semua tindakan yang pernah kulakukan dulu.."
"Hukuman?" ucapku mengulang perkataan Ryan
"Ya.." balas Ryan
"Manusia tidak berhak menghukum kesalahan seseorang. Hanya Tuhan saja.."
Ryan kembali terdiam mendengar perkataanku. Entah kenapa saat itu, aku jadi tidak enak berkata seperti itu padanya. Apa itu terlalu berlebihan dan menyinggung perasaannya?
Saat itu aku memilih ke dapur untuk mengambilkannya minum. Lalu, aku meletakkan minuman itu didepannya dan Ryan pun langsung meminumnya.
"Terima kasih.. Kamu memang selalu tahu apa yang paling kubutuhkan Sayan.. eh, maksudku Lena." ucap Ryan grogi meralat perkataannya.
Aku membalasnya tersenyum. Kemudian, Ryan yang melihatku tersenyum pun tiba-tiba
"Sudah lama aku tidak melihat senyuman itu.. Kau sangat cantik saat tersenyum.." ucap Ryan memuji
"Sudah lama juga, aku tidak mendengar seseorang yang menggombaliku seperti ini.." balasku yang membuat Ryan juga ikut tersenyum
"Jika kau tidak keberatan, apa bisa aku datang menemuimu setiap hari disini?" tanya Ryan kembali yang membuatku terkejut
"Ehh.. Maksudku tidak setiap hari, tapi sesekali.." ucap Ryan kembali meralatnya
"Tentu saja. Ini kan apartemenmu.."
"Aku? Bukankah waktu itu sudah kupindahtangankan atas namamu? tanya Ryan memastikan
"Ahh, iya benar. Saat Oka baru masuk sekolah untuk pertama kalinya.." balasku
Saat itu, kami jadi mengenang kembali pertama kalinya kami pindah ke apartemen ini. Waktu itu aku sedang mengandung Oka. Dan Ryan.. layaknya suami siaga dia selalu menemaniku disini. Walaupun aku tahu Ryan bukanlah tipe pria pekerja keras yang bertanggung jawab pada urusan pekerjaaannya dikantor.. Bahkan, Papanya saja menjulukinya pemalas.. Akan tetapi, untuk masalah perhatian dan tanggung jawabnya terhadap orang yang disayanginya, dialah yang nomor satu.
Aku ingat ketika aku sedang ngidam dan membuat permintaan yang macam-macam, bahkan terdengar tidak masuk akal.. tapi dia selalu bisa memenuhi semuanya. Dia tidak pernah membuatku kecewa.. setidaknya, sebelum kedatangan Shina dan Aris kemari.
Aku senang hari itu kami bisa mengobrol banyak. Perlahan sifat Ryan juga mulai berubah menjadi Ryan yang seperti biasanya. Sebenarnya saat itu aku ingin menanyainya mengenai alasan dia pergi meninggalkanku dan lebih memilih Shina. Walaupun Mama sudah pernah menjelaskan semua padaku, tapi aku ingin mendengarnya langsung dari Ryan.
Saat itu, aku memilih tidak menanyainya. Aku hanya tidak mau merusak momen kebersamaan kami ini dengan mengungkit masalah masa lalu (perpisahan) kami.. hingga tiba-tiba aku kembali bertanya padanya
"Menganai barang-barang Mas itu, apa Mas akan tetap membawanya dari sini?"
"Kalau pemilik apartemen tidak keberatan aku menitipkannya disini (sampai aku kembali ke sisinya), aku akan senang sekali.. Siapa tahu Oka akan mengajakku menginap disini kan.." jawab Ryan
Saat itu aku kembali tersenyum mendengar jawaban darinya.
"Ya, Oka pasti akan senang bila kau sering-sering mengunjunginya disini.." jawabku
"Apa hanya Oka saja yang senang jika aku datang kemari? Bagaimana dengan pemilik unitnya?" tanya Ryan menggodaku
Saat itu aku memilih untuk tidak menjawab pertanyaannya. Kemudian,
"Ah, Oka.. dia harus bersiap-siap untuk pergi ke sekolah sekarang." ucapku sambil kemudian bangkit dari duduk
"Sayang tunggu.. ah, maksudku Lena."
"Maaf aku belum terbiasa mengganti nama panggilanmu itu.."
"Tidak apa-apa.." jawabku
"Mengenai perkataan Oka sebelumnya, apa tidak bisa kita kembali bersama seperti dulu?"
Ryan kemudian mendekat padaku dan sambil memegang kedua tanganku
"Aku tahu seharusnya aku tidak menomorduakanmu waktu itu.."
"Aku salah karena aku beranggapan bahwa bagaimanapun keadaannya nanti, kau akan tetap bertahan disana dan menerimaku kembali.. tapi ternyata keadaan malah membawa kita menjadi seperti ini (berpisah). Aku menyesal.. aku benar-benar menyesali keputusanku waktu itu.."
"Sayang, berikan aku kesempatan satu kali lagi. Kali ini aku benar-benar berjanji.. aku tidak akan melakukan hal itu lagi padamu. Aku tidak akan meninggalkanmu lagi.."
"Sayang, maukah kau menerimaku kembali? Aku masih sangat mencintaimu dan aku tidak mau kita terus menerus harus berpisah seperti ini.. Oka masih membutuhkan kita berdua sebagai orang tuanya.."
Saat itu aku bingung. Walaupun aku sangat ingin menjawabnya segera dengan "Iya", tapi masih ada sedikit keraguan dihatiku. Mungkin aku masih membutuhkan waktu.. Ya, aku membutuhkan waktu untuk melihat perubahan sikapnya dulu sebelum aku menerimanya kembali.
"Sayang..?" Ryan kembali meminta jawaban dariku
"Aku.."
Saat aku hendak ingin menjawabnya, tiba-tiba saja suara handphone Ryan berdering. Ryan kemudian memencet tombol silent untuk mengabaikannya dan memasukkannya kembali handphonenya ke dalam sakunya.
"Tidak apa, dijawab dulu siapa tahu penting Mas.."
"Tidak ada yang lebih penting dibanding ini.." balas Ryan sambil kembali memegang tanganku
Aku kembali menatapnya. Dan Ryan pun kemudian,
"Baiklah. Aku jawab sekarang.."
Saat itu aku sempat melihat di layar handphone Ryan bahwa itu panggilan dari Shina. Aku kecewa.. ternyata mereka berdua masih berhubungan sampai sekarang.
Tak lama setelah menjawab telponnya, Ryan kemudian
"Sayang, maaf aku harus pergi sekarang. Nanti aku kembali.." dan Ryan pun langsung keluar meninggalkanku