Saat itu Ryan, dia merasa bersalah padaku. Karena keputusan bodoh yang dia lakukan telah menyebabkan mertuanya itu sampai meninggal. Dia tidak mengira bahwa dampak dari keputusan yang dipilihnya saat itu sampai berimbas ke masalah ini. Dia menangis.. dia terus menangisi kepergian Papa Mertuanya. Saat itu, dia bahkan tidak sadar Shina datang dan berusaha menenangkannya dengan memeluknya. Bahkan, ketika Aris ada disana dan berjalan melewatinya sampai Shina pergi, Ryan juga tidak menyadarinya. Dirinya masih tenggelam dalam rasa bersalah dan penyesalannya itu, hingga akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari sana.
Ryan mengingat semua perkataan Papa, dimana dia pernah berjanji tidak akan menyakitiku lagi dan membuat Papa kecewa. Tapi mengingat keadaannya sekarang, sepertinya dia tidak bisa menjalani semua amanahnya itu. Saat itu dia kembali teringat bahwa Papa pernah berkata padanya, jika dia berani menyakitiku sekali lagi, maka dia harus bersiap untuk pergi menjauh dariku. Papa ingin Ryan meninggalkanku (menceraikanku), jika dia menyakitiku lagi.
"Maafin Ryan Pa. Seandainya Papa ada disini, Ryan ingin meminta maaf sama Papa karena telah melakukan ini pada Lena.." ucap Ryan merasa menyesal didalam hati
"Mungkin Papa benar, Ryan memang tidak pantas untuk Lena.."
"Kali ini Ryan akan menepati janji Ryan ke Papa.. Ryan akan melepaskan Lena pergi agar Lena bisa menjalani hidupnya dengan bahagia.."
"Sekali lagi Ryan minta maaf Pa.. Maafin Ryan.." ucap Ryan dalam hati sambil menangis tersedu-sedu mengenang Papa
Akhirnya Ryan, dia kemudian memutuskan untuk kembali dan menuntaskan semua hubungannya denganku. Saat itu dia melihatku yang sedang berdiri dengan Shina di lorong apartemen. Kemudian,
"Maafin aku Sayang.." ucap Ryan dalam hati bertekad
Namun, saat itu Ryan dia melihatku yang menyapanya sambil tersenyum. Kemudian aku berjalan mendekat ke arahnya.
Saat itu yang ada dipikiran Ryan,
"Kenapa kamu malah tersenyum seperti ini? Aku jadi semakin berat untuk ngelakuin ini semua ke kamu.."
"Entah kali ini apa lagi yang dibicarakan oleh Mama untuk membuatmu kembali memaafkanku. Kamu memang benar-benar baik Sayang.. tapi aku masih terus saja menyakitimu dengan berbuat seperti ini. Aku pria buruk, kamu pantas mendapatkan suami yang lebih baik dari aku.."
Kemudian,
"Pa.. Ini semua Ryan lakuin untuk Papa. Sebagai penghormatan terakhir Ryan. Ryan ingin membuktikan bahwa Ryan adalah pria yang benar-benar menepati janji.. Demi kebahagiaan Lena, agar Lena tidak terus menerus menderita jika memilih untuk tetap menjadi istri Ryan.."
Saat itu aku berjalan mendekati Ryan dan berkata padanya sambil masih tersenyum.
"Bukankah ada yang Mas ingin sampaikan padaku? Katakan padaku sekarang?"
"Selamat tinggal Sayang.." ucap Ryan mengucapkan perpisahannya padaku dalam hati
Ryan kemudian berjalan melewatiku, menarik tangan Shina, dan membawanya pergi.
Aku terkejut melihat respon Ryan. Aku yang tidak senang kemudian berusaha menghentikan langkahnya.
"Mas Ryann..!"
"Minggir.." ucap Ryan dingin
"Kenapa Mas ngelakuin ini semua sama aku?"
"Aku bilang minggir.."
"Salah aku apa Mas? Kenapa Mas kayak gini??" ucapku tiba-tiba menangis
"Sebelumnya Mas bilang ingin meminta maaf padaku dan menjelaskan mengenai semua kesalahpahaman ini.. Kenapa Mas tiba-tiba jadi kayak gini?"
"Kamu gak paham ya aku ngomong apa?" ucap Ryan marah membentakku sambil menaikkan intonasi suaranya
"Aku minta maaf Mas. Maafin aku kalau sebelumnya aku udah buat kesel kamu dengan ngelakuin itu bareng Aris. Aku hanya ingin membuatmu marah dan membalas semua perbuatanmu dulu, saat kamu lebih memilih jalan barsama Shina.."
Tanpa mempedulikan ucapanku, Ryan terus saja pergi bersama Shina, hingga tiba-tiba
*Bugggh.. (Aris melayangkan tinjunya pada Ryan)
"Ariiss...!!" ucap Shina terkejut
"Mas Ryan.." ucapku khawatir sambil langsung memeganginya
"Kau memang pria brengsek.." ucap Aris kesal.
Kemudian, Aris dia berupaya untuk menghajar Ryan kembali, tetapi aku berhasil menghalanginya. Lalu Shina.. dia yang kesal melihat Aris melakukan itu semua untukku.
"Aris hentikan..!!" ucapnya berteriak
"Apa kau tidak malu, hah? Kau yang selalu bilang padaku bahwa kau membenci kekerasan, tapi lihat apa yang kau lakukan sekarang?"
"Ini yang kau bilang ingin terbebas dari masa lalu? Cihh, Bullshit!! Justru kau yang selama ini selalu melibatkan dirimu sendiri didalamnya.."
Saat itu, Ryan tiba-tiba saja berdiri dan langsung menarik Shina untuk segera pergi dari sana. Aku terkejut. Aku masih tidak percaya, bahkan sampai akhir Ryan masih memilih untuk tetap pergi bersama dengan Shina dan meninggalkanku sendirian.
Aku benar-benar kecewa. Hatiku sedih.. sakit menerima semua kenyataan ini. Ternyata Ryan memang masih mencintai Shina.
Tanpa terasa saat itu air mataku kembali mengalir dengan deras. Aris yang melihatnya pun, kemudian
"Lena.." ucapnya sambil berusaha mendekatkiku.
Mungkin saat itu dia berusaha untuk menenangkanku.. tapi aku memilih pergi meninggalkannya. Aku pergi meninggalkan apartemen itu.. meninggalkan semuanya.
Saat itu tiba-tiba saja Mama keluar dari unit kami dan
"Ada keributan apa i- ni?" Mama terkejut. Tidak menyangka bahwa hanya ada Aris seorang diri disana. Padahal sebelumnya dia mendengar suara keributan diluar.
"Kau?" ucapnya tidak senang pada Aris
"Apa yang terjadi disini? Kemana Ryan dan Lena?" tanya Mama heran
Saat itu respon Aris, dia hanya menundukkan kepalanya, sambil berkata
"Maafkan saya Bu.." ucapnya dengan nada datar dan perasaan bersalah
Mama yang sepertinya paham dengan ucapan permintaan maaf yang diucapkan oleh Aris tadi, kemudian
*Plakkk.. (Mama langsung menamparnya)
"Kau memang perusak rumah tangga..!"
"Segera pergi menjauh dari kehidupan anak dan menantuku, sebelum aku benar-benar melenyapkanmu dari dunia ini.." ancam Mama kembali pada Aris
Mama pun langsung pergi setelah mengatakan itu semua dan langsung menghubungi seseorang untuk kembali mencari keberadaanku dan juga Ryan.
Hari itu merupakan hari terakhir bagi kami berempat untuk saling bertemu. Setelahnya, bahkan hingga hampir 6 bulan lamanya aku tidak pernah lagi mendengar kabar tentang mereka. Baik Mas Ryan, Shina, ataupun Aris.. Entahlah, aku juga sudah tidak tahu lagi mengenai mereka dan tidak mau memikirkannya. Sudah hampir 6 bulan lamanya aku mengubur semua ingatanku mengenai mereka.. Walaupun tidak sepenuhnya aku bisa melupakannya, tapi selama ini aku berhasil berjuang menjalani hari-hariku dengan tenang, tanpa kehadiran mereka dihidupku.
Aku menyibukkan diriku dengan kegiatan baruku. Oh, ya sekarang aku membuka jasa catering. Rumah Papa sudah ku jual dan aku menggunakan uangnya untuk membeli sebuah rumah baru (yang lebih kecil dari rumah Papa) dan menginvestasikan sebagian uangnya untuk bisnis cateringku.
Walaupun tidak menghasilkan uang banyak, tetapi aku bisa membiayai kebutuhan hidupku sehari-hari dari sini dan juga dapat membantu Oka untuk memenuhi biaya sekolah dan uang jajannya. Ryan sebenarnya masih tetap menjalankan kewajibannya dalam hal menafkahi Oka dan membiayai semua keperluan hidupnya.. hanya saja aku sebagai Ibunya juga tidak bisa diam saja dan melepaskan semua tanggung jawab Oka sepenuhnya terhadap Ryan. Bahkan sampai saat ini, Oka masih tinggal diapartemen. Aku yang memintanya untuk melakukan hal itu, karena tidak mungkin jika dirinya tinggal ditempat yang sama denganku. Sebab jarak dari rumah ini kesekolahnya sangat jauh sekali (lebih dari 50 kilometer).
Hari itu adalah pertama kalinya aku menemui Oka (kembali ke apartemen). Dia yang memintaku untuk datang karena dia ingin bertemu denganku. Selama waktu hampir 6 bulan itu, aku tidak pernah sekalipun bertemu dengannya. Kami hanya saling berkomunikasi melalui telepon atau vcall. Aku tidak mau menemuinya di sekolah atau apartemen karena khawatir akan bertemu dengan Ryan, Shina, atau pun Aris disana. Oka, dia berhasil meyakinkanku bahwa ketika aku pergi kesana, aku tidak akan bertemu dengan mereka. Oleh karena itu, aku berani untuk datang menemuinya disini.
Saat itu ketika aku membuka pintu,
"Selamat ulang tahun Mama!!" ucap Oka menyambutku
Aku begitu terharu. Tidak menyangka bahwa aku akan mendapatkan kejutan seperti ini darinya.
"Makasih Sayang.." ucapku sambil mengecupnya
"Kamu nyiapin ini sendiri?"
"Kayaknya ada yang kecewa karena Oka cuma sendirian nyiapin ini.."
"Kenapa harus kecewa?" tanyaku balik
"Karena Mama sepertinya mengharapkan seseorang juga ikut menyiapkan surprise ini untuk Mama kan?"
Saat itu aku memilih diam. Tidak meresponnya. Kemudian,
"Ma, hadiahnya nanti ya nyusul. Lagi otw.."
"Memangnya kamu mau ngasih hadiah apa ke Mama?"
"Ada.. Ra-ha-si-a.." ucap Oka sambil mengedipkan sebelah matanya. Kemudian Oka mengajakku masuk.
Tidak ada yang berubah. Tempat ini masih sama seperti aku tinggalkan terakhir dulu. Semua tata letak barang, foto-foto, bahkan semua hiasan dinding, dan tanaman masih tertata rapi ditempatnya semula (tidak ada perubahan). Saat itu, tiba-tiba saja aku refleks menuju ke kamarku. Namun, ketika aku ingin membuka pintunya.. aku tidak jadi melakukannya. Oka yang melihat hal itu kemudian
"Kenapa gak jadi masuk Ma? Tenang aja didalam gak ada Papa kok. Papa.. sama seperti Mama dia juga tidak pernah datang kemari lagi setelah hari itu.."
Entah kenapa saat itu aku merasa bersalah pada Oka. Gara-gara pertengkaran kami yang menyebabkan kami harus berpisah, dia jadi tinggal sendirian disini. Aku merasa perkataan Oka yang barusan seperti menyindirku, bahwa kami sebagai orang tua telah menelantarkannya. Aku pun kemudian berjalan mendekat kearahnya dan langsung memeluknya.
"Maafkan Mama Sayang. Mama tahu Mama salah dengan ngelakuin semua hal itu. Gak seharusnya kamu menderita dengan tinggal sendirian disini.. Hanya karena permasalahan Mama dan Papamu, kami jadi menelantarkanmu disini.."
"Apaan sih.. Mama lebay deh. Lagian Oka juga udah gede. Udah paham sama semua permasalahan yang terjadi sama Mama sama Papa. Mama gak usah merasa bersalah kayak gini.."
"Yang penting itu Mama sekarang udah berani buka diri.. udah berani keluar nemuin Oka, bahkan sampai datang ke apartemen ini. Oka senang banget.. Apalagi kalau nantinya Mama udah gak takut lagi buat nemuin orang-orang (terutama Papanya, Ryan)"
"Oka harap suatu saat nanti Mama mau membuka hati Mama untuk nerima semuanya kembali. Jadi Mama gak perlu takut lagi untuk nemuin orang-orang itu (Papanya, Aris, dan juga Shina.. termasuk juga Nenek dan yang lainnya)"
Saat tengah mengobrol seperti itu, tiba-tiba saja ada suara seseorang mengebel pintu apartemen.