Akhirnya Aris membukakan pintunya dan Shina segera masuk kedalam. Shina terlihat ingin muntah saat itu, perutnya mual.. Karna tidak ingin merepotkan Aris dan membuatnya khawatir, maka pada saat masuk ke dalam kamar mandi dia menyalakan semua saluran air disana, wastefel, shower, dan keran kecil.
Dia terus saja mual dan berusaha mengeluarkan muntahnya itu, tetapi tidak ada yang keluar.
"Apa aku masuk angin..", pikirnya.
"Benar, aku kan belum makan apapun dari siang. Hanya sarapan menggunakan sandwich yang diberikan Lucy tadi.."
Lalu Shina pun keluar dari kamar mandi. Terlihat banyak keringat yang mengalir membasahi wajahnya.
"Shina kau tidak apa-apa? Wajahmu terlihat sedikit pucat.." tanya Aris khawatir
"Aku tidak apa-apa.." jawab Shina
"Aris, aku akan istirahat dikamar.. besok aku harus berangkat pagi ke lokasi. Makanan dan buahmu sudah kusiapkan diatas meja. Maaf aku tidak bisa menemanimu.." dan Shina pun lalu masuk ke dalam kamar untuk beristirahat
Aris yang merasa khawatir, dia turut mengikuti Shina saat itu. Dia melihat Shina bahkan langsung tertidur tanpa mengganti pakaiannya atau mandi seperti yang biasa dilakukannya. Kemudian Aris mendekat padanya, tangannya terlihat menyentuh kening Shina tetapi suhu tubuhnya normal. Dia kemudian menyelimuti tubuh Shina untuk membuat tidurnya agar lebih nyaman.
Keesokan paginya, Shina terlihat sedang bersiap-siap untuk pergi. Sementara Aris, kondisi tubuhnya juga sudah kembali normal, sama seperti Shina.. dia juga terlihat sedang bersiap-siap untuk menuju kantor.
"Shina semalam.. Apa kau baik-baik saja?" tanya Aris
"Aku tidak apa-apa.. Kemarin aku tidak enak badan, mungkin kelelahan.. tapi sekarang aku baik-baik saja.." jawab Shina tersenyum
Kemudian, setelah Shina merapikan semua barang-barangnya
"Kalau begitu aku berangkat.." sambil Shina mengecup singkat bibir Aris
"Kau tidak sarapan?" tanya Aris
"Lucy dia pasti sudah menyiapkan sarapan untukku. Dia akan mengomel kalau aku tidak menyentuh makanannya itu."
"Kalau begitu kau hati-hati.. Hubungi aku kapanpun kalau kau membutuhkan bantuanku, terutama pada saat kau pingsan nanti.."
Shina tersenyum. Dia pun mengangguk pelan menjawab. Setelah itu, dia pergi keluar dari unitnya.
Di Rumah Papa
Semenjak Ryan pergi, dia lebih memilih untuk tinggal di apartemen kami. Entah karena benci dengan Papa, aku tidak tahu.. tapi dia jarang mengunjungiku setelah kejadian itu. Aku jadi merasa bersalah. Seharusnya aku tidak melakukannya, berpura-pura amnesia.. Aku sungguh mencemaskannya. Kira-kira apa yang sedang dilakukan Ryan disana. Apa dia akan pergi ke kantornya hari ini. Aku juga tidak bisa menghubunginya. Papa masih menyembunyikan handphoneku itu.
Sore harinya, Ryan sedang terduduk sendirian di restauran (di lobi apartemen) sambil menikmati minumannya. Shina yang baru kembali kemudian menghampirinya.
"Aku sungguh tidak mengira akan bertemu dengan Bapak Ryan yang super sibuk ini disini.." ucap Shina menyapa sambil tersenyum
"Kau sendirian? Mana Lena??" tanyanya kembali
Ryan terdiam tidak meresponnya. Dia terlihat meneguk minumannya kembali.
"Hmm.. sepertinya sesuatu yang buruk telah terjadi disini.. melihat dari raut wajahmu itu. Apa Lena mengirimkan surat gugatan cerainya padamu?" ledek Shina kembali yang membuat Ryan tidak jadi meminum minumannya kembali
Shina tersenyum.
"Ahh.. Sepertinya tebakanku benar. Hahahaa.. Selamat ya Pak Ryan! Berarti sebentar lagi kau akan segera menyandang status baru di tahun 2020 nanti." ucap Shina senang
Melihat Ryan tidak merespon satu pun dari ucapannya membuat Shina merasa sedikit kesal. Akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan Ryan, hingga tiba-tiba
"Shina.." Ryan memanggil
Shina pun menghentikan langkahnya dan dia berbalik.
"Apa kau bisa menemaniku sebentar disini. Sebentar saja.. Aku butuh seseorang untuk mendengarkanku." ucap Ryan memohon
Shina pun kemudian duduk disana dan mulai menginterogasinya.
"Sebenarnya kau ada masalah apa? Kau terlihat benar-benar kacau. Mengingatkanku pada kondisiku dulu.. saat kau pergi meninggalkanku.. tapi mungkin kondisiku itu lebih parah.."ucap Shina sambil tiba-tiba meneguk minuman Ryan yang ada didepannya
"Aku merasa kesal dan frustasi.. Aku tahu memang aku yang salah disini, tapi bagaimama bisa dia melakukan hal itu padaku. Menyuruh kami berpisah.."
"Dia..? Dia siapa?" tanya Shina penasaran
"Ayah mertuaku. Papanya Lena.." jawab Ryan
Shina kemudian menertawai Ryan.
"Aku tidak tahu kalau hubunganmu dengan ayah mertuamu itu begitu baik, sampai-sampai dia menyuruhmu untuk menceraikan anaknya.."
"Memangnya apa yang telah kau lakukan pada Lena, hah.. sampai-sampai dia menyuruhmu menceraikannya?" tanyanya kembali senang
"Mungkin kau sudah pernah kuberi tahu bahwa Lena dia mengalami keguguran, bahkan sampai bisa terkena amnesia dan melupakan semuanya.. itu semua terjadi gara-gara aku. Karena dia berusaha mengejarku waktu itu.."
"Kau tahu apa masalahmu itu Ryan. Kau itu susah untuk memafkan orang lain, bahkan untuk sekedar menerima penjelasan atau mendengarkan apapun.. Begitu ada seseorang yang berbuat salah padamu atau membuatmu marah, kau langsung pergi dan menolak untuk menerima penjelasan apapun dari mereka, meskipun itu hanya sebuah salah paham.. sama seperti kasus kita dulu."
"Ini semua gara-gara suami brengsekmu itu.. Aris." ucap Ryan menambahkan
"Brengsek?" ucap Shina mengulang dengan ekspresi tidak senang karena Ryan mengatai suaminya brengsek.
"Iya, berkat suamimu itu. Semua masalah dan pertengkaran yang terjadi antara aku dan Lena selalu saja berhubungan dengan dia. Dia yang menjadi sumber akar masalahnya.." ucap Ryan tidak senang
"Apa maksudmu itu dengan menyalahkan semuanya pada Aris, hah? Memangnya Aris telah berbuat apa? Bukankah kau yang selalu mencari gara-gara dengannya. Kau kan yang sering menghajarnya.. Bahkan 2 hari yang lalu juga. Kau membuat wajahnya terluka dan lebam-lebam Ryan.." ucap Shina emosi
"Jadi kau tidak tahu?" tanya Ryan tidak percaya
Dan Ryan pun menceritakan semua masalahnya itu pada Shina. Mulai dari dia yang mendengar saat Roy mengatakan bahwa aku masih memiliki perasaan pada Aris. Lalu dia yang menyuruhku untuk mengucapkan semua kata-kata itu pada Aris sehingga membuat Aris pergi menjauh dari apartemen, hingga yang terakhir.. saat Aris tiba-tiba datang ke unitku dan aku yang meminta maaf dan menarik kata-kataku kembali hingga membuat Ryan marah dan pergi meninggalkanku sampai terjadinya insiden itu (aku yang mengalami keguguran).
Shina terlihat melamun. Dia begitu serius mendengar semua hal yang diceritakan oleh Ryan saat itu.
"Jadi wajar kan kalau aku memaki suamimu. Mengatainya dengan sebutan brengsek karena dia telah menjadi orang ketiga disini yang merusak rumah tanggaku dengan Lena.." ucap Ryan menggebu-gebu, tidak senang.
Namun saat itu Shina, dia tidak menanggapi apa yang diucapkan Ryan barusan. Pikirannya dipenuhi oleh kenyataan bahwa sepertinya dia harus menanggung kekecewaan kembali akan kisah cintanya dengan Aris. Dia memang sudah tahu bahwa Aris masih belum bisa mencintainya secara penuh karena masih terganjal oleh perasaan cintanya padaku, tapi.. kenyataan lain yang membuat harapannya pupus adalah ketika dia mengetahui bahwa aku masih memiliki perasaan yang sama pada Aris.. masih mencintainya.
Shina terlihat menarik nafas panjang saat itu.
"Aku tidak mengira bahwa takdir akan mempermainkan kita seperti ini. Kisah kita berempat.. Hahahaa.. Hahahaa.. Hahahaaa.." Shina tertawa
"Hey Shina, kau kenapa.. kenapa tertawa seperti itu? Orang-orang memperhatikan kita disini. Cepat hentikan tertawamu itu! Orang-orang akan menganggapmu aneh dan gila. Cepat hentikan..! " ucap Ryan
"Benar-benar membuatku muak.." ucap Shina. Dan dia pun kemudian berdiri meninggalkan Ryan.
Ryan yang malu, kemudian dia pergi menyusul Shina disana. Namun Shina, tiba-tiba saja dia kembali mual. Dia terlihat seperti terus menerus ingin muntah. Dengan cepat dia pun segera berlari ke toilet yang ada dilobi.
Setelah Shina keluar dari toilet, Ryan ternyata masih menunggunya disana.
"Shina kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat kurang sehat. Kau ingin aku temani ke Rumah Sakit?" Ryan menawarkan
Tanpa menjawab pertanyaan Ryan, Shina terlihat memegang perutnya. Ryan yang menyadarinya kemudian
"Shina apa kau.." ucap Ryan heboh sambil melihat ke arah perutnya
"Tidak!" tolak Shina
"Apa kau yakin? Kau sudah memeriksanya, hah?" tanya Ryan kembali berusaha memastikan
"Aku tidak tahu.. tapi aku harap tidak. Apapun itu kau jangan memberitahukannya pada Aris. Aku tidak mau sibodoh itu kembali mengasihaniku karena masalah ini.. Pokoknya kau jangan beritahukan pada Aris..!!" ucap Shina memaksa
"Kau mau aku temani ke Rumah Sakit atau dokter di klinik depan. Tenang saja, apapun itu nanti.. aku tidak akan memberitahukannya pada Aris."
"Tidak.. Aku tidak apa-apa. Jangan membawaku ke Rumah Sakit atau Klinik. Aku tidak mau orang-orang membuat skandal tentang beritaku lagi.."
"Tapi wajahmu itu sudah terlihat pucat. Kau yakin kau baik-baik saja, hah?" Ryan terlihat cemas
"Aku hargai perhatianmu itu padaku. Terima kasih Ryan, tapi aku baik-baik saja.." ucap Shina mencoba tersenyum
Shina terlihat menekan tombol lift. Dan Ryan yang berada disampingnya terus saja memperhatikannya.
"Kau tahu, apa yang membuatku sangat tertarik padamu hingga membuatku jatuh cinta padamu dulu.. Sikap dan rasa perhatianmu itu, yang begitu besar dan tulus.. seperti sekarang ini.. Terkadang aku merasa iri pada Lena. Dia beruntung bisa memiliki dirimu disampingnya, yang begitu lembut dan perhatian.." ucap Shina
Dan setelah mengatakan semua itu pada Ryan, Shina tiba-tiba jatuh pingsan.
"Shina.. Shinaa.." ucap Ryan panik.