Aku begitu terkejut melihat Shina muncul diapartemenku dan membukakan pintu. Apa yang dilakukannya hingga tengah malam dengan suamiku seperti ini, tanpa ada Aris suaminya yang menemaninya berkunjung.
"Mas Ryan.. Shina.. Kalian berdua.." ucapku terkejut tak percaya
Ryan akhirnya dia menyadari ekspresi tidak senang dariku itu, kemudian menyadari situasinya. Dengan cepat, dia mencoba menjelaskan semuanya padaku.
"Sayang dengar, tadi itu Shina dia.."
"Ryan..!!" ucap Shina tiba-tiba berteriak memotong.
Shina tidak ingin Ryan menceritakan semua kejadiannya itu didepan Aris. Hingga tiba-tiba tangan Aris menarik Shina untuk pergi menjauh dari sana.. untuk meminta penjelasan darinya.
Akan tetapi saat itu, Ryan tiba-tiba saja menahannya dengan memegang tangan Shina yang lain. Berusaha untuk tidak membuat Shina pergi dari sana.
"Apa yang kau lakukan?" ucap Aris dengan ekspresi dingin pada Ryan, saat Ryan menahan tangan Shina untuk pergi
"Aku tidak mengijinkan kau membawa Shina pergi dari sini, sebelum dia menjelaskan segala sesuatunya pada Lena.." jawab Ryan
"Lepaskan.." Aris memberi perintah dengan nada datar, dingin, dan tanpa ekspresi
"Tidak akan.. sampai dia memberikan penjelasannya pada Lena." balas Ryan
"Kau.. Lepaskan.." ucap Aris kembali dengan ekspresi menyeramkannya itu.
Jujur, itu kali pertama aku melihat raut wajah dan ekspresi Aris yang seperti itu. Benar-benar menakutkan..
Hingga kemudian aku pun memilih untuk menengahi keadaannya.
"Mas, biarkan Aris membawa Shina pergi. Aku akan mendengar apapun penjelasan darimu tanpa protes.." ucapku sambil memegang tangan Ryan yang menahan Shina.
Akhirnya Ryan kemudian melepaskan tangan Shina. Dan Aris langsung membawanya pergi.
Tanpa bicara sepatah kata pun, Aris terus membawa Shina pergi tanpa tujuan, bahkan sampai ke ujung lorong di lantai 7 itu.
"Aris.. lepaskan.. lepaskan.. Kau mau membawaku kemana, hah?" ucap Shina tidak senang sambil berusaha melepaskan tangannya dari Aris
Aris, dia tiba-tiba menghentikan langkahnya yang membuat Shina terkejut. Dengan ekspresi menyeramkan dan tatapan matanya yang tajam, dia terus memandangi Shina.. mungkin menunggu Shina menjelaskan segala sesuatunya itu padanya. Akan tetapi, respon Shina saat itu malah
"Aku capek.. Aku ingin istirahat.. ini sudah malam." dan Shina pun segera berbalik pergi meninggalkan Aris
Aris yang tidak terima dengan sikap Shina yang seperti itu berupaya menghentikannya, tapi Shina dia lalu menepis tangan Aris. Sempat terjadi pergulatan kecil disana, dimana Shina tetap ingin pergi meninggalkan segala sesuatunya tanpa menjelaskan apapun pada Aris dan Aris dengan sikap diam seribu bahasanya itu.. berusaha menghentikan Shina untuk tidak beranjak pergi dari sana, sebelum dia menjelaskan semuanya. Tiba-tiba Aris.. dia melakukan tindakan agresifnya itu pada Shina. Dia menarik dan memojokkan tubuh Shina hingga membentur tembok, kemudian menciumnya secara paksa. Tentu saja, Shina yang tidak terima dengan perlakuannya melakukan perlawanan dengan beruapaya mendorong tubuh Aris menjauh darinya. Namun saat itu Aris, dia menahan kedua tangan Shina yang mendorong tubuhnya menggunakan tangannya, sambil tetap melakukan aksinya. Dia terus menciumi bibir, wajah, hingga turun ke leher.. dan membuat Shina menangis.
Sadar akan perbuatan yang seharusnya tidak dilakukannya itu (ketika melihat Shina menangis), tiba-tiba Aris menghentikannya. Dia lalu melepaskan tangan Shina yang sempat ditahannya tadi.
Shina yang sudah terbebas, kemudian dia menampar wajah Aris. Sebuah tamparan yang cukup keras serta pandangan mata benci dan kecewa yang ditunjukkan oleh Shina saat itu membuat Aris tersadar bahwa tidak seharusnya dia melakukan perbuatan itu pada Shina. Dan Shina pun pergi meninggalkan Aris dengan rasa penyesalannya.
Sementara itu diunit tempatku berada dengan Mas Ryan
"Sayang dengar, semuanya tidak seperti apa yang kamu bayangkan bisa terjadi. Aku dan Shina, kita berdua tidak melakukan tindakan apapun disini. Aku bahkan berani bersumpah bahwa aku tidak menyentuhnya sama sekali.." ucap Ryan sungguh-sungguh
"Dia itu tadi sempat pingsan dan aku membawanya kemari karena dia bilang dia tidak ingin Aris tahu mengenai kondisinya.."
Ryan terus menjelaskan bahkan ketika aku sudah tidak begitu mempedulikan apa yang dia ucapkan itu. Aku langsung memilih masuk ke dalam menuju kamar.
Diatas tempat tidur, aku menemukan secarik kertas dan beberapa macam obat. Ternyata benar, seperti apa yang dijelaskan oleh Ryan tadi, Shina sempat pingsan dan Ryan membawanya kemari, kemudian memanggil dokter untuk memeriksanya. Aku merasa cukup lega, mereka berdua sepertinya memang tidak melakukan apapun.. ucapku dalam hati.
Aku pun kemudian berjalan ke arah Ryan dan langsung memeluknya.
"Aku kecewa sama kamu, kamu hari ini tidak datang ke rumah Papa untuk menemuiku.. malah asik berdua-duaan disini bareng Shina.." ucapku protes
Ryan yang senang mendapatkan perlakuan itu dariku kemudian membalas pelukanku.
"Jadi kamu sekarang sudah mengingat semuanya? termasuk aku.." ucapnya senang
Aku yang merasa tidak enak karena sempat membohonginya waktu itu, tiba-tiba merasa bersalah dan langsung melepaskan diri dari pelukannya.
"Maaf Mas.. saat itu aku hanya berpura-pura saja. Aku hanya ingin mengerjaimu.."
"Aku tidak mengira bahwa keadaannya akan menjadi seperti ini.. Aku tidak tahu kalau Papa ternyata masih marah padamu.. Aku sungguh menyesal telah melakukannya. Maafin aku Mas.." ucapku merasa bersalah sambil memandanginya
"Kamu.. Apa kamu tahu bagaimana kecewanya aku saat kamu bilang kamu tidak mengenalku waktu itu. Lain kali jangan berbuat seperti itu lagi Sayang. Aku tidak suka bercandamu itu.."
"Iya Mas, maafin aku.."
Tiba-tiba Ryan, dia bertanya padaku
"Apa Papa tahu kalau ingatanmu sudah pulih?"
"Oh iya kamu kenapa tiba-tiba bisa ada disini. Terus juga bareng Aris.." ucap Ryan tidak senang
"Aku kabur dari rumah tanpa sepengetahuan Papa, Mas.." ucapku yang membuat Ryan terkejut
"Kabur??"
"Iya. Habis aku bosan tinggal di rumah Papa terus. Mas juga tidak datang menemuiku. Aku khawatir.. Jadi waktu Oka mengabariku bahwa kamu ada diapartemen, aku langsung dateng kesini.." aku tersenyum
"Oka mengabarimu.. ? Bukannya handphonemu itu disita oleh Papa ya? Bagaimana cara kamu menghubungi Oka?" tanya Ryan
"Aku tadi menghubungi Oka menggunakan handphone Bi Siti.."
"Kalau kamu ada handphone.. kenapa tidak langsung menghubungiku saat itu. Kenapa malah menghubungi Oka?" tanya Ryan kembali tidak senang
"Aku takut.. Mas nanti akan berusaha menghindariku lagi kalau aku hubungi. Aku tidak mau ambil risiko, makanya aku langsung menghubungi Oka untuk menanyakan keberadaanmu." jawabku
"Maafin aku Sayang. Maaf.. aku udah buat kamu jadi kayak gini.." ucap Ryan menyesal
"Aku sungguh menyesal.. gara-gara aku meninggalkan kamu waktu itu, anak kita.." Ryan tiba-tiba menangis dipelukanku
"Tidak Mas. Ini semua salahku. Seandainya saja aku tidak terburu-buru dan teledor saat menuruni tangga darurat, semuanya tidak akan terjadi. Maafin aku.. tidak bisa menjaga kandunganku itu dengan baik. Aku juga telah melanggar janjiku padamu untuk tidak lagi turun menggunakan tangga darurat secara terburu-buru.. Aku.."
"Sssttt.. sudahlah. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Ini semua adalah salahku. Karena sikap kasar dan egoisku itu, sehingga membuatmu jadi seperti ini." ucap Ryan memotong perkataanku
"Aku janji aku tidak akan melakukan ini lagi padamu. Aku tidak akan meninggalkanmu.. Aku akan berusaha mengontrol emosiku agar tidak terus menerus menyakitimu. Maafin aku Sayang.. Kamu jangan tinggalin aku karna sifatku ini ya.."
Aku pun mengangguk menyetujuinya. Kami pun lalu berciuman saat itu. Dan Ryan, dia kembali bertanya padaku. Lagi-lagi pertanyaan yang sama.
"Papa beneran belum tahu kalau ingatan kamu udah pulih?"
Aku kembali mengangguk menjawab.
"Terus Aris? Gimana kamu bisa barengan sama Aris tadi?" tanyanya kembali
"Aku tidak sengaja bertemu dengannya di lobi. Kemudian dia menghampiriku dan bilang katanya ada yang mau dibicarakannya denganmu.."
"Membicarakan masalah apa?" respon Ryan bingung
"Tidak tahu.." jawabku
"Mas.. Aku tidak mau kembali ke rumah Papa. Aku ingin tidur disini malam ini.." ucapku kembali
"Tapi Sayang, bagaimana kalau Papa nanti tahu. Papa pasti akan sangat marah dan dia akan semakin membenciku."
"Papa.. gara-gara kesalahanku yang tidak bisa menjagamu waktu itu sehingga membuatmu mengalami keguguran. Dia memintaku untuk segera menceraikanmu.." ucap Ryan kemudian
"Papa..?" ucapku terkejut tak percaya
"Iya. Bahkan dia bilang ketika ingatanmu sudah kembali pulih, aku harus menepati janjiku itu untuk menceraikanmu.."
"Mas berjanji itu sama Papa?" ucapku tidak senang
"Bukan. Bukan aku yang menginginkannya, tapi Papa yang menyuruhku.."
"Mas.. Apa kita kabur saja keluar?"
"Keluar?" tanyanya bingung
"Iya. Luar negeri atau kemana pun terserah.. Ini untuk sementara saja sampai keadaannya mulai membaik dan Papa bersedia memaafkanmu." jawabku
Saat sedang membicarakan masalah itu, tiba-tiba saja handphone Ryan berdering dan itu panggilan dari Papa.