Saat itu Ryan, dia langsung menarik tangan Shina dan membawanya menjauh dari depan rumah Papa.
"Hey santai saja Ryan.. tidak usah menarikku seperti ini. Rani dan Oka, mereka sedang dalam perjalanan pulang sekolah menuju kemari untuk bertemu dengan Kakek mereka."
"Shina dengar, apapun yang kau inginkan akan kulakukan. Tolong jangan lakukan rencana konyol ini.. Jangan biarkan Papa tahu kalau Rani itu adalah anakku.."
"Konyol katamu??" ucap Shina marah dan tidak senang
*Plakk.. (Shina kemudian menampar Ryan)
"Kau memang benar-benar brengsek. Untung saja Rani dia tidak memiliki Ayah seperti dirimu disampingnya.. Kau bahkan tidak mau mengakui dia sebagai anak.."
"Kau boleh menamparku beribu-ribu kali, tapi ku mohon jangan kau bawa Rani pada Papa.. Bukannya aku tidak mau mengakuinya sebagai anakku. Aku hanya tidak mau membuat keluargaku hancur.."
"Papa pasti akan langsung menyuruhku menceraikan Lena jika dia mengetahui tentang hal ini. Aku tidak ingin berpisah darinya, terlebih lagi Lena sedang hamil sekarang.."
"Bagus dia hamil.. jadi kau bisa merasakan bagaimana sakitnya aku dulu ketika kau meninggalkanku pada saat aku hamil.."
"Ryan, aku ingin kau juga merasakan hal yang sama.. ditinggalkan oleh orang yang sangat kita cintai." ucap Shina sinis
"Shina aku menyesal, aku minta maaf.. aku benar-benar tidak tahu waktu itu. Ini semua hanya kesalahpahaman yang terjadi dimasa lalu dan kita telah melewatinya.. Kau telah memiliki Aris sekarang dan dia juga sosok Ayah yang sempurna untuk Rani, jadi.. tidak bisakah kita melupakan semua ini dan kembali pada kondisi kita yang sekarang?"
"Aku akan minta maaf sekarang pada Aris dan menyuruhnya untuk tinggal kembali di apartemen kalian.." Ryan terus memohon
"Enteng sekali.. Setelah semua perbuatan yang kau lakukan padanya, kini kau ingin meminta maaf?? Tidak semudah itu Ryan.." balas Shina emosi
"Lalu kau mau aku melakukan apa?"
"Kau dan Lena segera pergi meninggalkan apartemenmu itu. Aku tidak ingin hidup bertetangga dengan kalian.."
Ryan, dia begitu terkejut mendengar keinginan Shina. Dia tidak masalah untuk melakukannya, bahkan hal itu memang sangat diinginkannya dari dulu, semenjak dia tahu Aris dan Shina menjadi tetangganya. Akan tetapi, tidak bagi istrinya Lena.. Dia tahu betul bahwa aku sangat menyukai tinggal disana. Jadi tidak mungkin untuk memaksaku pindah.
"Shina, aku tidak bisa melakukannya walaupun aku sangat ingin.. Kau tahu Lena, dia sangat menyukai tempat itu.. apartemen kami. Seandainya Lena mau pindah, mungkin sudah dari dulu aku mengajaknya pindah. Sama sepertimu, aku juga tidak senang hidup bertetangga dengan kalian disana.."
"Kalau begitu kau bujuk saja dia. Aku yakin kali ini dia pasti akan mengikuti keinginanmu.."
"Shina, tapi aku.."
"Ahh.. kebetulan sekali. Sepertinya mereka sudah datang." ucap Shina tiba-tiba ketika melihat motor yang dikendarai Oka dan Rani tiba didepan pagar rumah Papa.
Ryan sangat terkejut. Dan dia pun langsung berkata,
"Baiklah baik.. Aku akan membujuk Lena untuk pindah dari sana segera.."
Shina terlihat tersenyum puas saat itu. Kemudian,
"Satu minggu.. Aku beri kalian waktu satu minggu untuk segera pindah dari sana."
"Satu minggu??" respon Ryan tidak setuju
"Iya. Satu minggu dari sekarang.."
"Tapi Shina, satu minggu itu waktu yang sangat singkat.."
"Dengan kemampuanmu itu bahkan sehari saja juga sudah cukup untuk memindahkan semua isi dan barang-barang dari apartemenmu.. Kau mempunyai uang dan pekarja yang bisa kau bayar mahal untuk melakukan hal ini.."
"Ini bukan masalah uang atau pekerja yang memindahkan barang-barang.. tapi Lena. Tidak mudah bagiku untuk membujuknya. Terlebih lagi, dia masih belum bisa memafkanku.. sejak aku menyuruhnya untuk mengatakan semua itu pada Aris. Lena masih marah padaku.."
"Aku tidak peduli.. Kau kan sudah menyetujui kesepakatannya, jadi ya lakukan saja.. Atau kau mau aku memperkenalkan Rani sekarang juga pada Pak Han. Mumpung dia ada disini, hah?"
"Ahh.. Iya.. iya.. Jangan. Baiklah, satu minggu. Aku akan melakukannya."
"Bagus.." ucap Shina tersenyum
Kemudian mereka berdua terlihat menghampiri Rani dan Oka.
Saat itu Oka, dia terlihat tidak senang melihat Ryan dan Shina sedang bersama disini.
"Papa, Tante Shina.. Apa yang kalian berdua lakukan disini?" ucap Oka dengan nada sinis
"Ayahmu ini Oka, dia menolak keras untuk memperkenalkan Rani pada Kakekmu. Padahal kalian berdua itu kan bersaudara.." jawab Shina
Saat itu, terlihat raut kesedihan dari wajah Rani mendengar Shina berkata seperti itu. Kemudian Oka pun dengan segera menarik tangan Rani untuk masuk ke rumah Papa. Ryan yang melihat hal itu pun menjadi tegang dan terkejut.
"Hey Oka, apa yang kau lakukan? Berhenti disitu..!!" teriak Ryan berusaha menghentikannya
Tapi disisi lain Oka, dia terus saja berjalan tanpa mempedulikan ocehan Papanya itu. Ryan yang panik kemudian
"Shina, bantu aku untuk hentikan mereka. Kau ingin kesepakatan kita batal, hah?"
"Rani...!" teriak Shina. Dan seketika itu pun Rani langsung menghentikan langkahnya.
Shina langsung menarik tangan Rani dan mengajaknya untuk pulang bersama dengannya ke apartemen. Sementara Oka, saat itu Ryan terlihat memarahinya dengan sangat keras.. mengingat dirinya hampir saja menceritakan hal itu semua pada Kakeknya bahwa Rani juga merupakan cucunya (anaknya Ryan).
Selesai memarahi Oka, Ryan kemudian terlihat menghampiri Shina dan Rani. Dia menawarkan diri untuk mengantarkan mereka berdua kembali ke apartemen.
Didalam mobil, saat itu Ryan terlihat memandang spion atas mobil sambil melihat Rani dikursi belakang. Sepertinya Rani masih terlihat kesal dengannya, hingga dia terus menghadapkan wajahnya ke arah samping, berusaha menghindari tatapan Ryan.
"Rani.." sapa Ryan
"Bagaimana disekolah? Apa Rani senang?" tanya Ryan canggung
Namun saat itu Rani, dia memilih untuk tidak menjawab pertanyaannya. Dia terus terdiam sambil masih memalingkan wajahnya.
Sementara Shina, dia tersenyum. Dia terlihat senang saat Rani tidak merespon kata-kata Ryan itu.
"Rani, Om minta maaf. Bukan maksud Om untuk tidak mengakui Rani.. hanya saja keadaannya akan menjadi sulit jika Kakek tahu kalau Rani merupakan anak Om dan juga cucunya.."
"Om takut nanti Kakek akan menyuruh Om berpisah dengan Tante Lena.. Oleh karena itu, Rani bisa bantu Om untuk tidak menceritakan hal ini pada siapapun.." bujuk Ryan
"Rani juga tidak mau mempunyai Ayah seperti Om.. Tidak peduli siapa Ayah Rani yang sebenarnya.. tapi Rani hanya akan mengakui Ayah Aris saja yang menjadi Ayah Rani, bukan orang lain.." jawab Rani ketus
Saat itu Ryan, dia begitu terkejut mendapat jawaban menusuk seperti itu dari Rani. Bahkan Rani tidak mengakuinya sebagai Ayah dan menganggapnya orang lain. Ada perasaan kecewa yang menghinggapinya saat itu. Dia terlihat sedih.
Setibanya di apartemen, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Rani langsung turun begitu saja dari mobil Ryan dan jalan terburu-buru. Ryan hanya bisa menatapnya dengan perasaan sedih. Hingga kemudian Shina berkata padanya,
"Mungkin itu balasan yang sesuai untuk Ayah yang tidak mau mengakui keberadaan putrinya sendiri.. Kini kau juga bisa merasakan bagaimana sakitnya tidak dianggap keluarga oleh darah dagingmu itu, bukan?" ucap Shina sinis
"Ahh, satu hal lagi. Rahasiakan ini dari Aris dan Lena. Maksudku, kau tidak usah memberitahukan kepada mereka bahwa aku yang menyuruh kalian untuk pindah dari apartemenmu itu. Kau mengerti maksudku?"
"Pada saat nanti kau pindah, sebaiknya tidak usah berpamitan pada kami. Aku mungkin tidak akan ada disini dalam beberapa waktu dekat dan Aris juga akan sibuk dengan urusan pekerjaannya dikantor.. Kalian pergilah tanpa perlu memberi kabar pada kami.." ucap Shina kembali dan diapun lalu turun dari mobil Ryan.
Saat itu, ketika Ryan masuk ke dalam unitnya, dia tidak melihatku dimana pun. Kemudian dia memutuskan untuk masuk kedalam kamar. Dia melihatku sedang tertidur. Ryan lalu mendekat dan duduk disampingku.
"Sayang.." ucapnya lembut sambil menyentuh tanganku
Dan begitu aku membuka mata, Ryan pun menyadari kondisiku yang sepertinya habis menangis.
"Kamu gak apa-apa? Kamu habis nangis..?" tanyanya panik
Aku menggeleng menjawabnya sambil berusaha bangkit dari tempat tidur.
"Mata kamu bengkak.. pasti kamu habis nangis ya?" tanya Ryan kembali menginterogasi
"Nggak Mas. Aku baru bangun tidur jadi wajar saja mata aku merah dan keliatan agak bengkak.." jawabku
Ryan tahu aku membohonginya, tapi saat itu dia memilih untuk tidak memaksaku menceritakan hal itu padanya.
"Ada yang ingin aku diskusikan ke kamu.." ucap Ryan tiba-tiba dengan nada serius
"Kalau seandainya kita pindah dari apartemen ini bagaimana Sayang?"