Chereads / My New Neighbour / Chapter 156 - Aris yang Frustasi

Chapter 156 - Aris yang Frustasi

Begitu Aris masuk ke dalam unitnya, dia dikejutkan oleh kahadiran Shina disana.

"Bagaimana Lena? Sayang sekali ya, dia tidak sempat mendengarkan semua ungkapan hatimu itu dan pernyataan cintamu Aris. Dia malah keburu pingsan.." ucap Shina sinis begitu Aris mulai memasuki pintu

Saat itu Shina begitu terkejut melihat penampilan Aris yang sangat kacau, dengan beberapa luka lebam diwajahnya.

"Wajahmu.." ucap Shina khawatir sambil memegang wajah Aris

Namun saat itu Aris, dia lalu memalingkan wajahnya (seolah tidak ingin dilihat oleh Shina). Dengan segera, dia pun lalu berlalu masuk ke dalam kamar. Shina yang masih khawatir, dia terus saja mengikuti Aris masuk ke dalam kamar.

"Apa Ryan yang melakukannya? Kau dihajar lagi olehnya??" tanya Shina tidak senang sambil menaikkan intonasi suaranya

Aris tidak merespon Shina. Dia mengambil pakaian dan handuknya kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

Shina saat itu menyadari sepertinya Aris tidak dalam suasana hati yang baik. Oleh karena itu, Shina memilih untuk bersikap koperatif dengan tidak menyindir atau menyudutkan Aris, walaupun sebenarnya dia ingin melakukannya untuk mengungkapkan perasaan kecewanya padanya.

Selesai Aris mandi, Shina sudah terlihat duduk diruang tengah dengan kotak peralatan obat yang telah disiapkannya.

"Aris.. biarkan aku mengobati lukamu." ucap Shina tiba-tiba saat Aris berjalan dihadapannya.

"Tidak usah. Aku saat ini lelah.." balas Aris

Tidak mempedulikan jawaban Aris, Shina tetap memaksanya.

"Duduk..!" perintah Shina memaksa

Dan akhirnya Aris pun mengikuti keinginannnya.

"Aku hanya ingin melakukannya.. menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri yang baik dengan merawat suamiku yang sedang terluka.. sebab tidak ada yang tahu, sampai kapan aku akan terus melakukan peranku ini.. menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri bagimu." ucap Shina sambil mengolesi salep ke wajah Aris yang memar

"Wajah seperti ini.. harusnya digunakan untuk menghasilkan banyak uang dengan bermain film atau drama, bukan untuk pelampiasan amarah dari kisah drama percintaanmu dengan mantanmu itu Lena.." Shina bergumam dengan suara pelan

Saat itu Aris, dia tidak terlihat merespon ucapan Shina sama sekali. Dia masih terdiam. Entah apa yang dipikirkannya saat itu. Kemudian, Shina yang menyadari hal itu pun kembali berkata

"Aku tidak tahu apa yang tadi kau alami diluar sana. Tapi saat ini kondisimu itu benar-benar menyedihkan.. Bahkan lebih menyedihkan dari pada saat aku menemuimu pertama kali di Blue Ocean.. saat Lena mencampakkanmu." dan Shina pun  kemudian bangkit sambil mengangkat kotak obatnya

Namun Aris, tiba-tiba dia mulai berbicara

"Aku tidak tahu.. kalau kehadiranku selama ini terus menerus membuatnya menderita. Bahkan sampai ke tahap seperti ini. Dia kehilangan anaknya gara-gara Ryan yang meninggalkannya. Itu semua gara-gara aku.. aku yang terus menerus membuat mereka salah paham.. bertengkar. Aku telah menghancurkan semuanya.."

Seketika itu Shina pun langsung memeluk Aris. Dia memeluknya dengan sangat erat, berusaha menenangkannya.

"Tidak Aris. Ini semua terjadi bukan karenamu. Kau tidak bisa menentukan kematian seseorang kan? Itu semua sudah menjadi kehendak Tuhan. Kau tidak punya andil sama sekali untuk menyebabkan Lena sampai dia mengalami keguguran. Jangan salahkan dirimu sendiri.."

"Tapi aku telah membuat hubungan mereka berdua hancur, bahkan Lena sampai mengalami amnesia gara-gara hal itu.."

"Amnesia?? Bagaimana bisa?" respon Shina terkejut

"Iya. Dia sama sekali tidak bisa mengingat semua kejadian saat dirinya mengalami keguguran, termasuk Ryan suaminya sendiri. Rasa bersalahnya pada Ryan dan depresi karena telah kehilangan calon bayinya menyebabkan dia mengalami hal itu.. Aku benar-benar tidak tahu,  Shina. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk membuat keadaannya menjadi normal seperti sedia kala.. sebelum aku hadir ditengah-tengah kehidupan mereka." ucap Aris kembali frustasi

Shina saat itu tidak tahu bagaimana cara menghibur Aris. Kata-kata apa yang harus diucapkannya untuk membuat Aris merasa lebih tenang. Hingga dia pun terus menerus memeluknya sambil menepuk-nepuk punggungnya, hingga tiba-tiba Aris.. dia kemudian melepaskan pelukan Shina itu.

Shina yang terkejut pun kemudian berkata pada Aris sambil memandang wajahnya.

"Aku tidak tahu bagaimana pemikiran orang lain diluar sana, tetapi pangeran bodohku ini, dia tidak akan pernah membuat orang lain menderita, apalagi sampai menyakiti hatinya.." Shina kemudian mengecup singkat bibir Aris

Namun respon yang diberikan Aris saat itu malah, dia tiba-tiba bangkit dari duduknya. Dan tanpa memandang wajah Shina, dia pun berkata,

"Aku sangat lelah, aku akan tidur lebih dulu.." dan Aris pun kemudian masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Shina sendirian disana

Sementara di rumah Papa, tempat aku dan Ryan berada.. Saat itu aku tidak tahu, kenapa tiba-tiba saja air mataku itu turun dengan sendirinya, ketika aku mencium aroma tubuh Ryan, saat dia mengecup lembut kepalaku. Ada perasaan aneh yang kurasakan, seperti rasa kerinduan yang telah lama aku nantikan.. hingga aku pun membiarkan posisi kami tetap seperti itu sesuai dengan keinginannya untuk beberapa saat. Kemudian Ryan, dia berkata padaku

"Sayang.. biarkan aku malam ini  tidur dikamarmu ya. Kamu kan tahu.. aku sulit untuk bisa tidur dengan orang lain, terlebih itu Papamu.. Ku mohon.. biarkan aku sekali ini saja.. ya Sayang?" ucap Ryan manja

Aku terkejut mendengar rengekannya. Maksudku yang benar saja, bagaimana bisa aku menikah dengan pria manja seperti dia.. seperti anak kecil saja. Hingga aku pun segera melepaskan tangannya dari tubuhku dan langsung berlalu masuk ke kamar.

"Sayang.. Sayang.." Ryan terus memanggilku

Bahkan aku sudah masuk kamarku pun, dia tetap saja berada didepan pintu.. terus mengetok-ngetok pintu kamarku dan memanggilku Sayang. Aku benar-benar risih dibuatnya. Sampai ketika aku sudah tidak mendengar suara rengekannya lagi dan ketukan pintu, aku baru bisa mulai tertidur dengan nyenyak.

Keesokan paginya, saat aku dan Papa sudah berada dimeja makan untuk sarapan, aku tidak melihat Ryan ada disana.

"Kalau kau cari Ryan, dia masih tertidur dikamar.." ucap Papa yang seolah dapat membaca pikiranku saat itu

"Aku gak cariin dia kok Pa. Lagipula apa peduliku dia ikut sarapan bersama kita atau tidak.." jawabku mengelak

"Kau bisa saja berkata seperti itu, tapi mata dan gerakan tubuhmu itu tidak bisa membohongiku Lena. Kalau kau memang mencemaskannya cepat bangunkan dia dan ajak dia sarapan bersama dengan kita." ucap Papa kembali

Akupun kemudian pergi ke kamar Papa untuk membangunkannya. Dan begitu aku masuk kamar, benar saja.. dia masih tertidur disana.

"Tidak bisa tidur dengan orang lain, tapi dia bisa tertidur pulas disini, ckckckk.."

Kemudian,

"Ehhhmm.. Ehhemmm.." aku berdehem keras berusaha membangunkannya

Namun Ryan, jangankan terbangun, bergerak sedikitpun tidak. Aku kemudian duduk ditepi tempat tidur, sambil mengguncangkan sedikit tubuhnya aku kembali membangunkannya

"Mas.." aku tiba-tiba menghentikan kata-kataku

Kenapa aku memanggilnya dengan sebutan Mas, pikirku aneh. Lalu,

"Ryan.. Ryan.. Bangun.. Papa menyuruhmu untuk ikut sarapan bersama didepan. Ayo bangunlah.." ucapku sambil mengguncangkan pelan tubuhnya

Ryan tidak bergeming, matanya masih tetap terpejam saat itu.. hingga tiba-tiba.. tangannya menarik tanganku dan membuatku jatuh tepat diatas tubuhnya.

Aku terkejut. Juntungku berdegup kencang.

"Kamu sepertinya lupa bagaimana seharusnya cara kamu membangunkanku.." ucap Ryan tiba-tiba mendekatkan dirinya padaku

*Cup (Ryan langsung mengecup bibirku tanpa aba-aba dan membuatku terkejut)

"Kalau satu kali tidak berhasil, kamu bisa mencobanya kembali.."

*Cup (dia kembali mengecup bibirku)

Aku yang saat itu merasa malu dan salah tingkah, langsung mencoba bangkit dengan menarik tanganku yang di pegang olehnya. Namun, ketika aku pikir akan berhasil berdiri tiba-tiba saja Ryan dia membalikkan tubuhnya dan membuatku kembali terjatuh dengan posisi dia yang kali ini berada tepat di atas tubuhku.

"Ka.. Kau.. mau apa?" tanyaku gugup, malu.

"Tentu saja melakukan ritual pagi kita Sayang.." balasnya menggodaku

"Jangan macam-macam ya.. Papa dia ada didepan sekarang.." ancamku padanya

"Memangnya kenapa dengan Papa? Tadi Papa kan yang nyuruh kamu buat bangunin aku. Jadi Papa harusnya tahu kalau kita akan melakukan sesuatu disini. Dia tidak akan berani masuk, sampai kita berdua yang keluar dari kamar ini.." balas Ryan tersenyum

"Ryan.. Kau.."

"Kamu manggil aku dengan sebutan Ryan?"

"Hahahaa.. seperti bernostalgia, aku jadi ingat ketika kita baru pertama kali menikah dulu. Kamu juga memanggilku dengan sebutan namaku saja Ryan.. tanpa embel-embel "Mas"  didepannya.." ucap Ryan senang

Seketika itu, tangan Ryan dengan cepat menelusup ke dalam bajuku. Dengan gerakan cepat dia membuka kancing depan bajuku dan langsung membuka pengait pakaian dalamku itu. Aku begitu tekejut dibuatnya, hingga tiba-tiba..

"Mas Ryann tunggu.." ucapku panik

"Kenapa? Kali ini kamu mau bilang lagi kalau ada Papa disini, hah?" ucap Ryan kembali meledekku

Namun benar saja, Papa tiba-tiba muncul disana dan melihat kami.