"Shina.. apa dia hamil?" pikir Aris.
"Anakku.. anakku dan Shina..?" pikirnya kembali
Ada rasa senang, terkejut, khawatir, dan cemas. Aris bingung bagaimana mendeskripsikan perasaannya saat itu. Walaupun dirinya senang mengetahui bahwa sebentar lagi dia akan memiliki seorang anak. Akan tetapi, dia tidak mengira bahwa itu akan terjadi secepat ini. Terlebih lagi jika memikirkan masalah perasaannya.. perasaannya pada Shina.
"Tidak.. tidak seharusnya aku memikirkan masalah itu.." Aris kembali menepis pikirannya.
Kemudian, sambil mengetuk-ngetuk pintu toilet, Aris kembali bertanya padanya
"Shina, kau mau aku menemanimu memeriksakannya ke dokter kandungan? Aku tidak masalah jika harus mengambil cuti hari ini.."
Shina kemudian membuka pintunya,
"Kau salah kalau mengira aku mual-mual dan muntah itu karna aku hamil. Maaf membuatmu kecewa, tapi aku tidak mungkin seceroboh itu dalam hal ini Aris.."
"Aku telah menandatangani kontrak untuk sinetronku ini selama kurang lebih 200an episode, dimana dalam salah satu kesepakatannya tertulis bahwa aku tidak boleh hamil selama proses syuting berlangsung.. Lagipula selama kita berhubungan, aku juga selalu tidak lupa untuk meminum pilku itu. Jadi kau tidak perlu mengkhawatirkan masalah ini.."
"Dan ahh.. satu lagi kalau kau mungkin lupa. Aku tidak sebodoh itu untuk melakukan kesalahan yang sama seperti saat aku masih berhubungan dengan Ryan dulu. Meskipun status kita menikah, tapi tetap saja itu hanya diatas kertas.. Maksudku hati manusia tidak ada yang tahu.. Selama kau masih belum menuntaskan perasaanmu pada Lena, maka aku tidak ingin mempunyai keterikatan lebih jauh lagi denganmu, terlebih lagi dalam hal masalah anak. Aku tidak ingin ada Rani kedua dan harus mencari Ayah pengganti lagi nanti untuknya.."
Seperti mendapat tamparan keras yang kedua kalinya oleh Shina, Aris kembali terdiam mematung diposisinya itu. Sementara Shina dia kembali memasuki kamar Rani dan meninggalkan sarapannya yang belum dihabiskannya. Sebenarnya dia merasa menyesal mengucapkan semua itu pada Aris. Shina menarik napas panjang.
"Padahal hubungan kita sudah mulai membaik, tapi aku kembali merusaknya.." pikir Shina menyesal
"Aku hanya tidak ingin si bodoh itu merasa iba dan kasihan padaku. Terlebih lagi jika aku benar-benar hamil anaknya.. Bukannya aku tidak suka dan menginginkannya, hanya saja aku tidak ingin dengan kehadiran anak ini nanti akan membuatnya semakin terpaksa untuk terikat denganku.."
"Memangnya siapa yang mau hidup diantara bayang-bayang masa lalunya dengan Lena. Aku tidak ingin dia menganggapku sebagai pengganti Lena dihatinya, hanya karena dia tidak bisa memilikinya.. atau karena dia merasa kasihan dan bertanggung jawab padaku dan juga Rani.."
Shina yang kalut, dia kemudian mengambil obat didalam tasnya dan meminumnya untuk menenangkan pikirannya. Tanpa sadar dia kembali tertidur setelah meminum obatnya.
Beberapa saat setelah Shina terbangun, Shina yang ingin mengetahui apakah dirinya benar-benar hamil atau tidak memutuskan untuk membeli tetspack. Karena tidak mungkin dia membelinya sendiri, maka saat itu dia menelpon Ryan untuk meminta bantuannya.
Aku yang mendengar hal ini dari Ryan pun merasa tidak senang. Bagaimana dia bisa meminta bantuan suamiku untuk membelinya. Meskipun dia tidak mau Aris mengetahui hal ini, tetapi kenapa harus meminta bantuan pada Ryan yang berstatus sebagai mantannya dulu. Kenapa tidak mencoba meminta bantuan dari orang lain saja atau dariku. Hingga akhirnya, pada saat itu aku memutuskan untuk mengambil alih tugas Ryan membeli dan mengantarkan testpacknya langsung ke apartemen Shina.
Setibanya diapartemen, Shina terkejut melihatku yang datang dan bukan Ryan.
"Shina maaf.. tapi Mas Ryan sangat sibuk. Dia ada meeting dengan klien dan dia memintaku untuk mengantarkan ini padamu.."
"Aku tahu kau ingin menyembunyikan ini dari Aris, tapi lain kali kau bisa meminta bantuanku dibandingkan harus meminta tolong pada Mas Ryan.."
Shina.. terlihat dari ekspresi wajahnya saat itu, dia tidak senang. Entah karena aku yang mengantarkan benda itu padanya atau karna perkataanku barusan. Yang jelas aku dapat sedikit membaca ekspresi wajahnya saat itu.
"Karna kau sudah menawarkan diri untuk membantuku, jadi kau bisa turut membantuku sedikit disini.." ucap Shina kemudian yang tidak aku mengerti.
"Masuklah.." ajak Shina padaku
Kemudian Shina memberikan 1 dari 3 tetspack yang kuberikan padanya tadi.
"Aku ingin kau memeriksakan urinmu menggunakan ini.." ucap Shina kemudian padaku
"Hah..?" responku kaget terkejut
"Iya.." balas Shina
"Tapi Shina aku kan tidak hamil. Kau tahu aku habis mengalami keguguran.." jawabku
"Iya aku tahu. Karena aku tahu kau tidak hamil makanya aku memintamu untuk menggunakan ini.." jawabnya santai
Aku masih terdiam saat itu. Aku tahu Shina, mungkin dia ingin mengelabui Aris dengan memberikan hasil dari tes urinku itu agar hasilnya negatif.
"Kenapa? Katanya tadi kau mau membantuku disini. Kalau kau tidak mau ya tidak apa-apa, aku bisa meminta tolong Ryan yang melakukannya. Kau tahu Ryan suamimu itu.. dia mempunyai hutang budi padaku karena telah menelantarkanku dan juga Rani dulu. Jadi saat ini dia tidak akan keberatan jika aku meminta tolong hal ini padanya.."
Jujur.. rasanya ingin sekali aku berkata kasar dengan memaki atau menjambak rambutnya. Bisa-bisanya dia memanfaatkan Mas Ryan dan aku untuk kepentingannya sendiri. Dan ancamannya itu dengan memanfaatkan Mas Ryan disini benar-benar membuatku geram. Mau tak mau, akhirnya aku pun mengikuti keinginannnya.
Setelah melakukan tesnya, aku mengetahui Shina ternyata benar-benar positif hamil. Dari 2x hasil testpacknya menunjukkan 2 garis yang membuktikan bahwa dirinya memang tengah hamil.
"Kalau boleh aku tahu, kenapa kau memilih merahasiakan ini dari Aris? Bukankah kau bilang kau sangat mencintainya. Aku rasa Aris pasti akan senang mengetahui bahwa dirimu hamil Shina. Jadi untuk apa kau menyembunyikannya?"
Shina tersenyum sinis saat itu. Kemudian sambil memandangku dengan tatapan mata yang seolah tidak menyukaiku itu,
"Karna kau.."
Aku terkejut mendengar jawabannya.
"Tidak usah seolah terkejut seperti itu Lena. Harusnya kau senang mendengarku berkata seperti ini padamu.."
"Aku tahu kau juga masih mempunyai perasaan pada Aris, walaupun kau berusaha untuk menyangkalnya.."
"Apa maksudmu berkata seperti itu.." responku tidak senang
"Tidak usah berpura-pura seperti itu padaku. Dengan jawabanmu yang seperti itu justru semakin membuatku yakin, kau memang masih punya perasaan padanya.."
"Aku akan menawarkan kesepakatan padamu dan mungkin kau akan menyukainya.. Bagaimana kalau kita menukar kembali posisi kita masing-masing seperti sedia kala, sebelum keadaannya menjadi rumit seperti ini. Kau ceraikan Ryan dan aku kembali padanya, agar kau juga bisa kembali bersama dengan Aris.."
"Shina..!! Apa kau sadar dengan apa yang kau katakan barusan. Bagaimana bisa kau berkata seperti itu padahal kau itu sedang mengandung anaknya Aris?" ucapku marah
Shina kembali tersenyum sinis.
"Jadi karna aku mengandung anak Aris dan seolah telah mengkhianatinya makanya kau marah dan membentakku seperti tadi? Jadi ini semua karna Aris, hah?" ucap Shina tersenyum dingin
"Kau memang benar-benar sakit. Sepertinya kau harus memeriksakan dirimu itu ke dokter.." ucapku sambil kemudian bangkit dan berniat pergi untuk meninggalkannya
"Aku yang sakit atau kau yang mencoba menutupi kenyataannya.. perasaanmu itu pada Aris.. dengan terus menerus menyangkalnya.." balas Shina
Saat itu, ketika aku hendak berjalan menuju pintu depan, tiba-tiba Aris muncul disana. Tepat berdiri didepanku.
"Kebetulan sekali, sang pemeran utama sudah muncul disini.." ucap Shina sambil tersenyum
"Lena..? Shina.. ada apa ini?" tanya Aris bingung
"Lena.. dia bilang dia ingin menceraikan Ryan karna ingin kembali padamu Aris. Lena masih mencintaimu dan dia kemari untuk menjelaskan semua ini padaku.." jawab Shina yang membuatku dan Aris sama-sama terkejut.