Saat itu aku dan Ryan dalam perjalanan menuju apartemen. Didalam taksi yang mengantarkan kami, Ryan terlihat masih terus menggenggam tanganku. Bahkan, dirinya terlihat menyenderkan kepalanya dibahuku. Tanpa ada obrolan kecil atau percakapan diantara kami, saat itu Ryan terlihat seperti tertidur karena aku melihatnya terus menerus berusaha memejamkan matanya.
Pikiranku saat itu terbagi antara memikirkan perasaanku pada Aris, masalah perceraianku dengan Ryan, dan Ryan yang saat ini berada disampingku berusaha untuk menjelaskan semuanya. Aku tidak tahu mengapa hari itu menjadi begitu kompleks dengan berbagai kejadian yang kualami sedari pagi.
Aku yang niatnya hanya ingin berpamitan pada anakku Oka sebelum aku benar-benar pergi dari sini, tidak menyangka bahwa keadaannya akan berubah menjadi seperti ini (aku kembali terperangkap bersama Ryan disini).
Ini semua gara-gara Aris. Dia nampaknya sengaja melakukan semua ini, demi memperbaiki hubunganku dan Ryan. Menyuruh Rani melakukan hal itu untuk menahanku agar saat itu aku bisa bertemu dengan Ryan.
Kenapa dia mau melakukan itu semua untukku? Apa karena perasaan bersalahnya? Dia selalu saja mengira bahwa pertengkaran dan permasalahan yang terjadi diantara kami (aku dan Ryan) adalah karena ulahnya. Ulahnya yang tiba-tiba pindah ke apartemen yang sama denganku dan menjadi tetangga kami.
Saat itu aku menyesali.. kenapa juga aku harus melakukan itu semua padanya? Dia malah menjadi terluka gara-gara aku.. Aku yang mengungkit soal ulahnya yang menciumku saat dilorong apartemen waktu itu. Gara-gara itu Ryan menjadi sangat marah dan menghajarnya. Keras sekali dan dilakukan berkali-kali.. Pasti saat itu dia sangat kesakitan.. Semoga saja obat anti memar dan pereda nyerinya bekerja dengan baik, sehingga dia tidak begitu merasakan rasa sakitnya hingga saat ini.
Saat sedang memikirkan itu, tiba-tiba saja kepala Ryan yang tadinya bersender dibahuku.. menjadi bergeser dan terjatuh kepangkuanku. Entah saat itu dia sengaja melakukannya atau tidak, tapi gara-gara hal itu aku jadi mengingat bahwa bukan Aris saja yang sedang mengalami luka, tapi juga Ryan. Ya, orang yang saat ini sedang terbaring dipangkuanku ini juga sedang terluka. Dia baru saja mengalami kecelakaan kemarin, tetapi demi diriku, dia rela kabur dari Rumah Sakit untuk berusaha menjelaskan kesalahpahamannya ini.
Saat itu aku terus saja memandang wajahnya yang tertidur, namun Ryan dia tiba-tiba
"Jangan cuma dilihatin aja dong mukanya, tapi kalau bisa dicium.. Mana tahu yang punya wajah jadi senang dan itu bisa mengobati sedikit lukanya.."
Mendengar Ryan mengucapkan hal itu sambil masih memejamkan matanya membuatku malu. Kemudian saat itu, aku berusaha melepaskan genggaman tanganku darinya, tetapi Ryan tetap menahannya. Akhirnya, dia membuka mata dan kembali berkata padaku
"Terserah yang punya badan.. Mungkin saat ini dia masih marah padaku, jadi dia tidak mau melakukannya (mencium Ryan).. Tapi aku harap tangannya ini (tanganku) mau melakukan hal apapun sebab aku kan tidak punya masalah dengannya. Benar tidak tangan?" ucap Ryan seolah berbicara dengan tanganku yang sedang digenggamnya erat.
Kemudian Ryan, dia melepaskan genggaman tanganku dan menaruhnya diatas kepalanya. Dia ingin aku agar mengusap-ngusap lembut rambutnya seperti anak kecil.. Awalnya aku tidak mau, tapi dia tetap memaksaku melakukannya.
Saat itu aku malu. Supir taksi itu terus memperhatikan kami dari spion mobilnya. Terutama pada saat Ryan mengatakan hal itu padaku, membuat supir taksi itu tahu bahwa kami adalah pasangan suami istri yang sedang bertengkar. Sepanjang perjalanan Ryan terus saja terjaga (tidak tidur). Sementara aku, tanganku itu masih terus mengusap-ngusap kepala Ryan seperti yang diinginkannya tadi, hingga akhirnya taksi kami pun tiba di apartemen.
Saat itu, begitu kami masuk ke dalam unit kami, kami dikejutkan oleh kehadiran Mama disana.
"Lena..." ucap Mama sambil tiba-tiba menangis histeris memelukku
"Maafkan Mama Sayang, Mama tidak ada disisimu begitu kamu melalui hal itu. Kamu yang tabah ya. Papamu pasti baik-baik saja di sana.."
"Papa..?" ucap Ryan terkejut
Saat itu Ryan tidak tahu kalau Papa sudah meninggal, hingga kemudian ketika dia menanyakannya pada Mama,
"Memangnya Papa kenapa?" tanya Ryan bingung
Mama tidak menjawab pertanyaan Ryan, hanya memberikan respon melalui tatapan mata yang tidak senang pada putranya itu. Ryan yang menyadari situasinya, kemudian
"Sayang.. jadi Papa.." Ryan, dia tiba-tiba menjadi begitu bersedih
"Maafkan aku Sayang, aku tidak tahu kalau Papa sudah pergi meninggalkan kita semua.."
Saat itu, Ryan ingin memelukku tapi tidak bisa karena ada Mama disana yang sedang memeluk dan berusaha menenangkanku. Dan aku pun kemudian mengajak Mama masuk ke dalam kamar.
Beberapa saat setelah aku dan Mama sudah bisa menenangkan diri dari rasa sedih dan tangisan kami, Mama tiba-tiba kembali bertanya padaku
"Maaf Sayang kalau Mama lancang bertanya seperti ini padamu. Apa Papamu meninggal karena terkejut mendengar berita tentang perceraian kalian?" tanya Mama yang membuat Ryan yang berada dibalik pintu terkejut dan menjadi mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kamar kami.
Ryan, tiba-tiba saja dia langsung pergi menjauh dari sana dan keluar dari unit kami. Dirinya merasa bersalah dan menyesal telah melakukan tindakan bodohnya itu dengan menceraikanku. Dia mengira bahwa kematian Papa berhubungan dengan gugatan cerai yang diajukannya padaku. Ryan takut untuk mendengar penjelasan lebih jauh mengenai hal ini. Oleh karena itu, saat itu dia lalu memilih untuk keluar dan pergi menghindar.
Terlihat raut putus asa dan sesal diwajahnya. Dia terlihat benar-benar begitu sedih hingga membuatnya mengeluarkan air matanya. Ryan menyesali perbuatannya.. benar-benar menyesalinya. Seandainya waktu bisa diputar kembali, mungkin dia tidak akan mengambil keputusan gegabah itu.
Saat itu, Shina tiba-tiba saja keluar dari unitnya dan melihat Ryan yang sedang menangis sedih disana.
"Ryan..?" ucap Shina terkejut
Shina lalu memeluknya. Mungkin berusaha menenangkannya. Tanpa berkata-kata atau bertanya dia terus memeluk Ryan sambil menepuk-nepuk punggungnya. Cukup lama dia memeluk Ryan saat itu, berusaha untuk menenangkannya.
"Tidak apa-apa Ryan.. Semuanya akan baik-baik saja. Kau jangan bersedih seperti ini.. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya.." ucap Shina
Mendadak Shina, dia jadi seperti bernostalgia. Dia mengingat bahwa dulu dia juga pernah melakukan hal ini pada Ryan. Dimana saat itu, Ryan bersedih karena pertengkarannya dangan Papanya dan Papanya lalu mencabut dan menghentikan semua fasilitas yang ada pada dirinya. Papanya marah mengetahui Ryan yang tidak becus menjalankan perusahaan. Ryan lebih memilih untuk menghabiskan waktu bersama dengannya (Shina) dan menyerahkan semua urusan pekerjaan dan perusahaannya itu sepenuhnya pada Heru. Saat itu Shina berusaha menenangkannya dengan memeluknya sama seperti apa yang dilakukannya sekarang. Terpancar ekspresi bahagia mengingat momen tersebut kembali muncul dan terulang seperti sekarang, pikir Shina dalam hati sambil tersenyum.. hingga tanpa sadar, senyumannya itu tiba-tiba saja berubah menjadi ketegangan saat dirinya melihat sosok Aris muncul disana dan melihatnya yang sedang memeluk Ryan saat itu.