Chereads / My New Neighbour / Chapter 170 - Semakin Rumit

Chapter 170 - Semakin Rumit

Ryan yang hendak membeli susu di Joymart tiba-tiba melihat Shina disana sedang duduk termenung. Ryan pun kemudian menghampirinya.

"Shina.. Kau disini?" tanya Ryan heran

Saat itu sebenarnya Shina tengah menangis. Dengan cepat dia menyeka air matanya itu ketika Ryan berjalan mendekatinya.

"Cepat sekali.. Bukankah kau tadi sedang berada di apartemen dengan Lena. Dimana Lena?" sambil Ryan memperhatikan sekeliling mencariku.

Saat Ryan kembali menatap Shina.

"Shina kau menangis?" tanya Ryan kembali

"Si.. siapa yang menangis? Aku tidak menangis. Mataku merah karna aku menguceknya tadi dan aku lupa kalau tanganku itu habis memegang sesuatu yang pedas.." Shina berusaha menjelaskan

Ryan tahu Shina sedang berbohong. Makanan pedas? Bukankah Shina itu tidak suka dengan makanan pedas, pikirnya aneh. Karena tahu sepertinya Shina sedang tidak ingin diganggu, maka Ryan pun segera pergi dari sana.

"Kalau begitu aku ke Joymart dulu. Lena tadi menitip susu untuk dibeli." dan Ryan pun berjalan meninggalkan Shina disana.

Akan tetapi, saat di Joymart, Ryan tidak hanya membeli susu untukku, tetapi juga obat tetes mata untuk Shina. Kemudian saat dia telah selesai membeli semuanya, Shina masih terlihat duduk disana.

"Karena aku sedang tidak membawa kacamata, maka kau gunakan saja ini." ucap Ryan sambil memberikan obat tetes mata itu pada Shina

"Aku tahu kau sangat memperhatikan penampilanmu.. Kau tidak mungkin pergi dari sini dengan matamu yang seperti itu kan.." ucap Ryan kembali yang membuat Shina terharu

"Terima kasih.." balas Shina sambil tersenyum

Dan setelah menggunakan obat tetes matanya itu, Shina terlihat pergi berjalan dengan Ryan menuju lobi. Saat itu aku terkejut melihat mereka berdua berjalan bersama. Hingga tiba-tiba ketika Shina melihatku dari kejauhan, kemudian dia

"Awww.." ucap Shina meringis sambil memegangi matanya

Ryan yang ada disampingnya kemudian menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Shina yang seperti sedang kesakitan saat itu.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Ryan

"Mataku.." ucap Shina kembali sambil mengucek matanya

"Sudah-sudah jangan dikucek. Biarkan aku lihat.." ucap Ryan

Dan begitu Ryan mendekatkan wajahnya pada Shina untuk memeriksa kedua matanya, tiba-tiba saja Shina langsung mencium bibir Ryan.. membuatku terkejut, begitupun dengan Ryan. Aku yang tidak senang melihat ulah Shina saat itu kemudian segera menghampiri mereka berdua dan

*Plak.. (Aku menampar Shina)

"Kau benar-benar keterlaluan..!!" ucapku marah

"Apa ini alasanmu mengurungku dan Aris di apartemen, hah? Agar kau dan Mas Ryan bisa berdua-duaan?"

Ryan.. tentu saja dia terkejut mendengarkan perkataanku barusan. Berarti sedari tadi, aku hanya berdua-duaan dengan Aris diapartemennya, pikirnya tidak senang.

"Apa??.. Mengurungmu dan Aris di apartemen?" ucap Ryan tak percaya

"Iya Mas. Shina ini.. Dia sengaja menahan aku dan Aris untuk tidak keluar dari apartemennya agar aku dan Aris bisa dapat saling menyatakan perasaan kami satu sama lain.." aku menjelaskan dengan kesal

Setelah mengatakan semua itu, aku baru sadar bahwa tidak seharusnya aku menceritakan semua ini didepan Mas Ryan. Dia terlihat sangat tidak senang, cemburu, dan marah, hingga.. sebelum kemarahannya itu meledak, aku pun terlebih dahulu memutuskan untuk meminta maaf padanya.

"Maafkan aku Mas.. Bukan maksudku tadi untuk membohongimu ditelpon. Aku hanya tidak ingin membuatmu marah dan khawatir. Aku.. Aku sungguh tidak melakukan apapun dengan Aris disana. Percayalah! Atau kau bisa langsung menanyai Aris membuktikan ucapanku ini." aku berusaha menjelaskannya pada Mas Ryan

Shina lalu tersenyum sinis mendengar jawaban dariku.

"Cih.. Menanyakannya pada Aris.. Justru kalian dua orang yang paling tidak bisa dipercaya disini. Buktinya sampai sekarang, kalian saja bisa menutup rapat-rapat perasaan cinta kalian yang sesungguhnya pada pasangan kalian masing-masing.."

Saat itu aku begitu kesal dengan Shina. Ingin rasanya aku menampar wajahnya kembali. Bagaimana bisa dia dengan mudah memprovokasi Mas Ryan. Namun saat itu aku memilih untuk tidak meladeni ucapannya. Aku tetap berusaha membujuk Mas Ryan agar dia tidak marah dan cemburu padaku. Aku tidak ingin hubungan kita menjadi retak kembali gara-gara ini.

Akan tetapi, pada saat itu respon Mas Ryan malah dia menarik Shina dan membawanya pergi dari sana. Aku begitu terkejut. Sambil berusaha mengejarnya aku kembali meminta maaf.

"Mas Ryan tunggu Mas.."

"Maafkan aku karena tidak mengatakannya dengan jujur tadi.." Aku masih berusaha mengejarnya sambil meminta maaf

"Mas Ryan maafkan aku.."

Aku terus menerus memohon permohonan maafnya, tapi Ryan tetap pergi dan membawa Shina. Aku begitu sedih. Aku menangis.. tetapi tetap saja, hal itu tidak membuat Mas Ryan berhenti dan kembali lagi padaku.

Aku terus menangis.. hingga akhirnya aku kembali mengumpulkan kesadaranku dan kembali ke tempat Aris untuk meminta bantuan padanya.

Saat itu ditempat Aris, begitu Aris membukakan pintunya.. dia terkejut melihatku menangis terisak.

"Lena.. Kau kenapa?" tanyanya khawatir

"Mas Aris.. Mas Ryan.. Hikss.. Shina.. Mereka berdua..Hiks.. Hikss.." ucapku terisak berusaha menjelaskan semua pada Aris

"Kau tenanglah.."

Lalu Aris pun kemudian menyuruhku masuk dan mengambil segelas air, lalu memberikannya padaku.

"Aku tidak apa-apa. Terima kasih.." ucapku menolak ketika Aris memberikanku minumannya itu

"Minumlah.. Kau bisa menceritakannya dengan jelas setelah meminum air ini.."

Mau tak mau akhirnya aku pun meminum air tersebut.

"Kau tenang. Ambil nafas perlahan.. Dan ceritakan semuanya padaku.." Aris kembali menuntunku untuk tetap tenang.

"Mas Ryan.. Shina dia mencium Mas Ryan.. Semuanya kacau.. Aku tadi menampar Shina karena telah melakukan hal itu. Lalu aku secara tidak sengaja mengatakan semuanya pada Mas Ryan, kalau Shina mengurung kita disini agar kita bisa mengungkapkan perasaan kita masing-masing. Mas Ryan marah.. dia merasa cemburu.. Lalu dia pun pergi dengan membawa Shina.."

"Mas Aris, kau harus membantuku membujuk dan meminta maaf pada Mas Ryan. Katakan padanya bahwa tidak ada apapun yang terjadi selama kita berdua disini. Ku mohon Mas Aris.. Aku tidak mau Mas Ryan pergi meninggalkanku seperti ini.." ucapku memohon sambil masih menangis

Aris merasa bersalah. Ini semua terjadi karena ulahnya. Seandainya saja dia memilih untuk tidak tinggal diapartemen ini dan menjadi tetanggaku, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi. Aris.. dia terlihat begitu bingung dan panik saat itu.

Lalu dia pun segera mengambil handphonenya dan berusaha untuk menghubungi Shina. Beberapa kali terhubung tapi Shina tidak mau menjawab panggilannya.

"Apa kau sudah menghubungi Ryan?" tanyanya padaku

Aku menggeleng seraya menjawab "Belum.."

"Kau hubungi Ryan dan aku akan terus coba menghubungi Shina.."

Lalu aku pun menghubungi Ryan, tetapi dia tidak mau menjawab panggilannya.

"Mas Ryan sepertinya masih marah. Dia tidak menjawab panggilanku Mas Aris.." ucapku menangis sedih

"Tidak. Coba kau hubungi kembali. Mungkin karna dia masih menyetir, makanya dia tidak bisa menjawab panggilanmu.." Aris berusaha membuat alasan demi menghilangkan kecemasanku

Aku pun mengikuti sarannya dan kembali menghubungi Ryan, tetapi tetap saja sama.. Ryan tidak mau menjawabnya. Melihat aku yang masih menangis dan panik. Aris kembali berusaha menenangkanku.

"Lena.. Jangan menangis.. Semuanya akan baik-baik saja. Kau tenanglah.."

"Semuanya ini salahku. Seandainya sedari awal aku tidak memutuskan untuk pindah kemari ke apartemen yang sama denganmu.. Maafkan aku Lena.. Maafkan aku.. Aku berjanji aku akan memperbaiki semuanya seperti sedia kala.. Kehidupanmu sebelum kedatanganku kemari.." ucap Aris merasa bersalah

Saat itu terlihat Aris ingin memelukku untuk menenangkanku, tapi tidak jadi dilakukannya. Dia pun akhirnya memilih untuk menepuk-nepuk punggungku sambil mengulangi permohonan maafnya itu.

Aku yang sudah mulai lelah, akhirnya terjatuh dengan posisi Aris yang menahan tubuhku saat itu (seolah aku bersandar pada bahunya).

"Lena..!! Lena..!! Bangunlah.. Lena!!" Aris menjadi panik.

Dalam kondisi seperti itu, dia kemudian memperbaiki posisi tidurku disofa itu dan kali ini langsung menghubungi Ryan melalui ponselnya.

Note: Sebelumnya Aris tidak mau menghubungi Ryan melalui ponselnya dan menyuruhku yang melakukannya adalah agar masalah yang terjadi diantara kami tidak menjadi semakin rumit.

Jika Aris langsung yang menghubungi Ryan saat itu, Ryan akan tahu bahwa istrinya itu yang meminta tolong padanya untuk menghubunginya. Tentu saja Ryan tidak akan senang dengan hal itu, sehingga membuat masalah kesalahpahaman yang terjadi antara aku, Ryan, dan Aris akan semakin besar. Akan tetapi, karena tidak ada pilihan lain dan aku juga sudah pingsan.. jadi mau tak mau Aris pun terpaksa melakukannya.