Ryan yang kesal, akhirnya dia memutuskan untuk menjawab panggilan dari Aris.
"Ryan..!! Apa yang kau lakukan pada Lena? Bagaimana bisa kau menyakiti hatinya dengan memilih Shina dan mengabaikannya? ucap Aris marah
"Apa pedulimu mengurusi kehidupan rumah tangga orang lain? Lena itu istriku. Menjauh darinya sekarang dan urus saja istr.." Ryan yang belum menyelesaikan kalimat umpatannya pada Aris tiba-tiba dikejutkan oleh ulah Shina yang keluar dari mobilnya dan berniat menghentikan mobil lain yang melaju cepat di jalan tol.
"Shina apa yang dia lakukan?" ucap Ryan tiba-tiba panik
Sambil keluar dari mobilnya terburu-buru, Ryan kemudian
"Shina..!! Kau.. Apa kau ingin mati, hah?!!" bentak Ryan marah
Aris yang mendengar hal itu pun dari balik telpon tentu saja terkejut.
"Ryan, ada apa dengan Shina?? Apa dia baik-baik saja??" tanya Aris panik
Namun saat itu Ryan ternyata meninggalkan ponselnya didalam mobil. Jadi dia tidak menjawab apapun yang ditanyakan oleh Aris tadi.
Ryan kemudian menarik tangan Shina dan memaksanya untuk masuk ke dalam mobilnya. Sementara Shina yang tidak senang dengan perlakuannya berusaha untuk melawan.
"Lepaskan..! Lepaskan aku Ryann.."
"Kau..! Apa kau berniat ingin bunuh diri, hah??!" ucap Ryan marah sambil memaksanya memasuki mobil dengan kasar.
"Apa pedulimu?? Lebih baik urus saja Lena istrimu itu.."
"Dengar Shina.. sepahit dan sekesal apapun kau dengan hidupmu, tapi kau tidak boleh mati. Pikirkan janin yang ada dalam kandunganmu itu dan juga orang-orang lain yang menyayangimu diluar sana.."
"Memangnya siapa yang ingin bunuh diri..?!!" ucap Shina kesal
"Aku hanya ingin menghentikan mobil disana karena aku tidak mau harus satu mobil denganmu.."
"Kau dan Aris.. Kalian berdua sama saja. Sama-sama menganggapku sebagai pembuat onar dan masalah.."
Tiba-tiba saja air mata Shina turun membasahi wajahnya ketika dia mengucapkan kata-kata itu.
"Kalian berdua berbuat baik padaku hanya karena merasa kasihan padaku saja.. Aku tegaskan disini, aku bukan pengemis!! Jadi, aku tidak butuh rasa simpati dan belas kasihan dari kalian.."
Ryan yang merasa bersalah, dia lalu memeluk Shina berusaha untuk menenangkannya.
"Maafkan aku Shina.. Maafkan aku atas perkataanku sebelumnya.." ucap Ryan sambil menepuk-nepuk punggung Shina didalam pelukannya.
"Aku tidak bermaksud untuk menganggapmu seperti itu. Aku hanya berupaya untuk menenangkanmu. Bagaimanapun.. kau itu bukan pengemis, apalagi orang lain.. Kau adalah ibu dari Rani, anakku.. Jadi aku tidak mungkin menganggapmu sebagai orang lain disini.."
Bukannya malah tenang, Shina justru tambah menangis histeris mendengarkan Ryan berkata seperti itu padanya.
"Maafkan aku Shina, maafkan aku karena baru mengakuinya sekarang dengan sungguh-sungguh.. Aku hanya terlalu merasa bersalah padamu.."
"Aku memahaminya sekarang bahwa aku telah merusak hidup dan masa depanmu sampai seperti ini.. Aku menyesal. Aku benar-benar minta maaf.." Ryan tiba-tiba menjadi serius. Terlihat sekali bahwa perkataannya itu menggambarkan ungkapan hatinya yang terdalam.
"Seandainya saja dulu kau tidak bertemu denganku, mungkin kau akan menjalani kehidupan yang lebih baik. Maafkan aku Shina.. Maafkan aku.." ucap Ryan merasa bersalah
Saat itu sambungan telpon dari Aris masih terhubung di handphone Ryan, sehingga dia bisa dengan jelas mendengarkan semua percakapan mereka.
Aris yang menyadari situasinya bahwa tidak mungkin membawa Ryan datang ke unitnya untuk menjemputku, kemudian memilih untuk menutup sambungan telponnya. Dia berpikir, mungkin ada baiknya membiarkan Ryan untuk menenangkan Shina sementara waktu. Walaupun ada sedikit perasaan cemburu.. bahkan sempat terbesit dibenaknya saat itu bagaimana jika seandainya Ryan kali ini berniat serius bertanggung jawab pada Shina dan ingin menikahinya.
Aris lalu mengalihkan pandangannya padaku yang saat itu seolah sedang tertidur di sofa didepannya. Dia kemudian menarik nafas panjang. Akhirnya diapun menghubungi dokter untuk memeriksakan keadaanku.
Beberapa jam kemudian ketika aku tersadar, aku mendapati diriku tertidur di sofa di apartemen Aris.
Selimut dan bantal? Mungkin Aris yang melakukannya, pikirku.
Lalu aku melihat Aris juga tertidur di sisi sofa lainnya disana. Ingin rasanya aku memindahkan atau membangunkannya.. menyuruhnya tidur ditempat yang lebih nyaman, seperti dikamar atau sofa tempat tidurku tadi, tapi aku takut untuk membangunkannya.
Kemudian aku mengambil selimutku tadi dan menyelimutinya. Aku kemudian menatap wajah Aris dari jarak dekat.. mungkin tidak pernah berani aku lakukan jika dirinya dalam keadaan sadar.
Saat itu Aris terlihat benar-benar lelah.. Kasihan sekali dia. Segala macam permasalahan yang timbul bekalangan ini semenjak kedatangannya kemari dan menjadi tetanggaku.. seandainya dulu aku tidak menikahi Ryan dan menjadi istrinya, mungkin keadaannya tidak akan menjadi serumit ini. Dan mungkin aku juga tidak akan melihatnya dalam kondisi seperti ini dalam tidurnya.
"Maafkan aku Mas Aris.. karena mencintaiku kau telah melalui semua kesusahan ini. Sedangkan aku, aku bahkan tidak bisa melakukan apa-apa untukmu. Baik itu membalas perasaanmu.. Aku hanya bisa membuatmu kecewa dan terluka.. Sebaiknya dari awal kau tidak usah jatuh cinta padaku.." tanpa sadar air mataku itu turun dengan sendirinya, jatuh dan mengenai pipi Aris.
Aris tiba-tiba dia terbangun. Aku pun kemudian menegakkan kembali tubuhku dan dengan cepat menghapus air mataku.
"Lena, kau sudah sadar?" ucap Aris begitu dia melihatku
"Iya.. Maafkan aku sebelumnya Mas Aris. Aku jadi merepotkanmu tadi.."
"Terima kasih atas bantuanmu. Kalau begitu aku pamit dulu.." dan aku pun segera berjalan menuju pintu depan
Aris tiba-tiba kembali memanggilku,
"Lena.."
Aku kemudian menghentikan langkahku.
"Ryan.. dia baik-baik saja. Dia hanya mencoba untuk menenangkan Shina terlebih dahulu saat ini. Dia tidak akan berbuat macam-macam dengan Shina. Kau percayalah.."
"Sama seperti dirimu, Ryan juga mencintaimu dan tidak akan pernah berpikir untuk mengkhianatimu.. Kau tidak perlu merasa khawatir Lena. Ryan pasti akan kembali.." ucap Aris tersenyum berusaha menenangkanku
Namun saat itu responku malah menangis. Aku terus saja mengeluarkan air mataku itu tanpa bersuara. Aku terenyuh oleh ucapannya yang berusaha menghiburku saat itu. Walaupun aku tahu Aris memiliki perasaan padaku, tapi bagaimana bisa dia dengan mudah mengucapkan semua itu seolah tidak ada apa-apa antara dirinya dan aku. Sebelum aku menjadi kehilangan akal dan kembali memeluknya lagi, aku pun kemudian bergegas berlari pergi meninggalkan unitnya.
**Sedikit penjelasan mengenai tindakanku yang waktu itu secara tiba-tiba memeluk Aris pada saat Aris mengungkapkan perasaannya padaku. Saat itu aku memang benar-benar memeluknya secara sadar dan atas keinginanku sendiri. Aku hanya terlalu senang mengetahui Aris masih mempunyai perasaan padaku. Bagaimana mengungkapkannya ya.. Aku tidak mungkin mengatakan secara langsung didepan Aris bahwa aku juga masih memiliki perasaan yang sama dengannya. Aku sudah berupaya keras untuk menahannya.. Bahkan aku juga sudah berupaya menyangkalnya dengan berkata bahwa Aris sebenarnya memiliki perasaan pada Shina karena dia peduli padanya, tetapi tetap saja aku tidak bisa menahan perasaanku itu. Maafkan aku Mas Ryan, disatu sisi aku merasa bersalah pada suamiku karena telah mengkhianatinya. Aku tahu aku tidak boleh begini, tapi aku hanya ingin menyampaikan bahwa semua perasaan yang kurasakan pada Aris memang nyata dan benar-benar ada.
Terkadang ucapan dan perkataan seseorang yang keluar dari mulutnya, tidak benar-benar mencurahkan isi hati yang sebenarnya. Sama seperti kasusku dan Aris, mungkin Shina juga.. dibandingkan harus mengungkapkan apa yang sesuai dengan isi hati dan pikiran kami, kami lebih memilih untuk berusaha menyangkalnya dan mengatakan hal lain yang bertolak belakang.