Setelah mengatakan itu pada Heru, aku merasa seperti kosong.. tidak tahu apa yang harus ku lakukan ke depannya. Aku benar-benar tidak tahu. Tidak seperti biasa, saat aku mencoba melarikan diri dari masalah.. atau ketika aku memilih untuk kabur dari rumah saat aku bertengkar dengannya. Kali ini berbeda. Aku merasa benar-benar takut. Aku tidak tahu apakah keputusan yang ku ambil ini memang benar.
Aku mencintainya.. Dia itu suamiku. Aku benar-benar mencintaimu, Mas Ryan. Kita sudah hidup bersama selama ini.. lebih dari lima belas tahun.. walaupun belakangan keadaan kita menjadi seperti ini (sering bertengkar karena kesalahpahaman yang terjadi)..
Seandainya kamu bangun dan menjelaskan semua ini hanya sandiwara dan kamu mau meminta maaf padaku, aku pasti akan memaafkanmu.
Aku akan selalu berusaha untuk mengerti dan memaafkanmu, meskipun kamu menyembunyikan semua ini dariku.. termasuk kedekatanmu dengan Shina dengan memberinya semua hadiah-hadiah itu..
Aku hanya tidak mengira, kamu akan benar-benar menceraikanku seperti ini. Sampai Heru menelponku tadi dan menanyaiku mengenai hal ini. Aku sungguh tidak percaya. Maksudku pernikahan kita.. Apa semudah itu bagimu memutuskan untuk kita berpisah?
Kamu yang biasanya selalu berusaha meminta maaf padaku ketika kamu berbuat salah.. Kamu dan segala upayamu untuk membujuk dan merayukuku seperti saat pertengkaran kita yang terakhir (saat aku berniat ingin pisah darimu).. Aku mengira kamu benar-benar tulus mencintaiku dengan melakukan semua hal itu.. karena kamu tidak menginginkan kita berpisah..
Tapi ternyata aku salah.. Kamu bahkan tega melakukan ini. Mengorbankan pernikahan kita hanya untuk menebus semua kesalahanmu pada Shina.
Apa kamu masih mencintai dia? Kenapa kamu melakukan semua ini dan memilih untuk meninggalkanku?
Saat itu, aku terus saja menatap Ryan yang tertidur sambil menangis. Aku terus menangis memikirkan nasib rumah tangga kami yang ternyata harus berakhir seperti ini.
Tiba-tiba Mama masuk kedalam ruangan dan melihatku yang sedang menangis sedih,
"Lena..?" ucap Mama terkejut
Mama lalu mendekat dan memelukku. Aku terus saja menangis dalam pelukannya. Mungkin ini terakhir kalinya aku bisa menangis seperti ini dipelukan Mama.. Di masa depan, aku tidak tahu. Apakah aku masih bisa melakukan hal ini padanya dan berhak memanggilnya dengan sebutan Mama lagi..
Setelah beberapa saat menangis, aku kemudian meminta izin pada Mama untuk keluar ruangan untuk menenangkan diri. Namun saat itu, aku memutuskan untuk pergi. Pergi mungkin tanpa pernah kembali lagi. Aku hanya tidak ingin, jika aku kembali akan membuatku semakin sulit untuk melepaskannya. Oleh karena itu, aku memilih untuk pergi meninggalkan Rumah Sakit itu.
Aku ingin pergi ke apartemen untuk membereskan barang-barangku dan menyiapkan dokumen untuk perceraian kami. Lagipula, aku juga tidak mungkin pulang ke rumah Papa dengan kondisi mataku yang masih bengkak.
Saat diperjalanan menuju apartemen, aku baru mengabari Mama dan menjelaskan semuanya. Aku meminta maaf padanya karena aku tidak bisa menemaninya menjaga Ryan di Rumah Sakit. Aku membuat alasan berbohong dengan mengatakan bahwa Papa menelponku dan menyuruhku untuk segera kembali kerumah. Tentu saja tanpa bertanya dan menginterogasiku lebih jauh, Mama lalu mengijinkanku pergi.
Saat taksi yang mengantarku tiba di apartemen, aku tidak mengira aku akan bertemu dengan Aris disana. Aris lalu menyapaku.
"Lena.." sapa Aris tersenyum ke arahku
Namun saat itu, aku memilih untuk tidak merespon sapaannya. Aku terus berlalu dan masuk ke pintu lobi. Aris yang terkejut karena aku tidak membalas sapaannya, lalu mempercepat langkahnya dan mencoba mengejarku. Saat itu, dia tiba-tiba saja sudah berada didepanku (mencoba menghentikan langkahku). Aris kemudian memperhatikan wajahku yang sepertinya habis menangis.
"Lena, kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?" tanyanya khawatir
Aku terdiam tidak menjawabnya. Padahal aku sudah berusaha sebaik mungkin untuk menahan, entah kenapa air mataku itu tetap turun dengan sendirinya. Bahkan, aku tidak bisa lagi membendungnya.
Aris yang melihatnya pun langsung memelukku. Tanpa aba-aba, dia langsung menarikku ke dalam pelukannya. Aku pun kembali menangis tersedu-sedu.
Aris kemudian mengajakku untuk duduk di ruang tunggu lantai unit kami, disamping lift, di lantai 7. Saat itu, dia hanya terdiam sambil menungguku mengucapkan sesuatu padanya. Dia terus menungguku yang masih berusaha menenangkan diri dari tangisanku itu.
Putus asa setelah menunggu beberapa lama, tetapi aku tidak mau juga untuk membuka suara, Aris kemudian berkata
"Aku tahu, kau mungkin tidak mau menceritakan masalahmu itu padaku mengingat statusku yang hanya sebagai seorang tetangga dan juga mantan bagimu dulu.. Aku hanya khawatir melihat keadaanmu yang seperti ini.."
Aku masih terdiam, tidak merespon perkataan Aris.
"Maafkan aku, kalau menurutmu aku ini terlalu ingin ikut campur dan ingin tahu mengenai semua masalahmu. Aku hanya tidak suka saat melihatmu menangis.. Aku.. mengkhawatirkanmu (mencintaimu) Lena.." dan Aris pun kemudian bangkit dari duduknya dan hendak pergi meninggalkanku
Saat itu, aku mulai membuka suara dan bercerita padanya,
"Mas Ryan.. dia ingin bercerai dariku. Dia sudah mengutus pengacara untuk mengurus semuanya.." ucapku tiba-tiba yang mengejutkan Aris
"Aku hanya tidak mengira bahwa dia akan melakukan semua ini. Disaat kita akan memulai kembali kehidupan kita yang baru dengan pindah dari apartemen ini, tetapi dia malah.."
"Apa ini semua karena aku?" tanya Aris tiba-tiba memotong
"Lena katakan, ini semua terjadi karena dia merasa cemburu padaku?" tanyanya kembali sambil mendekatkan wajahnya padaku dan menatapku dalam
Saat itu aku hanya terdiam sambil membalas tatapannya. Tidak ada satupun kata yang keluar dari mulutku saat itu, selain air mata yang jatuh membasahi pipiku.
"Maafkan aku Lena.. Maafkan aku.. Aku sungguh-sungguh minta maaf padamu.." ucap Aris frustasi
"Aku tidak mengira kalau tindakan bodoh yang aku lakukan dengan pindah ke apartemen yang sama denganmu akan membawa dampak buruk bagi kehidupan rumah tanggamu bersama Ryan.. Aku benar-benar menyesal Lena. Maafkan aku.."
Saat itu Aris, dia tiba-tiba mengajakku berdiri dari sana dan
"Katakan padaku dimana Ryan berada sekarang? Aku akan membujuknya untuk tidak menceraikanmu.." ucap Aris sambil menarik tanganku untuk membantuku berdiri
Saat itu, aku refleks menarik tanganku kembali darinya, seolah memberi respon kalau aku tidak menyetujui idenya itu. Sementara Aris, dia kemudian mengambil handphonenya dan langsung menghubungi Ryan. Aku yang melihat hal itu pun kemudian berusaha menghentikannya.
"Jangan Mas Aris. Tidak usah.." ucapku sambil memegang tangan Aris yang memegang handphonenya untuk menghubungi Ryan
Aris tidak mempedulikannya. Dia tetap menghubungi Ryan. Aku pun langsung mengambil handphone Aris dan menutup panggilannya.
"Tidak usah menghubunginya.." ucapku sambil mematikan panggilannya
"Lena?" tanya Aris heran
"Aku.. Mungkin lebih baik seperti ini. Ini sudah keputusannya dan aku tidak mau menghalanginya.."
"Tapi Lena?"
Saat itu aku lalu pergi dan memilih meninggalkannya. Akan tetapi Aris, seolah tidak menyerah, dia tetap mengejarku dan berusaha menghentikan langkahku dengan memegang tanganku
"Lena.. Kumohon jangan seperti ini. Aku tahu kau sangat mencintai Ryan.."
"Lena..!" Aris masih mencoba membujukku dengan menahan tanganku disana
"Kalau kau berbuat seperti ini, kau akan membuatku semakin merasa bersalah pada kalian berdua.."
"Ini semua bukan kesalahanmu Mas.." balasku
"Lena..?"
Saat itu aku tidak mempedulikan kata-kata yang diucapkan Aris. Aku kemudian menarik tanganku yang ditahan olehnya, lalu kemudian pergi. Namun Aris, dia tiba-tiba berkata
"Aku tidak ingin kau melakukan kesalahan yang sama denganku dengan pergi begitu saja meninggalkan orang yang sangat kau cintai.."
"Dulu aku begitu bodoh dengan berpikir untuk merelakannya pergi karena tidak ingin melukai hatinya.. tanpa aku sadari, ternyata saat itu aku hanya berusaha untuk menipu diriku sendiri dengan melakukan semua itu.."
"Lena, apa kau ingat ketika dulu aku berkata padamu bahwa jodoh pada akhirnya akan bertemu dan dipersatukan? Teori itu tidak salah, hanya saja aku melupakan satu hal yakni usaha dan juga ikhtiar untuk mendapatkan sesuatu atau mempertahankan apa yang seharusnya menjadi milik kita.."
"Lena, kalau kau tidak mau menyesal dan menjadi seperti diriku, kau harus melakukannya. Kau harus mempertahankan rumah tanggamu dan juga Ryan sebelum semuanya terlambat.."
Saat itu, aku tiba-tiba berbalik menghadap Aris. Aris yang melihatku pun kemudian melanjutkan perkataannya,
"Maaf.. Bukannya aku bermaksud untuk mengingatkanmu mengenai masa lalu kita dulu, Lena. Aku hanya tidak ingin kau melakukan kesalahan yang akan membuatmu menyesal nantinya.." ucap Aris kembali
"Aku tahu, waktu itu kau terpaksa melakukannya. Perpisahan kita dan semua ucapanmu untuk menenangkanku.. Kau berupaya sebaik mungkin mengatakan itu semua agar membuatku tidak merasa bersalah karena aku yang sebenarnya telah memutuskan pertunangan kita secara sepihak dan meninggalkanmu pergi Mas Aris.." ucapku tiba-tiba membalas perkataan Aris
"Maafkan aku yang telah membuatmu terluka dan membuatmu menjadi seperti ini (sampai sekarang Aris masih mencintaiku dan tidak bisa melupakanku).."
"Aku juga ingin berterima kasih padamu, sebab jika bukan kau yang melepaskanku dulu, maka aku tidak akan pernah melakukannya.. berbakti kepada Papa dengan mengikuti semua keinginannya itu (menjodohkanku dengan Ryan).."
"Tapi masalah kali ini berbeda Mas Aris. Aku telah memutuskannya. Dan aku rasa memang ini adalah yang terbaik bagiku dan juga Mas Ryan.."
"Aku juga ingin menyampaikan, ini semua terjadi bukan karena Mas Ryan yang merasa cemburu padamu atau karena kehadiranmu disini sebagai tetanggaku.. Ini murni karena masalah intern diantara kami berdua, tidak ada sangkut pautnya denganmu. Oleh karena itu, kau jangan merasa bersalah karena menganggap ini semua terjadi karena kehadiranmu disini.."
Saat itu Aris, dia tiba-tiba mendekat ke arahku.
"Maafkan aku Lena.." ucapnya. Dan dia pun langsung mencium bibirku.