"Pindah?" aku terkejut
"Iya. Pindah dari apartemen ini. Kamu bebas nentuin kita mau pindah kemana nanti. Entah kita beli rumah baru atau apartemen.. atau kalau kamu mau tinggal dirumah Papa juga boleh.. dirumahku, atau hotel Mama yang ada di Ancol, terserah kamu.. Yang penting kita pindah dari sini.." ucap Ryan
"Tapi kenapa harus pindah Mas? Kenapa tiba-tiba sekali?? Memangnya kamu ada masalah dikantor???" tanyaku bingung
"Sayang, aku tahu kalau kamu begitu cinta sama apartemen kita ini, tapi kalau aku boleh mohon sama kamu. Satu kali ini aja buat nurutin keinginan aku.. Kita pindah dari sini ya?" ucap Ryan kembali dengan tatapan mata memelas khasnya itu
"Iya Mas. Aku ngerti.. tapi kamu harus jelasin dulu ke aku apa alasannya. Kenapa kamu tiba-tiba ingin kita pindah dari sini, hah? Kamu lagi ada masalah apa sebenarnya?"
"Aku.. Jujur sebenarnya dari dulu aku ingin ajak kamu pindah dari sini. Saat tahu Shina dan Aris, mereka tinggal disebelah dan menjadi tetangga kita. Aku gak suka kita hidup bertetangga dengan mereka. Kamu dengan Aris.. terus aku dengan Shina.. kita semua masing-masing punya kisah dimasa lalu dengan mereka berdua.."
"Kamu sadar gak? Kalau selama ini masalah yang terjadi diantara kita itu selalu saja berhubungan dengan mereka.."
"Aku selalu cemburu dengan Aris.. aku yang tidak suka melihatnya.. bahkan ketika dia hanya sekedar berbicara atau mengobrol saja denganmu.. Belum lagi Shina yang selalu mengganggu ketentramanku, dengan menjadikan Rani sebagai alasan untuk mengancamku dan memanfaatkan situasinya.. Aku benar-benar tidak suka.. Mereka membuatku muak. Aku jenuh dengan kehadiran mereka sebagai tetangga kita, Sayang. Kamu ngertiin aku, kan?" ucap Ryan kembali memohon
Entah kenapa ketika Ryan menjelaskan itu semua padaku, aku bisa menangkap bahwa mungkin Shinalah yang menginginkan semua ini, bukan Ryan.. hingga aku pun kembali bertanya padanya,
"Apa Shina juga datang padamu dan mengancammu tadi?" tanyaku yang seketika membuat Ryan terkejut
Aku bisa merasakannya bahwa tebakanku sepertinya benar. Ryan.. ekspresi terkejut matanya itu bisa menjelaskan semuanya. Namun saat itu, dia tetap berusaha untuk menyangkalnya.
"Nggak kok Sayang. Bukan Shina yang nyuruh aku untuk kita pindah. Ini inisiatif aku sendiri. Karena aku benar-benar muak dan tidak tahan jika harus hidup dalam kondisi ini terus.."
"Aku tahu semuanya Mas. Mas tidak usah mengelak lagi. Shina.. sebelum dia datang menemuimu, dia juga sempat datang kemari tadi.."
Kali ini Ryan benar-benar terkejut.
"Shina..? Apa dia alasan kamu menangis? Apa yang dia lakukan ke kamu, hah?" tanya Ryan tidak senang dan emosi
"Gak Mas. Dia gak lakuin apa-apa ke aku. Dan aku juga gak nangis.." aku berbohong
"Tadi dia cuma minta aku jelasin semua hal.. Alasan yang membuat Aris tiba-tiba pergi meninggalkan apartemennya.."
"Si Aris brengsek itu.." maki Ryan kesal
"Bahkan setelah kepergiannya dari sini, dia masih bisa membuat orang lain dalam masalah.." ucap Ryan tidak senang
"Mas..!?!!" ucapku tidak senang
"Kenapa? Kamu marah ke aku gara-gara aku ngejelekin Aris?"
"Bukan karena Aris.. Aku gak suka kamu ngomong kasar seperti itu.. menjelek-jelekkan orang lain.."
"Hah, alasan..!!" bantah Ryan
Aku yang kesal dengan ulahnya pun kemudian segera pergi meninggalkan Ryan dikamar saat itu. Namun, Ryan yang kembali tersadar akan perbuatannya kembali mengejarku.
"Sayang.. Sayang.. Maafin aku.." ucapnya sambil mengejarku
"Nah, kamu bisa lihat sendiri kan. Lagi-lagi pertengkaran kita ini terjadi gara-gara Aris.. Aku gak suka denger kamu membelanya atau kamu nyangkal aku kayak barusan.." ucap Ryan kembali
"Mas.. apa Mas pernah berpikir bahwa semua masalah yang terjadi diantara kita ini karena sifatmu. Rasa ketidakpercayaanmu padaku.. Emosimu yang sulit dikontrol itu.. yang tidak mau mendengarkan penjelasan terlebih dahulu dan malah langsung berbuat seenaknya.."
"Ariss..? Justru dia sebenarnya yang sering menjadi korban disini. Mas selalu memukulnya, menyalahkannya, serta mengintimidasi dia.." ucapku tidak senang
"Oh, Bagus.. kamu justru lebih senang untuk membelanya. Terus.. belain aja terus si Aris itu.." ucap Ryan ketus, marah.
Kesal.. Aku kembali masuk ke dalam kamar untuk menghindari ocehan Ryan saat itu. Aku kemudian mengambil travel bag-ku lalu memindahkan semua pakaianku kedalamnya untuk kubawa pergi.
Ryan begitu terkejut melihatku dikamar sedang membereskan semua pakaian.
"Kamu mau pergi kemana?"
"Pindah.." jawabku ketus
Tiba-tiba rasa bersalah kembali menyelimutinya.
"Maafin aku Sayang.. Bukannya maksud aku untuk berbuat itu ke kamu.." ucap Ryan sambil mendekatiku
Saat itu aku masih terus saja membereskan beberapa pakaianku, sampai akhirnya tangan Ryan mencegahku untuk melakukan apa yang sedang kukerjakan itu..
"Sudah.. Maafin aku.." ucapnya
Seketika aku pun langsung menangis dan Ryan kembali memelukku.
"Maafin aku Sayang.. Maafin aku.." ucap Ryan kembali sambil berusaha menenangkanku didalam pelukannya. Sementara aku, aku masih terus saja menangis dan menjadi histeris.
Mungkin alasanku menangis tidak hanya kekecewaanku terhadap sikap Ryan saat itu, tetapi karena kesedihanku. Kami yang harus pergi meninggalkan apartemen kami ini. Sudah hampir 10 tahun lebih kami tinggal disini, tetapi kami harus pergi meninggalkan tempat ini sekarang.
Pukul 9 malam lewat, Aris sudah pulang kantor dan menuju apartemennya untuk menjelaskan segala situasinya pada Shina.
"Kau sudah pulang?" ucap Shina tersenyum sambil menyambut Aris
"Iya.."
"Mau aku pesankan makanan? Kau sudah makan malam??" tanya Shina kembali
Aris menggeleng dan menjawab
"Aku masih kenyang memakan pizza yang kau bawakan tadi.."
"Kalau begitu kopi?" Shina kembali menawarkan
"Boleh.. tapi kali ini jangan terlalu asin ya.."
Saat itu Shina, dia terlihat malu saat Aris berkata seperti itu. Dia ingat ketika dia mengerjai Aris dengan mencampurkan banyak garam dikopinya. Dia tidak habis tersenyum mengingat ulahnya saat itu.
Diruang tengah, beberapa saat setelah Aris menyeruput kopinya
"Bagaimana?" tanya Shina penasaran
"Lumayan.. tidak asin seperti waktu dulu kau mengerjaiku.."
Shina tertawa mendengar perkataan Aris.
"Memangnya kau tahu saat itu aku berusaha mengerjaimu?" tanya Shina kembali
"Iya. Dari awal aku sudah bisa menduganya.. Saat kau menyuruhku bolak-balik untuk menukarkan pembalutmu.."
"Kalau kau tahu, kenapa kau masih mau melakukannya?" tanya Shina penasaran
"Aku hanya penasaran dengan motif dan tujuanmu saat itu.." jawab Aris
"Lalu, kau sudah tahu sekarang?" tanya Shina kembali
"Sepertinya saat itu kau berusaha membuktikan apakah aku benar-benar mencintaimu atau tidak, jadi kau sengaja membuatku kesal seharian.."
"Mungkin saat itu kau masih belum percaya padaku, terlebih lagi.. mengingat insiden yang terjadi sebelumnya. Saat kau tahu aku terlibat masalah dengan Ryan gara-gara memeluk Lena.. dan Ryan yang menghajarku.."
Shina terlihat bertepuk tangan saat itu seraya tersenyum.
"Benar-benar luar biasa.. seharusnya kau bisa menjadi seorang penyidik atau detektif Aris dengan bakatmu itu.." ucap Shina tersenyum
"Shina.." ucap Aris tiba-tiba serius
"Mengenai masalahku.."
"Coba jelaskan.." ucap Shina tiba-tiba memotong
"Kalau kau bingung, kau bisa mulai menjelaskan padaku.. apa yang membuatmu begitu kesal sehingga melampiaskan emosimu itu pada kaca yang ada dilemari kamar kita.."
"Jadi kau tahu aku sengaja menghancurkan kaca itu.." tanya Aris
"Tentu saja.. Memangnya kau pikir kaca itu bisa pecah dengan sendirinya, hah?"
"Kaca itu sudah didesain sedemikian rupa sehingga membuatnya cukup kuat untuk berada disana. Tidak mungkin bisa pecah, kecuali lemari itu jatuh terguncang ke lantai atau seseorang yang menghancurkannya.."
"Shina saat itu aku.."
"Apa karna Lena??" Shina kembali memotong ucapannya
Aris kemudian mengangguk menjawabnya.
"Jadi ternyata benar, kau masih peduli dan mencintainya hingga saat ini.." ucap Shina sinis
Terlihat ekspresi kecewa dan sedih dari Shina. Meskipun dia sudah tahu akan hal itu, tetap saja.. mendengar Aris mengakuinya secara langsung membuat hatinya menjadi sakit. Bahkan Aris tidak menyangkalnya sama sekali ketika Shina berkata bahwa dia masih mencintai Lena.
"Saat itu aku begitu kesal dengan Roy. Aku merasa sepertinya dia mempunyai motif tersembunyi untuk mendekati Ryan dan juga Lena. Belum lagi si Ryan.. kenapa bisa dengan mudahnya dia mempercayakan Lena untuk jalan berdua saja dengan Roy.. Lena itu kan.." Aris tiba-tiba menghentikan ucapannya dan memandang Shina yang sepertinya mulai merasa tidak senang mendengar semua penjelasan darinya
"Lena itu kenapa?" tanya Shina kembali
"Lena dia begitu naif dan polos. Denganmu saja Roy masih berani berbuat macam-macam.."
"Jadi, hanya karna orang itu Lena?" tanya Shina tidak senang
Aris kembali terdiam.
"Bagus.. Bahkan kali ini kau tidak berusaha untuk menyangkalnya.." ucap Shina sinis
"Shina dengar, bukan karena orang itu Lena, tapi karena Roy adalah pria yang buruk.. bahkan kau saja mengatainya brengsek. Aku memukul Roy saat itu karena dia telah berbuat kurang ajar pada Lena.."
"Jadi kau juga sempat memukul Roy karena Lena?" tanya Shina
"Kau yang bahkan tidak menyukai kekerasan itu.. membalas Ryan juga tidak berani, bahkan sekarang tiba-tiba memukul Roy gara-gara Lena??" ucap Shina kembali tidak percaya
Shina yang merasa kecewa, akhirnya pergi meninggalkan Aris disana.
"Shina.." panggil Aris sambil membuntutinya
"Aku benar-benar tidak suka dengan Roy saat itu. Dia terus saja memprovokasiku.. sehingga membuatku tidak tahan untuk menghajarnya.." Aris berusaha menjelaskan
Shina, dia tiba-tiba berhenti dan berbalik sambil menatap wajah Aris.
"Kalau memang bukan karena Lena, sekarang katakan padaku bahwa saat ini kau sudah tidak peduli padanya dan tidak lagi mencintainya. Katakan itu padaku sekarang.."
"Shina aku.."
"Kenapa? Kau tidak bisa mengatakannya Aris?" tanya Shina dingin
"Apa lidahmu menjadi kelu sehingga membuatmu sulit untuk bicara, hah?" ucap Shina kembali
"Mungkin aku memang tidak bisa mengatakan semua itu, tapi Shina.. aku sudah berusaha disini. Tidak bisakah kau memberiku waktu sedikit lagi agar aku bisa membuka semua hatiku sepenuhnya padamu?"
"Memberimu waktu, hah?? Bullshit..!! Bahkan kau saja tidak mau membuka hatimu sedikit pun untukku.."
balas Shina tak percaya
"Tidak Shina.. Itu tidak benar.. Bagaimana bisa kau berkata seperti itu. Lalu, selama ini.. kau anggap apa kebersamaan kita itu, hah?"
"Harusnya aku yang mengatakan itu padamu Aris. Bagaimana bisa kau mempermainkan perasaanku selama ini. Menganggap bahwa kau benar-benar mencintaiku, namun ternyata semua itu hanyalah omong kosong belaka.." balas Shina
"Tidak Shina.. Aku tidak pernah berniat untuk mempermainkan perasaanmu. Sungguh!! Aku berkata yang sejujurnya.. Aku hanya tidak tahu bagaimana perasaanku yang sesungguhnya.."
"Aku memang tidak suka saat melihatmu berdekatan dengan Roy dan juga Ryan.. aku merasa cemburu.. tapi aku juga tidak tahan melihat Roy mempermainkan Lena seperti itu karna itu membuatku emosi.."
"Kalau kau memang masih mencintai Lena dan masih memiliki perasaan padanya, lebih baik kita berpisah. Aku tidak mau hidup denganmu hanya karna kau merasa kasihan padaku.. dan aku juga tidak mau menjadi pengganti Lena dihatimu hanya karna kau tidak bisa memilikinya.."
Aris kembali terdiam saat itu.
"Pikirkanlah baik-baik sebelum kau datang kembali padaku.. Kalau kau sudah menuntaskan semua perasaanmu pada Lena, kau bisa kembali padaku. Kalau tidak, kau boleh pergi dari sini dan ceraikan aku.. Aku tidak akan menuntutmu. Dan mengenai Rani, dia bisa memilih nanti untuk tinggal denganku atau denganmu setelah kita bercerai. Jadi, jangan jadikan dia sebagai alasan sehingga memberatkanmu untuk berpisah denganku.."
Dan setelah mengatakan semua itu pada Aris, Shina kemudian masuk ke dalam kamar Rani dan menguncinya. Sementara Aris, dia masih terdiam mematung disana, memikirkan semua kata-kata Shina itu.