Dalam perjalanan Ryan mengantarkan Rani pulang menuju apartemen, Rani terlihat tersenyum.
"Ada apa?" tanya Ryan penasaran sambil tersenyum pada Rani
"Apa Rani senang mengetahui bahwa ingatan Tante Lena mulai kembali pulih?" tanyanya kembali
"Rani hanya tidak habis pikir, ternyata apa yang diucapkan oleh Ayah ada benarnya juga.." jawab Rani
Saat itu Ryan terlihat bingung. Ayah..? Dia memanggilku Ayah.. Memangnya aku telah mengucapkan apa padanya? pikir Ryan senang.
"Waktu itu Ayah pernah bilang bahwa Om Ryan bukan sengaja tidak mau mengakui Rani sebagai anak, tapi karena ingin melindungi sesuatu yang ingin dilindunginya yakni keluarga kecil Om, Tante Lena dan juga Oka. Rani bisa melihat bahwa Om terlihat sangat menyayangi mereka berdua, terutama Tante Lena tadi.." ucap Rani tersenyum
Ternyata yang dimaksud dengan Ayahnya itu Aris, bukan aku.. pikir Ryan kecewa
"Maafkan Rani Om.. telah berburuk sangka sebelumnya dan juga telah berkata kasar pada Om waktu itu.." ucap Rani menyesal
"Tidak apa-apa. Om ngerti kok. Rani tidak sengaja melakukannya.." balas Ryan
"Om terlihat sangat mencintai Tante Lena.. Apa itu benar?" tanya Rani kembali
Ryan tersenyum. Sambil mengangguk pelan dia pun menyetujuinya.
"Bagaimana dengan Mami? Perasaan Om pada Mami??" tanya Rani kembali
Pertanyaan itu membuat Ryan terkejut. Dia tidak mengira bahwa Rani akan menanyakan hal ini padanya.
"Tidak apa-apa Om. Jawab saja sejujurnya. Apapun jawabannya, Rani tidak akan marah kok sama Om.." ucap Rani kembali
"Sejujurnya Om tidak membencinya.. walaupun disaat yang sama, Om juga tidak bisa mencintainya lagi sama seperti dulu.."
"Berarti dulu, Om sempat sangat mencintai Mami?"
"Iya.." jawab Ryan
"Berarti kalau sekarang sudah tidak cinta lagi dan tidak membencinya.."
Ryan terlihat mengangguk pelan kembali.
"Mamimu itu.. dia berhak marah dan berbuat seperti itu pada Om. Om bisa memahaminya. Om dulu telah berbuat tidak adil padanya dengan meninggalkannya disaat dia telah mengandungmu waktu itu.."
"Apa Om menyesal?" tanya Rani
"Om merasa bersalah.."
"Kalau seandainya dulu tidak terjadi salah paham, apa Om juga akan meninggalkan Mami seperti itu?" tanya Rani kembali
"Mungkin tidak.." jawab Ryan
"Mungkin..?" tanya Rani heran
Ryan terdiam sesaat.
"Bagaimana ya Om mengatakannya. Mungkin Rani akan membenci Om kalau Om mengatakan hal ini. Tapi karena kejadian itu, Om jadi bisa bertemu dengan Tante Lena. Om merasa bersyukur akan hal itu.." ucap Ryan kemudian
Ryan kemudian terdiam untuk melihat bagaimana respon Rani.
Rani terlihat menarik nafas panjang.
"Benar juga.. kalau bukan karena kejadian itu, Ayah dan Mami juga tidak akan bertemu dan menikah.."
"Om.. maukah Om berjanji pada Rani?" ucap Rani tiba-tiba
"Apapun yang terjadi kedepannya. Om jangan pernah meninggalkan Tante Lena dan kembali lagi pada Mami. Mami.. dia sempat begitu hancur dulu ketika Om meninggalkannya. Rani pernah mendengar dari Tante Lucy, bahwa untuk bertahan hidup bahkan Mami sampai banyak mengkonsumsi obat-obatan. Kalau tidak bertemu dengan Ayah Aris waktu itu, Rani tidak tahu bagaimana keadaan Mami sekarang.."
"Jadi Om, tidak peduli apapun yang Mami lakukan untuk membalaskan rasa sakit hatinya pada Om dan juga Tante Lena.. Rani harap Om bisa menerimanya dan jangan melakukan hal buruk lain (pembalasan) pada Mami, terlebih lagi Ayah Aris.."
"Ayah Aris dia sangat baik dan Mami juga sekarang sudah mau menerima bahkan mencintainya.. Om, mau kan berjanji hal itu pada Rani.."
Dan Ryan pun menyanggupinya. Dia terlihat mengangguk saat itu.
Tak lama setelahnya akhirnya mereka tiba di apartemen. Rani terlihat berpamitan dengan Ryan sambil mencium tangannya. Dia juga sempat mengucapkan terima kasih pada Ayah kandungnya itu karena mau melaksanakan janjinya terhadap Mami dan juga Ayahnya Aris.
Dalam perjalanan pulang, saat itu Ryan terlihat mengunjungi sebuah Rumah Sakit. Dia ingin berkonsultasi pada dokter spesialis mengenai keadaanku pasca tindakan yang dilakukan oleh Oka dengan membawa serta Rani untuk membantu proses pemulihan ingatanku itu. Namun, tanpa sadar disana dia melihat Shina.
Ryan yang penasaran, akhirnya dia mencoba mencari tahu mengenai Shina disana, apa yang sedang dilakukannya. Namun tanpa sadar, ketika akan mencari tahu mengenai informasinya.. Ryan terpegok oleh Shina.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Shina pada Ryan
"Ohh aku.. Aku sedang berkonsultasi dan menanyakan padanya (perawat didepannya) mengenai dokter spesialis yang terbaik disini."
"Mungkin kau belum tahu, Lena dia mengalami amnesia disosiatif. Aku akan berkonsultasi pada dokter mengenai metode apa yang harus dilakukan untuk memulihkan kembali ingatannya yang hilang.." ucap Ryan menjelaskan
"Kalau kau sendiri.. apa yang kau lakukan disini?" tanya Ryan kembali
"Aku..? Aku sedang melakukan kontrol rutinku. Berkat seseorang dulu aku sempat mengalami depresi parah sehingga membuatku setiap beberapa minggu sekali harus membuang-buang uangku untuk melakukan kontrol di Rumah Sakit ini.." jawab Shina ketus menyindir Ryan
Ryan yang merasa tersindir pun,
"Aku minta maaf Shina, aku benar-benar menyesal. Aku tidak tahu kalau kau sampai harus menjalani ini semua karena ulahku dulu.." ucap Ryan merasa bersalah
Kemudian Shina, dia malah tertawa
"Hahahahaa.."
Ryan terheran saat itu.
"Tidak perlu menanggapinya terlalu serius Ryan. Aku tidak menyangka kau akan menunjukkan ekspresi penyesalan dan rasa bersalahmu seperti itu.." ucap Shina senang
"Jadi semua itu bohong?" tanya Ryan kembali
Tanpa menjawab, Shina pun pergi meninggalkan Ryan disana.
Saat itu Ryan, entah kenapa dia sedikit merasa iba pada Shina. Dia tahu betul Shina itu bukan tipe orang yang mau menceritakan masalahnya pada orang lain. Walaupun emosional, dia termasuk wanita tegar yang jarang mengeluh. Hal itu diketahuinya dari pertama kali Ryan bertemu dengannya di Blue Ocean, dimana saat itu dirinya menolak bahkan memandang sinis padanya ketika dia hendak membantu Shina waktu itu. Selama berhubungan dengan Ryan dulu, Shina sama sekali tidak pernah bergantung penuh padanya. Saat sakit atau pingsan dilokasi syuting, dia tidak pernah menceritakan semua hal itu pada Ryan, sampai seseorang atau manajernya Lucy yang memberitahukannya lebih dulu padanya, baru Ryan mengetahui tentang hal itu. Ryan terus memandangi Shina setelah dia pergi.. sampai bayangan Shina tidak lagi terlihat didepannya.
Ditempat lain di Rumah Papa, aku masih tetap mencari handphoneku itu, tetapi masih tidak ketemu.
"Dimana papa menyimpan handphoneku? Bagaimama aku bisa mengetahui tentang semuanya kalau begini.." pikirku pusing.
Putus asa.. Akhirnya aku memutuskan untuk menemui Papa dan Oka yang sedang bermain catur dikamar Papa. Saat itu permainannya telah berakhir, dimana kemenangan berada ditangan Oka.
Selesai bermain catur, aku kemudian mengajak Oka untuk berbicara denganku dikamarku dilantai atas. Aku meminta bantuannya agar aku bisa menghubungi Aris. Aku bilang padanya bahwa aku ingin meminjam ponselnya sebentar untuk menelpon Aris. Tanpa menolak, Oka pun lalu memberikan ponselnya itu padaku. Kemudian,
"Halo, Mas Aris.." sapaku yang membuat Aris terkejut. Saat itu Aris tidak mengira bahwa aku akan menghubunginya menggunakan nomor Oka
"Mas Aris, bisa kita bertemu sekarang? Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padamu." ucapku
Aris terlihat diam, tidak meresponku.
"Halo.. Mas Aris..?" panggilku kembali
"Ah, iya Lena."
"Bisa kita bertemu sekarang? Ini sangat penting. Aku ingin menanyakan beberapa hal padamu." ajakku kembali
"Kau bisa menanyaiku langsung disini.." jawab Aris kemudian
"Tidak.. tidak. Kita harus bertemu sekarang Mas untuk membicarakannya. Kalau melalui telpon, aku tidak bisa melihat wajahmu.. untuk mengetahui kau sedang berbohong padaku atau tidak."
"Maafkan aku Lena, tapi aku tidak bisa. Aku sedang kurang enak badan sekarang.."
"Bagaimana kalau besok?" tanyaku kembali
"Besok aku juga tidak bisa, aku harus ke kantor. Banyak deadline pekerjaan yang harus keselesaikan selama aku sakit hari ini.."
"Lusa?? atau kapanpun kalau Mas Aris ada waktu senggang.." tanyaku kembali
"Maaf Lena aku tidak bisa. Aku tidak bisa menemuimu.."
"Tapi Kenapa Mas..??" Kenapa Mas Aris tidak mau menemuiku lagi?" tanyaku mendesaknya
"Karena aku tidak mengijinkannya... Aku Ryan suamimu tidak mengijinkanmu untuk bertemu atau berbicara dengan Aris. Apa itu menjawab semua pertanyaanmu tadi, Sayang?" ucap Ryan tiba-tiba begitu dia masuk kedalam kamarku.