Saat itu, respon Aris ketika aku melakukan semua tindakan itu padanya.. dia langsung menghentikan langkahnya dan melepaskan tanganku yang memegang lengannya. Aku terkejut. Aku yang tidak senang, kemudian berbisik
"Mas Aris.. bantu aku membuat Mas Ryan kesal agar dia mau pergi dari sini.."
"Tidak Lena. Tidak seharusnya kau bersikap seperti ini terhadap Ryan." ucap Aris sambil kembali melepaskan tanganku yang memeganginya.
"Tapi Mas.." kali ini aku menatap matanya serius sambil memohon.
Aris masih berusaha melepaskan tanganku dari lengannya tapi aku tetap tidak mau melepaskannya.
"Sekali ini saja Mas.. Aku mohon.. Saat ini aku tidak mau melihat wajahnya. Aku membencinya.." ucapku dengan mata yang sudah berkaca-kaca menahan tangis
Akhirnya, Aris pun mau mengikuti keinginanku untuk pergi bersamaku sambil kumerangkul tangannya.
Namun saat itu, Ryan.. dia tetap tidak mau menyerah. Dia masih membuntuti kami, kemana pun kami pergi. Bahkan, hingga ke apotik saat aku hendak membeli obat untuk Aris.
Ryan terus menatap kami dengan perasaan kesal dan cemburu. Sementara aku, aku masih saja berusaha menunjukkan sikap perhatianku pada Aris untuk semakin membuatnya kesal. Meskipun Aris sempat menolak saat aku ingin merawat luka diwajahnya, tetapi aku tetap melakukannya.
"Biar saja.. biar Mas Ryan tahu bagaimana sakitnya aku saat melihatnya berdua-duaan dengan Shina waktu itu.." pikirku kesal, ingin membalas dendam padanya.
Namun saat itu, aku tidak sadar bahwa ada seseorang yang mungkin juga terluka saat aku melakukan hal tersebut pada Mas Ryan. Dia adalah Aris. Ya, aku tidak sadar kalau aku telah melukai perasaannya dengan memanfaatkannya untuk situasiku ini.
Aris, dia hanya terdiam saat aku mengolesi obat anti memar itu diwajahnya. Tidak ada ringisan kesakitan atau ekspresi apapun yang terpancar dari wajahnya. Entahlah.. mungkin dia merasa tidak enak pada Ryan yang sedari tadi terus memelototinya dengan tidak senang, hingga tiba-tiba Ryan lalu merampas obat tersebut dari tanganku sambil berkata
"Biar aku saja yang melakukannya.."
Kemudian dia pun mulai mengolesi salep tersebut pada luka Aris diwajahnya.
Jujur.. saat itu aku ingin tertawa. Maksudku, seorang Ryan.. dia yang menganggap Aris sebagai rival dan musuh abadinya itu, tiba-tiba saja berbuat baik padanya dengan merawat lukanya seperti ini.
Namun disisi lain Aris, saat aku menatap wajahnya.. seketika perasaan bersalah muncul dihatiku. Tidak seharusnya aku melakukan ini semua padanya. Mungkin dia merasa tidak nyaman saat Ryan melakukan tindakan itu. Belum lagi, ketika aku mengingat perbuatanku sebelumnya, saat mengungkit soal dia yang menciumku, sehingga membuat Ryan menjadi emosi dan menghajarnya..
Aku benar-benar merasa bersalah pada Aris. Bersalah dan terima kasih.. Terima kasih karena dia telah mau membantuku sampai sejauh ini untuk membuat Mas Ryan merasa kesal dan cemburu.. hingga kemudian aku pun memutuskan untuk
"Mas Ryan.. Sudah. Kau tidak perlu lagi melakukannya. Aku akan mengikutimu pulang, tapi berikan aku waktu sebentar untuk berbicara dengan Aris.."
Tanpa membantah, Ryan pun kemudian memberiku izin. Kemudian,
"Mas Aris.. Terima kasih dan maaf.."
"Aku tahu aku sudah keterlaluan dengan memaksamu turut terlibat melakukan ini semua demi membalaskan dendamku pada Ryan dan membuatnya merasa kesal.."
"Aku.."
Saat itu, tiba-tiba saja tanganku ingin memegang wajah Aris yang terluka. Akan tetapi, respon Aris.. dia lalu mundur selangkah ke belakang saat aku hendak memegang wajahnya (seolah dia tidak ingin aku menyentuh wajahnya saat itu).
Aris lalu tersenyum padaku, sambil berkata
"Tidak apa-apa. Mungkin ini pembalasan setimpal atas tindakan kurang ajar yang aku lakukan padamu waktu itu. Aku memang pantas mendapatkannya.. Kau tidak perlu merasa bersalah dan meminta maaf padaku Lena.."
Dengan terpaksa, aku pun membalas senyumannya. Walaupun hatiku sebenarnya merasa terluka dan bersalah melihatnya melakukan itu semua untukku.
Aris.. dia benar-benar tulus ingin membantuku memperbaiki masalah rumah tanggaku dengan Mas Ryan, tapi aku malah menyakiti hatinya dengan memanfaatkannya seperti ini. Seketika.. air mataku turun dengan sendirinya tanpa aku sadari. Aku pun segera mungkin menghapusnya, lalu
"Kalau begitu.. Aku pamit dulu Mas Aris." ucapku mencoba tersenyum
Namun sebelum aku beranjak pergi dari sana, Aris kembali berkata padaku.
"Aku tahu Ryan benar-benar menyesal dengan keputusan gegabah yang dibuatnya saat itu. Aku ingin kau mau mempertimbangkan situasi dari posisinya saat itu Lena.. Aku harap kau mau memikirkan ulang mengenai rencana perceraian kalian.. Kalian berdua itu cocok. Dan sudah ditakdirkan untuk hidup bersama.."
Mendengar kata-kata Aris tadi membuat air mataku semakin turun deras. Hatiku sedih.. Aku tidak tahu kenapa air mataku ini keluar begitu banyak, tapi aku benar-benar sedih mendengar Aris berkata seperti itu padaku.
Hingga kemudian, tanpa memalingkan wajahku untuk melihatnya.. aku pun membalas perkataannya dengan berkata
"Masalah takdir dan jodoh, itu merupakan rencana Tuhan.. Manusia tidak ada yang tahu. Hubungan yang baik-baik saja dan cocok itu bisa saja terlihat dari luar, tapi tidak ada yang tahu kedalamnya bagaimana hubungan itu berjalan dan berkembang seperti apa.. Saat ini aku hanya ingin memikirkan kembali mengenai hubunganku dan Mas Ryan selama ini.. Aku tahu apa yang aku lakukan. Entah aku memilih untuk tetap kembali bersama dengannya atau pun berpisah.. Tentunya keputusan itu kubuat sudah dengan pertimbangan matang dan tidak tergesa-gesa.."
"Terima kasih atas saranmu Mas Aris. Aku akan mencoba mempertimbangkan ini semua dan memandangnya juga dari posisinya saat itu.."
Dan aku pun langsung meninggalkan Aris setelah berkata seperti itu padanya.
Sementara itu Ryan, dirinya terlihat tersenyum saat melihat aku kembali dan berjalan mendekatinya. Dia kemudian mengulurkan tangannya padaku, seolah ingin aku juga merangkul tangannya saat berjalan bersamanya, tapi aku tidak melakukannya. Aku terus saja berjalan melewatinya, bahkan tanpa melihat ke arahnya.
Saat itu, ketika akan membuka pintu untuk keluar dari apotik, aku masih melihat pantulan bayangan Aris yang sedang memandang ke arah kami dari kejauhan. Dia terus saja memandang ke arah kami, bahkan ketika kami membuka pintu untuk keluar.
Hatiku terenyuh.. Aku tidak tahu kenapa aku begitu merasakan kesedihan dan perasaan bersalah yang teramat dalam padanya. Apa ini cinta? Apa aku masih mencintai Aris?
Saat itu, entah kenapa aku merasa sinis pada diriku sendiri. Bagaimana bisa aku memikirkan aku masih mencintai Aris ditengah-tengah situasi seperti ini, disaat aku dan Mas Ryan sedang menghadapi masalah perceraian rumah tangga kami.. Rasanya aku ingin menertawai diriku sendiri saat itu. Aku benar-benar kacau. Tidak seharusnya perasaan ini muncul ditengah-tengah situasi ini.
"Lena sadarlah.." ucapku dalam hati mencoba menyadarkan diriku sendiri.
Aku kemudian mencoba mengalihkan pikiranku dengan memandangi sekitar. Aku lalu melihat Ryan. Seandainya situasinya tidak buruk dan dia tidak menceraikanku, mungkin aku akan langsung memeluknya saat ini juga untuk menenangkan pikiranku dari kebimbangan hatiku mengenai Aris.
Saat itu tiba-tiba saja Ryan, dia menggandeng tanganku sambil berkata,
"Kali ini saja.. Izinkan aku untuk melakukannya sampai kita tiba di apartemen nanti Sayang.. sebab aku tidak tahu, kedepannya kita akan menghadapi masalah seperti apa.. Apakah kita akan benar-benar berpisah.."
"Tapi aku hanya ingin kita melakukannya.. berjalan seperti ini (bergandengan tangan).."
Saat itu aku tidak merespon perkataan Ryan, juga tidak menolaknya saat dia melakukan itu padaku (merangkul tanganku). Ryan yang menyadari bahwa aku sepertinya tidak keberatan dengan tindakannya saat itu, kemudian semakin menarik tanganku ke arahnya dan lalu mengecupnya.
"Terima kasih Sayang.. Terima kasih karena tidak keberatan dan menolak saat aku melakukan ini semua padamu.."
"Aku senang. Kamu lebih memilihku dan mangajakku untuk pulang, dibandingkan harus merawat luka Aris seperti tadi.." ucap Ryan tersenyum bangga padaku.
Ironi.. Ryan menganggapku melakukan ini semua untuknya, padahal aku melakukannya untuk Aris. Aku tidak mau membuat Aris berada lebih jauh dalam situasi yang tidak menyenangkan seperti ini (berada ditangah-tengah antara pertengkaranku dan Ryan).. Oleh karena itu, aku memilih untuk menghentikan Mas Ryan saat dia mencoba mengobati luka Aris seperti tadi. Aku hanya tidak ingin Aris merasa terintimidasi oleh sikap Ryan saat dia mencoba mengolesi salep diwajahnya saat itu.
"Maafkan aku Mas.. tapi aku tidak melakukan ini semua untukmu.." ucapku merasa bersalah dalam hati