Seketika itu Ryan, perasaan bersalah muncul dihatinya. Dengan terburu-buru, dia kemudian mengambil mobilnya dan langsung menuju Rumah Sakit. Selama perjalanan, dia terus menghubungiku dan juga Oka. Handphone ku pada saat itu telah lama mati karena baterainya yang lowbat, sedangkan Oka.. dia sengaja memblokir nomor Ryan karena merasa kesal dengan Papanya itu.
Ryan yang putus asa, akhirnya dia mencoba menghubungi Aris. Saat itu telponnya tersambung, kemudian
"Ariss.." ucap Ryan setengah berteriak
"Apa kau berada di Rumah Sakit sekarang? Kau bersama dengan Lena kan?? Bagaimana kondisinya? Lena, apa dia baik-baik saja? Jawab aku Ariss.." tanya Ryan menginterogasi Aris dengan tidak sabaran
Saat itu tiba-tiba terdengar suara Papaku (Ayah Mertua Ryan) dari dalam telpon,
"Apa itu Ryan?" tanyanya pada Aris
Dengan seketika, Aris pun kemudian memberikan telponnya pada Papa.
"Kau.. untuk apa sekarang kau baru menanyakannnya, hah? Setelah apa yang kau perbuat pada anakku.. Lebih baik kau tidak usah datang kemari. Aku muak melihatmu, terlebih lagi Lena.. jadi, jangan pernah berpikir untuk kembali lagi padanya. Aku akan mengurus semuanya.. dokumen perceraian kalian. Sesuai yang kau inginkan, aku akan membuat Lena menceraikanmu.." dan seketika itu Papa pun langsung menutup panggilannya.
Bagai mendengar petir disiang bolong, Ryan dia begitu terkejut mendengar semua hal yang diucapkan oleh Papa. Seketika itu dia pun langsung menaikkan kecepatan mobilnya untuk menuju Rumah Sakit. Dan setibanya dia disana, dia langsung mencariku.
"Pasien atas nama Lena Wijayanti, yang tadi siang dibawa kesini menggunakan ambulan karena mengalami keguguran.." ucap Ryan panik menanyakan keberadaanku di Rumah Sakit
"Maaf, Bapak?" tanya salah seorang perawat
"Ryan, saya suaminya.." jawab Ryan
"Ruang VIP 705.." jawab perawat tadi. Dan Ryan pun segera berlari menuju ruangan tersebut.
Namun disisi lain, perawat tersebut malah terheran sambil berkata,
"Suami??.."
Karena pada saat itu yang mereka tahu bahwa Aris yang menjadi suamiku.
Ketika Ryan masuk kedalam ruanganku
"Sayang.." ucapnya panik dan khawatir melihatku yang sedang terbaring lemah disana sambil memakan bubur yang disuapi oleh Aris.
Saat itu aku terlihat bingung melihat kedatangannya. Lalu, Papa tiba-tiba mendekat pada Ryan dan
*Plakk... (suara Papa menampar Ryan)
Aku begitu terkejut melihatnya. Dengan ekspresi bingung dan khawatir, aku pun langsung menanyakan hal itu pada Aris.
"Dia siapa Mas? Kenapa Papa tiba-tiba menamparnya??" ucapku heran
Saat itu Papaku tiba-tiba berkata pada Aris,
"Jangan beritahukan Lena mengenai identitasnya.."
"Kau ikut aku.." ucap Papa mengajak Ryan keluar dari ruangan
Tidak mempedulikan perkataan Papa, saat itu Ryan yang terkejut melihat responku yang sama sekali tidak mengingatnya.
"Sayang, ini aku Ryan suamimu.." ucap Ryan sambil mendekat padaku
"Suami??" ucapku heran
"Sayang.. Kamu jangan bercanda kayak gini ya. Bagaimana bisa kamu lupa sama aku, suami kamu sendiri hah?" respon Ryan tak terima
"Mas Aris.. Apa itu benar?? Memangnya aku sudah menikah dan dia itu suamiku?" tanyaku bingung
Namun saat itu Aris, dia mengikuti perintah Papa untuk menyeret Ryan keluar dari ruangan ku itu.
Ryan yang tidak terima mendapatkan perlakuan seperti itu dari Aris, tentu saja melakukan perlawanan. Sempat terjadi keributan disana, hingga akhirnya membuat beberapa satpam datang ke ruangan kami dan menyeret Ryan dan Aris untuk keluar dari kamarku.
"Lepaskan..!!!" ucap Ryan tidak terima ketika beberapa satpam membawanya keluar dari Rumah Sakit
Seketika itu, begitu Ryan telah bebas, Ryan yang emosi langsung mendekati Aris dan berupaya melayangkan tinjunya. Namun saat itu Aris berhasil menepis tangannya dan malah menghajarnya balik. Dia begitu kecewa terhadap sikap Ryan yang bisa membuatku menjadi seperti kondisiku sekarang.
"Dasar brengsek, berani sekali kau balik menghajarku.." ucap Ryan tak terima pada Aris
"Seharusnya aku tidak membiarkanmu menikah dengannya dulu kalau ternyata kau akan membuatnya menderita seperti ini.." balas Aris
Dan perkelahian yang tak terelakan pun terjadi. Beberapa orang mulai berkumpul disana (diluar Rumah Sakit).. melihat mereka, tetapi mereka berdua tidak peduli. Mereka masih saling membalas pukulan satu sama lain.
Sekian lama berkelahi, setelah cukup lelah.. akhirnya mereka kemudian berhenti. Aris akhirnya menceritakan segala sesuatunya pada Ryan mengenai kondisiku. Dia bercerita bahwa menurut dokter aku mengalami amnesia disosiatif atau amnesia psikogenik yakni amnesia sementara yang disebabkan oleh trauma atau depresi begitu dalam karena merasa telah kehilangan bayiku waktu itu. Kenapa pada saat itu aku tidak bisa mengingat Ryan adalah karena perasaan bersalahku padanya karena tidak bisa menjaga kandunganku itu dengan baik.
Menurut analisis dokter, mungkin pikiran alam bawah sadarku itu menuntunku untuk tidak lagi mengingat hal-hal mengenai peristiwa keguguranku itu, termasuk dirinya.
Mendengar hal itu, Ryan benar-benar merasa menyesal dan bersalah. Dia terlihat begitu sedih hingga menyuruh Aris agar bisa dapat menghajarnya kembali sebagai ungkapan kekecewaan pada dirinya saat itu. Namun Aris tidak menuruti keinginannya.
Sebaliknya, Aris juga merasa bersalah karena dia juga menganggap bahwa semua ini juga bisa terjadi karena dirinya. Seandainya saja dirinya tidak hadir kembali dalam kehidupanku, mungkin keadaannya tidak akan menjadi serumit ini.
Akhirnya Aris, dia kemudian mengajukan diri untuk membantu Ryan agar aku dapat mengingat kembali dirinya. Dia berjanji akan membuat hubungan kami kembali seperti dulu.. termasuk akan membantu agar Papaku itu tidak jadi menyuruhnya untuk bercerai denganku.
Tentu saja, tanpa berpikir panjang Ryan tidak menolak tawarannya.. karena bagaimanapun menurutnya.. hanya Aris saja yang dapat membujuk mertuanya itu untuk menghentikan proses perceraianku dengannya.
Beberapa saat, akhirnya mereka berdua kembali masuk keruangan. Saat itu Aris langsung meminta pada Papa agar Ryan dapat membantuku menjalani proses pemulihan. Tentu saja ini demi kebaikanku, karena tidak mungkin seterusnya aku akan hidup dengan ingatanku yang hilang itu. Akhirnya, dengan berat hati dan juga karena ini menyangkut kesehatan putri semata wayangnya, Papa akhirnya menyetujui saran dari Aris itu. Papa akhirnya mau menunda proses perceraianku dengan Ryan, demi memperoleh kesembuhanku terlebih dahulu.
Setelah keluar dari Rumah Sakit, Papa mengajak kami untuk tinggal dirumahnya, jadi Ryan saat itu juga ikut tinggal disana. Akan tetapi, tetap saja.. Papa tidak mengijinkan aku sekamar dengannya. Selama tinggal dirumahku, Ryan tidur dengan Papa. Papa tidak mengijinkan Ryan tinggal di kamar tamu di lantai atas (persis disebelah kamarku) agar Papa bisa mengontrolnya.. agar Ryan tidak berbuat hal-hal nekat yang dapat membahayakan kesehatanku. Jadi ya terpaksa Ryan pun menuruti keinginannnya meskipun itu membuatnya tidak nyaman.
Saat itu malam hari, setelah Papa tertidur, Ryan secara diam-diam dia pergi menemuiku dikamar. Begitu dia mengetuk pintu, aku begitu terkejut melihat kedatangannya.
"Sayang, maafkan aku.." ucapnya tiba-tiba sambil berupaya memelukku
Responku saat itu.. karena masih menganggapnya sebagai orang asing, langsung saja reflek menepis tangannya.
"Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman.. hanya saja aku begitu merindukanmu.." ucap Ryan kembali
"Aku begitu menyesal.. Kalau saja aku tahu kau akan mengalami ini semua, aku tidak akan meninggalkanmu waktu itu.." ucapnya menyesal
"Boleh aku masuk? Sebab kalau berdiri seperti ini terus, bisa gawat kalau ketahuan Papa nanti." ucap Ryan memohon
Saat itu, aku tidak memperbolehkannya. Aku lalu mengajak Ryan ke balkon depan untuk mengobrol dengannya disana.
"Kamu.. apa benar kamu lupa sama aku? Ini aku Ryan suamimu.." ucapnya meyakinkanku.
"Lihat.. Ini cincin kawin kita. Sampai saat ini aku masih menggunakannya." ucap Ryan sambil memperlihatkan cincinnya
"Tapi aku tidak punya cincin sepertimu itu. Aku juga tidak mengenakannya.." balasku sambil memperhatikan jari manis kiriku
"Pasti Aris si brengsek itu yang melepaskannya dari tanganmu.." ucap Ryan kesal
"Sayang dengar.." saat itu Ryan, tiba-tiba dia langsung menghentikan kata-katanya karena melihat ekspresi tidak senang dariku yang menatapnya saat itu
"Aku tidak suka mendengarmu memakinya seperti itu.. Dan aku juga masih belum menerima tuduhanmu bahwa kau itu suamiku, jadi jangan memanggilku dengan sebutan Sayang lagi. Aku tidak nyaman.." ucapku tidak senang
Saat itu Ryan bermaksud mengeluarkan handphonenya untuk menunjukkan foto-foto kebersamaan kami. Namun aku kembali berkata padanya,
"Siapa pun kau.. Ini mustahil. Aku tidak mungkin menikah dengan orang yang sifatnya kasar sepertimu. Suka berkata sembarangan.. tidak punya tata krama.. sopan santun.. Seandainya memang benar kau itu suamiku, maka aku dulu pasti sangat menderita sekali bisa hidup bersama denganmu.." ucapku ketus
"Aku minta maaf Say--ang.." Ryan langsung menghentikan kata-katanya dan meralatnya
"Maksudku Lena.."
"Aku mau tidur. Ini sudah malam.. Lain kali jangan pernah menemuiku lagi malam-malam seperti ini.." dan aku pun langsung masuk menuju ke dalam setelah mengatakan itu pada Ryan
Namun, Ryan dia tiba-tiba memelukku dari belakang.
"Aku tahu kamu masih belum mengingatku. Aku paham. Aku ngerti.. dan aku juga sedang berusaha menerima semua ini karena semua terjadi karena kesalahanku.. tapi Sayang, tidak bisakah aku memelukmu sebentar seperti ini. Aku hanya merindukanmu.. Sebentar saja.. seperti ini.." ucap Ryan sambil menundukkan kepalanya dan mencium rambut belakangku
Saat itu, aku tiba-tiba mencium aroma parfum Ryan. Aroma khas tubuhnya yang sangat ku kenal itu.. seketika air mataku pun keluar dengan sendirinya.
Ditempat lain, Aris yang sudah kembali ke apartemennya malam itu.. dia tidak mengira bahwa ternyata Shina juga tengah berada disana menunggunya.