Ini sudah lewat setengah jam semenjak Papa menghubungiku tadi, tapi Ryan sama sekali belum ada kabar. Aku masih belum bisa menghubunginya. Jangankan untuk menjawab panggilanku, bahkan semua pesan yang kukirim padanya pun tidak dibacanya sama sekali.
"Mas Ryan kamu dimana? Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku tidak mungkin pergi sendiri ke rumah Papa kan?" ucapku ketika aku masih mencoba menghubunginya kembali ditelpon.
"Mas Ryan jawablah.. Angkat telponnya..!" aku masih berharap
Ryan masih tidak bisa dihubungi. Sementara itu, Papa kembali menghubungiku lagi.
"Lena.. Kau dimana? Kenapa lama sekali??" tanya Papa
"Lena masih otw Pa.. Ini jalanannya macet. Ada pengalihan arus, jadi harus ambil jalan memutar yang agak jauh.." aku terpaksa berbohong
"Kasihan Ibu mertuamu disini menunggu kalian dari tadi.."
"Oh iya, ngomong-ngomong.. Ryan ada bersamamu kan? Kau tidak datang sendirian kan kemari Lena?" tanya Papa yang membuatku pusing
"Hmm.. Sebenarnya Mas Ryan dia.." saat itu aku bingung alasan apa yang harus kuutarakan pada Papa agar Papa dapat memahami tentang kondisinya dan tidak menanyakan lagi tentang Ryan.
"Mas Ryan tadi menghubungiku. Dia ada di Bandung sekarang dan sedang mengalami sedikit masalah di jalan tol. Ban mobilnya bocor terkena paku Pa. Dan dia juga tidak bersama Heru saat ini. Jadi terpaksa dia yang harus mengurusi masalah itu sendiri.. Belum lagi handphonenya yang kehabisan baterai. Tadi dia menghubungi Lena menggunakan handphone orang lain dan sekarang meminta Lena untuk memanggil mobil derek.."
Aku tidak percaya aku bisa mengucapkan skenario kebohongan itu begitu lancar pada Papa. Meskipun aku merasa bersalah karena telah membohongi Papa berulang kali, tapi aku rasa ini jalan satu-satunya agar Papa tidak menanyaiku lagi mengenai Ryan.
"Bagaimana bannya bisa terkena paku? Untung saja dia tidak mengalami kecelakaan saat berkendara disana.." ucap Papa khawatir
"Iya Pa. Lena juga tidak tahu. Tapi Papa tenang saja, mobil dereknya sebentar lagi akan datang dan membantunya disana.."
"Syukurlah..!" ucap Papa merasa lega
"Yasudah kamu cepat datang kemari ya, Papa tunggu!"
"Iya Pa.. Sebentar lagi Lena sampai kok."
"Hati-hati juga kamu dijalan.."
"Iya, Pa.." jawabku
Dan Papa pun akhirnya menutup panggilannya.
Tanpa berpikir panjang, aku segera berangkat ke rumah Papa.
Sementara itu di Villa Ryan, Shina yang baru terbangun agak sedikit terkejut mendapati dirinya berada disalah satu kamar yang sudah cukup familiar baginya. Dia kemudian keluar kamar dan mencari Ryan.
Sementara Ryan, saat itu dirinya tengah menyiapkan makan malam untuk Shina. Dia telah membeli seporsi sate untuk Shina dari restoran favorit mereka berdua yang berada disana.
"Wow.." ucap Shina takjub ketika dia melihat Ryan menyiapkan semuanya.
"Apa ini sate dari tempat itu?" tanyanya sambil memakan satu tusuk satenya
"Hmm.. Rasanya masih tetap sama seperti dulu. Tidak berubah meski sudah delapan belas tahun terlewati.."
"Tentu saja. Mereka kan mewariskan resepnya secara turun temurun untuk menjaga keasliannya.." jawab Ryan
"Terima kasih Ryan. Aku tidak menyangka kau akan membawaku kemari dan membelikan ini untukku. Aku benar-benar senang dan menghargainya. Terima kasih!" ucap Shina tersenyum
"Baguslah. Aku senang kalau kau menyukainya.." balas Ryan juga tersenyum
"Kau hanya membelinya satu porsi?" tanya Shina kembali heran
"Tenang saja. Aku tidak akan meminta bagianmu. Aku sudah makan disana tadi sembari menunggu.." jawab Ryan
Saat itu Ryan terus memperhatikan Shina yang memakan satenya itu dengan begitu lahap, hingga kemudian Shina
"Kenapa?" tanyanya heran
"Kau.. tidak mungkin berpikir aku sangat cantik kan ketika aku sedang memakan sate-sate ini? Kalau kau berpikir demikian, mungkin aku akan mulai berpikir juga untuk membuka jasa endorsement bagi semua warung sate yang ingin aku iklankan satenya.." ucap Shina kembali yang membuat Ryan tersenyum.
"Ada apa? Kau mau aku menyisakan ini untukmu? Kalau kau memang mau bilang saja, nanti aku sisakan separuhnya.." ucap Shina kembali
"Tidak.. tidak.. Kau habiskan saja itu. Itu semua memang aku beli untukmu kok." jawab Ryan
Shina terus memakan satenya dan Ryan masih terus memperhatikannya.
"Ryan.. Kalau kau terus menatapku seperti itu maka aku akan merasa bahwa kau akan kembali jatuh cinta padaku.. Apa kau menginginkan hubungan kita dapat kembali seperti dulu?" tanya Shina menggodanya
Namun tiba-tiba saat itu salah seorang pengurus Villa datang. Dia terkejut bahwa sang pemilik Villa Ryan tiba-tiba ada disana.
"Pak Ryan?" sapa pengurus tersebut
"Iya..?" jawab Ryan
"Bapak baru datang?"
"Kenapa Bapak tidak memberitahukan kepada saya jika Bapak ingin datang bersama Nyonya kemari. Jadi kan bisa saya beberes terlebih dahulu.." ucap sang pengurus Villa yang bahkan Ryan sendiri pun tidak tahu siapa namanya.
Saat itu Shina terkejut mendengar pengurus itu memanggilnya dengan sebutan Nyonya. Apa dia mengira bahwa aku adalah istri Ryan? Kalau begitu Ryan tidak pernah sekali pun membawa Lena kemari, pikir Shina senang.
"Apa Bapak membutuhkan sesuatu? Akan saya panggilkan satu orang untuk membantu Bapak melayani Bapak disini." ucap pengurus itu kembali
"Tidak usah..!" tolak Ryan tiba-tiba
"Kami tidak akan lama disini." ucap Ryan kembali
"Baiklah, kalau begitu saya pamit dulu Pak.. Nya.. Kalau Bapak dan Nyonya butuh apa-apa, rumah saya ada diujung depan jalan itu.." sambil pengurus tersebut menunjukkan rumahnya melalu jendela kaca disana. Dan pengurus itu pun keluar dari Villa tersebut
Kemudian, Shina yang penasaran
"Apa kau tidak pernah mengajak Lena kemari? Sepertinya orang tadi salah mengira bahwa aku ini adalah istrimu.." ucap Shina tersenyum
"Bukannya tidak pernah membawanya kemari, tapi memang aku tidak pernah lagi kemari setelah beberapa tahun lamanya. Terakhir kali itu aku kemari waktu kita masih bersama dulu.." jawab Ryan
Shina kemudian tersenyum. Lalu dia berkata
"Senang sekali rasanya mengetahui bahwa ada sesuatu yang tidak Lena ketahui mengenai dirimu dan itu berhubungan denganku.. seperti lokasi Villa ini."
Saat itu terlihat ekspresi tidak biasa dari Ryan. Dia seperti cemas memikirkan sesuatu, hingga kemudian Shina
"Kalau kau ingin pulang karena merindukan istrimu, ya pulang saja.. Aku tidak keberatan kau meninggalkanku sendirian disini." ucap Shina yang membuat Ryan terkejut. Karena pada saat itu seolah Shina bisa membaca pikirannya.
"Aku harap kau tidak keberatan jika aku tinggal disini untuk sementara waktu.. Aku tidak akan berbuat apapun, hanya ingin menenangkan diri sampai pikiranku benar-benar tenang dan aku bisa kembali fokus bekerja.." ucap Shina kembali
Ryan kemudian mendekat ke arah Shina dan memastikannya sekali lagi.
"Kau sungguh tidak apa-apa disini sendirian?"
"Iya.. " jawab Shina
"Tapi akan lebih baik lagi jika aku mempunyai seorang pelayan yang bisa melayaniku ketika aku berada disini.."
"Tidak masalah." jawab Ryan
"Aku akan meminta pengurus tadi untuk menyiapkan seorang pelayan untukmu disini.." Ryan menambahkan
Namun, saat Ryan hendak pamit, tiba-tiba terdengar suara guntur besar dan hujan deras pun turun. Tidak sampai disitu, bahkan listrik di Villa tersebut tiba-tiba juga padam. Shina yang memiliki phobia terhadap suara petir dan ruangan gelap langsung seketika itu memeluk Ryan. Dengan tubuh yang masih gemetaran karena ketakutan dia terus memeluk Ryan dengan sangat erat. Akhirnya berkat kejadian itu, Ryan tidak pulang semalaman dan menemani Shina di Villa itu sampai pagi hari. Terlihat mereka menempati ruangan kamar yang sama dan ranjang yang sama.