Saat itu Ryan, hatinya merasa panas melihat Aris disana. Ingin rasanya dia menyingkirkan Aris saat itu juga dari hadapanku, tapi dia berusaha untuk menahannya. Dalam pergolakan hati yang begitu kuat, dia hanya bisa mengeraskan genggaman kepalan tangannya saat itu. Kalau seandainya aku dan Ryan tidak dalam keadaan kami yang sekarang, maka Ryan akan menyeret Aris dari sana dan langsung menghajarnya tanpa ampun.
Namun saat itu Aris, dia segera pergi dari tempat itu. Ryan melihat ekspresi wajahnya yang sedih dan kecewa saat dia berpapasan melewatinya.
"Kenapa dengan ekspresi wajahnya? Ah.. Lena pasti menolaknya. Melihat ekspresi wajahnya yang seperti itu, sepertinya dia telah diusir oleh Lena tadi." ucap Ryan dalam hati senang
Ryan terlihat menyunggingkan senyumnya. Namun, sesaat kemudian
"Tunggu dulu.. Aris saja dia tolak, lalu bagaimana denganku? Kira-kira apa aku juga akan diusir seperti itu olehnya.."
Ryan kemudian terlihat ragu untuk melangkahkan kakinya. Oka yang melihatnya telah datang pun segera menyambutnya,
"Pa..."
"Bapak ojek.." ralatnya kembali
Dan Oka pun segera berlari ke arahnya.
"Ma.. ini nih hadiah Mama udah dateng dianterin khusus sama Bapak Ojeknya" ucap Oka tersenyum seraya menyuruh Ryan untuk mendekat ke arahku
Jujur, aku awalnya tidak tahu kalau abang ojek tersebut itu Ryan. Hingga ketika tiba-tiba Oka berkata padaku
"Ma, bapak ojeknya suruh mampir dulu Ma kedalem. Kasihan dia.. mungkin haus mau minum. Dia sudah berat-berat nganterin ini semua buat Mama."
Saat itu aku mulai curiga padanya, maksudku pertama dia tidak mau melepaskan helmnya dan tidak juga berkata-kata apapun untuk merespon ucapan Oka. Dia hanya terdiam sambil menuruti langkah kakinya yang diajak oleh Oka untuk menuju unit kami.
Aku tahu dan yakin betul bahwa orang ini adalah Ryan, tapi disatu sisi aku juga bingung, sebab aku juga tidak mungkin bisa langsung mengusirnya dari sini.
Oka mempersilahkannya duduk dimeja makan, lalu mengambilkannya air minum. Kemudian,
"Ahh.. Oka lupa. Lilinnya kan belum dibeli. Kalau gitu Oka beli lilin di Joymart dulu ya Ma dibawah.." dan Oka pun langsung terburu-buru keluar meninggalkan kami.
Sementara itu, Ryan masih saja menggunakan helmnya. Dia membisu, tidak mengajakku berbicara sama sekali. Aku pun segera meninggalkannya untuk masuk ke dalam kamar. Aku juga saat ini tidak mood dan tidak ingin berbicara sama sekali dengannya.
Kemudian Ryan, dia yang kebingungan karena aku meninggalkannya begitu saja kemudian mengirim pesan ke Heru dan juga Oka. Heru langsung meresponnya, sedangkan Oka dia mengabaikannya.
Saat itu Oka berpikir pasti Papa dan Mamanya akan segera berdamai. Kami akan kembali bermesraan dan tentu saja itu akan membuatnya merasa canggung. Jadi dia memutuskan untuk pergi dari sana. Oka kemudian mengambil motornya untuk pergi bermain ke rental PS langganannya.
Saat hendak keluar parkir, dia terkejut melihat Heru ada disana. Dia kemudian membuka kembali helmnya.
"Oka.." sapa Heru sambil terengah-engah. Sepertinya Heru habis berlari karena disuruh oleh Ryan tadi.
"Cepat kembali kesana. Ryan.. Papamu itu membutuhkan bantuanmu.." ucap Heru kembali sambil mengatur nafasnya
"Papa kenapa lagi?"
"Lena langsung masuk ke dalam kamar dan meninggalkan Ryan sendirian disana.."
Akhirnya, Oka mengurungkan niatnya untuk pergi ke tempat rental game.
Setibanya dia di unit kami, dia melihat Ryan yang telah melepas helmnya frustasi. Oka lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ryan yang melihat Oka pun lalu mengarahkan pandangannya ke arah kamar, seolah ingin memintanya untuk menyuruhku keluar dari sana.
"Maa.." ucap Oka sembari mengetuk-ngetuk pintu kamarku
Oka pun kemudian masuk kedalam dan melihatku yang sedang duduk cemberut di atas kasur.
"Mama kenapa gak mau keluar kamar?" tanya Oka seraya mendekat padaku
"Kamu pasti yang ngerencanain ini kan? Kenapa kamu membawa Papamu kesini?" ucapku tidak senang
"Kasihan Papa Ma.. Papa itu sudah lama ingin bertemu dengan Mama. Mumpung ada momen ini, jadi Oka.."
"Ma, Oka tahu Mama masih benci sama Papa dan tidak mau lagi menemuinya, tapi sampai kapan..?"
"Bilang ke Papamu kalau Mama tidak mau lagi bertemu dengannya. Kalau dia masih ada diluar, maka Mama tidak akan pernah keluar dari sini.." balasku
"Tapi Ma.."
"Ma.. Kasihan Papa loh.."
Saat itu sepertinya Ryan menguping pembicaraan kami dari luar kamar, hingga kemudian dia tiba-tiba berkata dari balik pintu
"Oka.. sudah. Biarkan saja jangan dipaksa. Aku tahu Mamamu masih marah padaku dan tidak mau menemuiku. Sampaikan padanya kalau aku hanya ingin meminta maaf atas semua perbuatanku dulu.. dan.. Ah, Selamat Ulang Tahun Lena.. Semoga kau bahagia selalu. Maafkan aku, kalau aku sempat membuat hidupmu menderita selama kau menjadi istriku. Aku hanya ingin kau tahu bahwa kau adalah anugerah terbaik yang Tuhan berikan padaku.."
"Aku pria buruk dan kau terlalu baik untukku. Saat itu aku meninggalkanmu bukan karena aku lebih memilih Shina atau ingin kembali padanya.. Aku hanya merasa aku kurang pantas untukmu.. Selain itu, aku juga sudah berjanji pada almarhum Papamu. Aku pernah berjanji kalau aku kembali menyakitimu sekali lagi, maka aku harus pergi meninggalkanmu. Maafkan aku kalau keputusanku saat itu membuatmu kecewa dan terluka.. Aku benar-benar menyesal sekarang.. Walaupun aku tahu aku mengatakan ini semua sia-sia.. sebab aku tahu, kau tak mungkin lagi mau kembali bersamaku.. tapi aku tetap ingin mengatakannya."
"Aku.. sekali pun tidak pernah mengkhianatimu. Aku mencintaimu.. Sangat.." dan Ryan pun pergi setelah mengucapkan kata-kata terakhirnya itu.
Oka pun langsung keluar kamar dan mengejar Papanya, tetapi tidak berhasil. Ryan tetap memilih pergi karena dia tidak ingin membuatku merasa tidak nyaman.
Pesta Ulang Tahun yang seharusnya menjadi momen terindah bagiku menjadi momen kesedihanku. Aku terus mengeluarkan air mataku mendengar perkataan Ryan tadi. Terlebih lagi, setelah aku tahu bahwa selama ini ternyata dia tidak benar-benar ingin meninggalkanku. Ryan tidak pernah mengkhianatiku.
Saat itu, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku sangat kecewa, sehingga aku terus menerus mengurung diriku sendiri didalam kamar.
Sebenarnya aku, aku juga masih memiliki perasaan pada Ryan. Walaupun aku sangat membencinya, tetapi aku juga tidak bisa menghilangkan seluruh perasaanku ini padanya. Aku.. Bahkan aku tahu hari ini hari ulang tahunku. Aku tahu Oka menelponku pasti ingin merayakannya dan mungkin juga turut mengajaknya. Hanya saja.. begitu Oka membuka pintu tadi dan menyambutku, aku terkejut.. ternyata dia tidak ada disana.
Saat itu aku gengsi untuk mengajaknya berbicara terlebih dahulu, tetapi dia juga tidak mau mengajakku bicara. Jadi aku memutuskan untuk masuk kedalam kamar. Tapi kenapa situasinya menjadi rumit seperti ini..