Chereads / My New Neighbour / Chapter 157 - Upaya Ryan

Chapter 157 - Upaya Ryan

Aku yang terkejut melihat Papa ada disana, dengan gerakan refleks lalu menaikkan satu kaki ku ke atas dan langsung menendang Ryan dengan sangat keras sehingga membuatnya meringis kesakitan. Ryan, akhirnya dia menyadari kalau ternyata Papa memang benar-benar ada disana. Dia tiba-tiba menjadi panik dan langsung berbalik menghadap Papa, sambil menyapanya

"Paa.." ucapnya mencoba tersenyum canggung

Kemudian Ryan melirikku sesaat dan melihat aku yang sedang merapikan kembali kancing baju depanku itu.. dia lalu ikut membantuku memperbaiki pakaianku (mengancingkan bajuku kembali), namun aku langsung menepis tangannya. Aku yang kesal, kemudian pergi meninggalkannya keluar kamar.

"Kau..!!" ucap Papa marah pada Ryan sambil menunjuk ke arahnya

"Berani sekali kau melakukan itu pada Lena.. Dia saat ini sedang dalam masa pemulihan, tetapi kau malah mengedepankan nafsu mu itu.."

"Kau membuatnya takut. Ini sama saja seperti kau melakukan tindakan pemerkosaan padanya.."

"Pemerkosaan?" Ryan bergumam pelan, terheran.

"Iya.. Saat ini dia bahkan tidak mengingatmu sama sekali. Dan baginya kau itu hanyalah orang asing yang menumpang tinggal disini."

"Kalau berani sekali lagi kau melakukan itu pada Lena, maka aku tidak akan segan-segan untuk mengusirmu keluar. Dan kau tidak akan ku izinkan lagi untuk menemuinya. Apa kau mengerti, Ryan??!" ucap Papa marah

Ryan mengangguk pelan, kecewa.

"Kalau kau mengerti, maka jangan coba untuk berbuat macam-macam lagi dengannya. Aku masih belum memaafkanmu, terlebih lagi berpikiran untuk menerimamu kembali sebagai menantuku.. Jadi, jangan coba kau sentuh putriku seperti itu lagi..!!"

"Untuk sementara kau tidak akan kuizinkan berduaan saja dengan Lena dikamar.. untuk menghindari hal-hal seperti tadi terjadi lagi. Sampai aku benar-benar percaya padamu dan kau juga membuktikan padaku bahwa kau telah benar-benar berubah dan menjadi dewasa.." dan Papa pun langsung pergi meninggalkan Ryan disana.

Ryan merasa kesal. Kemudian dia membanting bantal yang ada didepannya saat itu. Dia benar-benar kecewa oleh ulah mertuanya yang seolah membatasi dirinya untuk berdekatan denganku.

"Apa-apaan.. masa aku dilarang bermesra-mesraan dengan istriku sendiri dikamar.." ucap Ryan tidak senang

"Apa tadi katanya.. Pemerkosaan?? Aku melakukan pemerkosaan pada putrinya yang tak lain adalah istriku. Ciihh.." ucap Ryan tak percaya, kesal.

"Tapi tunggu.. tadi Lena, dia tidak menolak ketika aku melakukan hal itu padanya kan. Bahkan dia juga sempat memanggilku kembali dengan sebutan Mas Ryan.. sepertinya ingatannya mulai kembali pulih.." ucap Ryan tersenyum bahagia

"Aku harus melakukan sesuatu. Aku kan tidak mungkin hidup seperti ini terus bersama dengan Lena.."

"Aku akan memikirkan cara agar membuat ingatan Lena benar-benar kembali sepenuhnya kemudian baru aku membawanya pergi dari sini.."

Sementara saat itu aku.. Aku sangat kesal dengan Ryan. Maksudku, berani sekali dia mencium bibirku ini 2x terus mau melakukan itu. Dasar mesum..!! ucapku kesal memakinya dalam hati.

Akhirnya saat itu, aku memilih untuk sarapan didalam kamar, tanpa mau melihat wajahnya yang menyebalkan itu. Mengetahui hal ini, Papa kemudian memanggil Bi Siti dan menyuruhnya untuk mengantarkan sarapanku ke atas. Namun, saat itu tiba-tiba Ryan

"Pa, biar Ryan saja yang mengantarkan makanannya ke atas.."

Papa tidak menghiraukannya. Dia masih menuangkan beberapa lauk makanan ke dalam piring nasiku.

"Paa.. Lena biasanya memakan nasinya tidak terlalu banyak seperti itu. Dia akan lebih memilih memakan nasinya sedikit demi sedikit. Biasanya kalau kurang, nanti dia akan menambahkannya sendiri. Menurutnya itu berhasil untuk mengontrol pola makan dan dietnya.. Kalau Papa menaruhnya banyak seperti itu, percaya sama Ryan.. Lena pasti akan menyisakannya dan memakannya hanya sedikit.." ucap Ryan menjelaskan

Tidak mempedulikan perkataan Ryan, saat itu Papa langsung menyuruh Bi Siti mengantarkan makanannya ke kamarku diatas.

"Paa.. Ryan tahu Ryan salah. Maafkan Ryan Pa.."

"Izinkan Ryan juga ke atas untuk minta maaf pada Lena sambil mengantarkan makanannya itu.."

"Kalau Ryan tidak meminta maaf sekarang, nanti bagaimana bisa Ryan membantunya untuk mengembalikan ingatannya kembali. Memangnya Papa mau Lena terus menerus dengan kondisinya yang seperti ini.. Kasihan Lena Paa.." Ryan memohon

"Baiklah.. kau kuizinkan untuk ke atas. Awas kalau kau berbuat macam-macam lagi padanya dan menakutinya.. Kau akan kuusir dari sini" ancam Papa

"Baik Pa. Ryan gak bakalan macam-macam kok kali ini.." balas Ryan tersenyum. Dan Ryan pun kemudian pergi ke atas menyusul Bi Siti.

Ditempat lain di apartemen Aris, saat itu waktu sudah menunjukkan hampir pukul setengah tujuh, tapi Aris masih belum bangun dari kasurnya. Kemudian Shina,

"Ariiss.. Ariiiss.. Bangun.." panggilnya berusaha membangunkan

"Memangnya kau tidak pergi ke kantor hari ini? Ini sudah mau hampir pukul setengah 7, bahkan Rani sudah berangkat ke sekolahnya dari tadi.."

Aris yang mulai tersadar, kemudian terlihat memegang kepalanya saat itu.

"Aris kau tidak apa-apa? Wajahmu terlihat sedikit pucat.." ucap Shina khawatir sambil tiba-tiba mendekat

Kemudian Shina terlihat menyentuh kening Aris. Ternyata agak hangat.

"Aris, sepertinya kau demam.. Kau tidak usah ke kantor dulu ya hari ini"

"Aku baik-baik saja.."jawab Aris dengan suara serak sambil tiba-tiba duduk

"Tidak, pokoknya kau tidak boleh pergi kemana pun hari ini." ucap Shina kembali

"Aku benar-benar tidak apa-apa Shina.. Mungkin suara ku serak karena akan terkena flu. Ini biasa terjadi karena perubahan cuaca.."

"Kau.. bukannya kau juga harus pergi ke lokasi syuting sekarang.. Sinetronmu itu stripping kan?" tanya Aris kembali

"Khusus hari ini aku akan mengosongkan jadwalku.." sambil Shina meletakkan kembali barang-barang yang akan dibawanya tadi

"Aku sungguh tidak apa-apa.." ucap Aris kembali

"Kalau begitu kita buat kesepakatan disini. Aku akan pergi syuting, tetapi kau harus tetap tinggal dirumah, mengistirahatkan tubuhmu. Bagaimana?"

Akhirnya Aris, dia menyetujui ide Shina itu. Jadi dia memilih untuk tidak masuk kerja hari ini.

"Kau jagalah dirimu baik-baik. Akan kuusahakan pulang cepat hari ini.." sambil Shina pamit dan mengecup bibir Aris

Namun, saat hendak keluar kamar dia kembali lagi bertanya pada Aris

"Kau mau aku pesankan bubur untuk sarapanmu? Tenang saja, di aplikasiku ada banyak voucher gratis ongkos kirim.." ucap Shina meledeknya

Aris tersenyum. Kemudian dia berkata,

"Terima kasih. Aku akan memesannya sendiri nanti. Kau hati-hati.. Usahakan agar kau jangan sampai pingsan dilokasi syuting.."

Shina kembali masuk, kemudian sambil memeluk Aris dia berkata

"Kau harus cepat sembuh.. Kalau aku pingsan dilokasi, aku akan menyuruh Lucy untuk menghubungimu. Jadi, kau harus tetap sehat untukku ya, pangeran bodoh?"

"Pangeran bodoh..?" ucap Aris mengulang

"Iya. Sudah bagus aku manaikkan pangkatmu menjadi pangeran bukan lagi kasim. Atau kau mau aku menurunkan pangkatmu kembali?"

"Aku pikir aku sudah menjadi Raja disini.." ucap Aris

"Ohh.. Kalau kau ingin menjadi Raja bisa saja. Tapi kau harus terlebih dahulu menuntaskan perasaanmu pada hal-hal yang membuat hati dan pikiranmu itu bimbang Aris.. terutama urusan mantanmu itu Lena. Kalau kau sudah melakukannya, baru aku akan menaikkan jabatanmu kembali menjadi Raja mendampingiku.." jawab Shina

Aris terlihat diam saat itu. Mungkin merasa tersindir.

"Kalau begitu aku pergi dulu pangeran bodohku.. Jaga dirimu baik-baik ya." ucap Shina sambil mengecup pipi Aris. Dan Shina pun akhirnya pergi.

Sementara didepan pintu kamarku, ada Ryan dan juga Bi Siti. Ryan kemudian menyuruh Bi Siti untuk memanggilku dan membukakan pintu kamarnya. Akan tetapi, ketika aku membukakkan pintu, hanya ada Ryan saja disana yang mengantarkan makananku.

Aku yang terkejut, kemudian kembali menutup pintunya setelah berhasil mengambil makananku itu dari tangannya.

"Lena tunggu.." ucap Ryan berusaha menahan pintu menggunakan kakinya.

"Aku minta maaf Sayang atas perbuatanku tadi di kamar Papa.."

"Aku melakukannya karena ku pikir kau akan mau untuk melakukannya juga. Aku sangat merindukanmu.."

"Maaf, kalau perbuatanku itu membuatmu takut. Aku sama sekali tidak ada niatan untuk menakutimu.." ucap Ryan memelas

"Baiklah, kau ku maafkan.." jawabku

Dan begitu Ryan menyingkirkan kakinya dari pintu, aku kembali berusaha menutup pintuku lagi. Namun ternyata kali ini Ryan kembali mengganjal pintu itu menggunakan tangannya, sehingga tangannya menjadi terjepit dan membuatnya teriak kesakitan.

"Aduh.. Maaf.. Maaf.." ucapku merasa bersalah sambil melihat tangannya yang terjepit tadi.

"Awwww.. Sakit sekali." ringis Ryan sambil meniup-niup tangannya itu

Tanpa sadar aku pun kemudian menyuruh Ryan masuk ke dalam kamarku, lalu aku menyuruhnya duduk.

"Maafkan aku Ryan. Aku tidak tahu kalau kau akan mengganjal pintu menggunakan tanganmu. Pasti sakit sekali ya..?" tanyaku khawatir dengan ekspresi menyesal, karena pada saat itu aku menutup pintunya dengan sangat keras sekuat tenaga.

"Tidak apa-apa Sayang.. Apapun itu demi kamu aku rela kok.. Aku tahu kamu tadi memang gak sengaja melakukannya.. tidak usah merasa bersalah seperti itu. Aku baik-baik saja kok.. Dan lagipula, jari-jariku ini juga masih utuh, lihatlah.." ucap Ryan menggodaku

Saat itu aku tersenyum. Maksudku, bisa-bisanya dia berkata manis seperti itu untuk merayuku. Padahal jarinya sedang terluka dan pasti sangat sakit sekali rasanya. Lihatlah, bahkan sampai biru dan bengkak seperti itu.. pikirku dalam hati.

"Kenapa (tersenyum)?" tanyanya kembali

"Tidak.. Aku hanya baru tahu, kalau selain mesum, kekanak-kanakan, ternyata kau itu juga tukang gombal.."

Ryan senang mendengarku berkata seperti itu tentangnya.

"Tentu saja.. Bahkan kau selalu menjulukiku Raja tukang gombal.. Bukan hanya aku, tapi terkadang kamu sendiri juga sering melakukannya padaku.." ucap Ryan kembali

"Oh, ya? Aku..? Merayumu?? Hehee.. Kau pasti bercanda kan.." ucapku menolak.

"Iya.. Dulu kamu bilang aku ini ganteng banget sampe buat kamu bangga bisa nikah sama aku.."

"Serius??" ucapku tak percaya

Kemudian Ryan, dia menceritakan semuanya padaku.. momen-momen kebersamaan kami. Meskipun tidak ada satupun dari hal yang diceritakannya tadi yang bisa kuingat, tapi saat itu aku tahu kalau sepertinya dia memang tidak sedang berbohong.

Aku terus menerus menatapnya saat itu. Dan, setelah kuperhatikan.. ternyata Ryan ini cukup manis juga. Apalagi kalau sedang tertawa. Lesung pipinya itu.. membuat siapapun yang melihatnya mungkin bisa langsung menyukainya. Dia terlihat ramah saat tertawa.. hingga tanpa sadar aku.. aku tidak lagi fokus mendengar apa yang diucapkannya saat itu.

"Kau tidak keberatan kan?" tanyanya tiba-tiba mengagetkanku

"Hah?" responku terkejut dan bingung

"Iya. Aku akan menyuruh Oka, anak kita itu untuk mampir kemari. Sekalian aku akan memintanya untuk membawa seluruh foto dan album keluarga kita.."

"Oka? Anak kita?? Memangnya aku sudah punya anak?" ucapku terkejut tak percaya

"Iya. Umurnya 16 tahun dan dia sudah kelas 2 SMA sekarang.." ucap Ryan menjelaskan

"Aduh.. Aku tidak menyimpan foto anak nakal itu disini. Oh iya, handphonemu mana..? Coba buka dan lihat isi handphonemu Sayang. Ada beberapa foto-foto keluarga kita disana.." ucap Ryan kembali

Tapi Sayang, saat itu handphoneku sudah disita oleh Papa dari semenjak aku di Rumah Sakit. Ryan yang menyadari hal itu,

"Tidak apa-apa.. Walaupun handphonemu disita oleh Papa. Kamu masih bisa ketemu sama Oka nanti." ucap Ryan tersenyum

Dan sore harinya, Oka pun tiba. Namun ternyata dia tidak sendirian disana. Dia turut serta membawa Rani ke rumah Papa sehingga membuat Ryan benar-benar terkejut dan melotot ke arahnya.