Begitu aku keluar dari unit Aris, aku masih merasakan perasaan yang seharusnya tidak boleh aku rasakan. Aku masih memikirkannya.. Aku tahu aku tidak boleh seperti ini. Untuk sesaat, aku jadi melupakan permasalahanku yang sempat kesal dengan Shina karena ulahnya yang mencium Ryan tadi. Belum lagi ulah Ryan yang lebih memilih untuk membawa Shina dibandingkan dengan diriku yang merupakan istrinya.
Aku kemudian masuk kedalam unitku memikirkan semua hal yang terjadi di hari itu. Shina yang hamil, lalu dia yang mengurung kami diapartemennya agar Aris bisa langsung mengungkapkan isi hatinya itu padaku.
Aku tidak mengira bahwa Shina akan melakukan hal seperti ini pada kami. Aku tahu dia sangat mencintai Aris, tapi kenapa dia bisa berpikiran untuk menyuruh Aris malah mengungkapkan semua perasaan cintanya padaku. Shina.. apa dia ingin melepaskan diri dari Aris? Ini semua dilakukannya demi Aris..?
Sesaat ada perasaan bersalah yang menghinggapi hatiku. Aku seharusnya tidak boleh melakukan itu. Memikirkannya dan memeluknya tadi.. Ya Tuhan, apa yang baru saja aku lakukan sebelumnya. Tidak seharusnya aku melakukan hal ini. Perasaan ini sebaiknya dihilangkan saja. Aku harus melakukan sesuatu untuk mengembalikan hubungan Shina dan juga Aris. Aku harusnya senang, Aris.. dia memiliki seseorang seperti Shina disampingnya, yang rela melakukan apa saja demi kebahagiannya. Aku kemudian mengambil handphoneku itu dan menghubungi Mas Ryan untuk menanyakan keberadaan Shina.
Sementara saat itu, di tempat Ryan dan Shina berada, handphone Shina berdering dan itu panggilan dari Lucy. Saat itu Shina sedang tertidur, lalu kemudian Ryan memutuskan untuk menjawabnya.
"Shina..? Ya ampun, kau kemana saja? Semua orang sedang khawatir mencarimu disini. Apa kau baik-baik saja?", suara Lucy terdengar cemas ditelpon
"Saat ini Shina sedang tertidur. Kondisinya sangat lelah. Lebih baik nanti baru kau hubungi dia kembali.." jawab Ryan
Lucy terkejut mendengar suara Ryan saat itu.
"Ryan?? Apa kau Ryan yang aku kenal dulu? Putra tunggal dari Bapak Pratomo Cahyo Adi Kusumo?" tanya Lucy tak percaya
"Ya ini aku. Lama tidak berjumpa Lucy.."
"Ya ampunn.. Aku tidak percaya ini. Bagaimana bisa kau bersama dengan Shina sekarang?" tanya Lucy tak percaya.
"Oh, iya Ryan. Kau tahu Shina sudah menikah kan? Apa kau juga mengenal Rani??" tanyanya kembali.
"Iya, aku tahu semuanya. Termasuk identitas Rani sebagai anakku.."
Mendengar jawaban itu dari Ryan membuat Lucy semakin terkejut. Kemudian,
"Ryan, bisa kita bertemu? Ada beberapa hal yang ingin kusampaikan mengenai Shina dan Rani. Ini sangat penting.. Ku mohon.. Luangkanlah waktumu sedikit."
"Baiklah, tapi aku tidak bisa sekarang. Nanti kau akan kuhubungi lagi Lucy."
jawab Ryan
"Iya tidak masalah. Kapanpun kau bisa dan ada waktu luang, nanti aku akan menemuimu."
"Kalau begitu aku tutup dulu telponnya.."
"Ryan tunggu..!" ucap Lucy tiba-tiba
"Mengenai pertemuan kita nanti. Bisa kau rahasiakan masalah ini dari Shina. Aku tidak ingin Shina mengetahui pertemuan kita nanti.."
"Iya, tidak masalah.." balas Ryan
"Ah, satu hal lagi Ryan. Ini mengenai Shina. Apa kau berniat untuk kembali dekat dengannya? Aku hanya ingin memberitahumu, Shina telah melalui banyak hal dalam hidupnya dan perpisahan denganmu yang terakhir kali itu benar-benar membuatnya berada dalam kondisi terendahnya saat itu.. Aku hanya tidak ingin jika kau kembali padanya kemudian melakukan hal yang sama dan membuatnya kecewa dan terluka lagi. Kau tidak tahu bagaimana perjuangannya selama ini hanya untuk bisa bertahan hidup.."
"Iya. Aku mengerti Lucy. Aku tidak akan pernah lagi membuatnya terluka.." ucap Ryan tiba-tiba memotong
"Maksudku, jika kau memang tidak berniat kembali bersama dengannya dengan sungguh-sungguh, lebih baik kau menjauh saja darinya. Jangan memberinya harapan.. Shina itu, meskipun dari luar orang-orang akan menilainya sebagai wanita yang cukup kuat, mandiri, dan pemberani, tapi dibalik itu semua dia memiliki hati yang sangat lembut dan rapuh. Hatinya mudah tersentuh akan kebaikan dari orang lain, meskipun itu tidak ditunjukkan secara langsung melalui perbuatannya.."
"Iya.. ya.. iya.. aku mengerti Lucy." potong Ryan
"Saat ini aku pikir Shina tengah berbahagia menikmati momen pernikahannya dengan suaminya itu.. Dan dia telah menikmati perannya menjadi seorang istri yang baik bagi suaminya.. Aku hanya tidak ingin kau merusak momennya.."
"Iya aku tahu.." potong Ryan kembali
"Maksudku itu kau.." Lucy yang belum menyelesaikan kalimatnya dibuat terkejut saat Ryan tiba-tiba memutus telponnya.
*Tut.. tut.. tuut.. (Sambungan telepon terputus karena Ryan tiba-tiba mematikannya)
"Maksudku kau jangan terlalu baik padanya sehingga membuatnya salah paham dan berharap lebih padamu.. Ryan ku harap kau mengerti." ucap Lucy kembali walaupun Ryan sudah memutuskan panggilannya.
Saat itu Ryan dia membawa Shina ke salah satu villanya yang berada di daerah puncak. Villa ini mungkin bisa dibilang memiliki kenangan tersendiri bagi mereka berdua. Dulu Ryan juga pernah beberapa kali membawa Shina liburan kesana, sewaktu mereka masih berhubungan dulu. Dan Ryan juga ingat bagaimana Shina sangat menyukai tempat itu, dimana dia bisa bebas berkeliling dan berjalan-jalan mengitari perkebunan dan menikmati pemandangan alam disana, tanpa ada satu pun orang yang akan mengenalinya atau menanyainya tentang jati dirinya sebagai seorang artis. Shina pasti akan menyukai tempat ini, pikir Ryan bahagia. Dan dia pun semakin bersemangat melajukan mobilnya ke tempat itu.
Sementara ditempat lain di apartemenku, ketika itu aku menghubungi Ryan, dia tidak menjawabnya. Nadanya terhubung, tapi tetap saja.. beberapa kali aku menghubunginya, dia tetap tidak mau menjawabnya. Aku terus saja menghubungi Ryan hari itu, hingga tiba-tiba ketika panggilannya berakhir dan Ryan tetap tidak mau menjawabnya.. ada masuk panggilan dari Papa.
"Lena.. Kau dimana sekarang?" tanya Papa yang kelihatannya agak cemas
"Lena diapartemen Pa."
"Oh iya, Lena lupa bilang sama Papa. Oka sepertinya sedang sakit, jadi Lena dan Mas Ryan memutuskan untuk tinggal disini untuk beberapa hari. Papa tidak keberatan kan?"
"Papa tidak masalah dengan hal itu, tapi kau bisa pulang kemari sebentar. Ibu mertuamu ada disini. Dia khawatir padamu.. Papa tidak tahu dia mendapatkan kabar dari mana mengenai keguguranmu itu. Dia terlihat sedih dan cemas.."
"Kau datanglah kemari dan ajak juga Ryan agar Ibunya tahu bahwa anaknya itu yang bisa membuatmu mengalami ini semua.." ucap Papa kembali
Aku terkejut mendengar Mama ada dirumah Papa sekarang. Bagaimana ini? Dalam situasi seperti ini.. terlebih saat ini Ryan juga sedang bersama dengan Shina. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? pikirku panik.
Kemudian, setelah aku mencoba untuk menenangkan diriku
"Oke Pa. Lena pulang sekarang. Tapi sepertinya Lena tidak bisa membawa Mas Ryan kembali bersama. Dia masih ada meeting di luar kota. Jadi Lena tidak tahu apakah Mas Ryan bisa pulang hari ini.."
"Kalau begitu kau hubungi Ryan sekarang. Dia pasti akan pulang dan meninggalkan pekerjaannya itu begitu mendengar Mamanya ada disini.." balas Papa
"Tapi Pa.."
"Sudah.. Kau jangan mencoba membuat alasan lagi untuknya. Papa tahu niatanmu itu. Kau sengaja berkata seperti itu agar Ryan tidak datang kemari dan dipersalahkan atas keguguran yang kau alami itu kan. Kau ingin membela Ryan disini.. berusaha menyembunyikan kesalahannya dari Mamanya.."
"Bukan Pa. Lena tidak bermaksud.."
"Sudah!! Pokoknya Papa tidak mau mendengar alasan lain. Kau cepat datang kemari bersama Ryan. Papa tunggu..!" dan Papa pun langsung mematikan telponnya.