Ryan.. sepertinya saat itu dia baru datang dan memasuki lobi. Aku pun kemudian segera berlari dengan cepat ke arahnya.
"Mas Ryan.." sapaku sambil tersenyum menghampirinya
"Syukurlah.." ucapku senang dalam hati. Untung saja Mas Ryan ada disini. Atau kalau tidak, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk menghentikan ketegangan yang terjadi antara Aris dan Roy.
"Hey Sayang.." ucap Ryan yang senang melihatku
"Kamu ngapain? Jangan bilang kamu nungguin aku lagi disini.."
"Ihh PD banget. Orang aku habis beli susu kok di Joymart. Nih.." jawabku sambil memperlihatkan susu yang kubeli itu padanya
"Pasti vanilla lagi.. Kamu doyan banget sama rasa itu."
"Iya dong. Habis enak, manis.. Mas kan tahu aku suka yang manis-manis."
"Kayak aku ya manis?" ucapnya sambil mengedipkan satu matanya itu
"Manis?.." balasku sambil menjulurkan lidah, pertanda tak setuju
Ryan terlihat tersenyum saat itu. Kemudian dia kembali berkata,
"Kamu mah gitu.. Gak pernah muji-muji aku barang sekali.." ucapnya bersungut
"Iya deh manis. Manis banget Suamiku yang satu ini, tapi sayang dia ngeselin.."
"Hahahaa.." respon Ryan senang saat mendengar itu
"Kok ngeselin sih? Aku kan ga ngeselin Sayang tapi ngangenin.." balas Ryan
Dan saat itu tiba-tiba Ryan, pandangan matanya tertuju ke arah Roy dan juga Aris yang sedari tadi terus memperhatikan kami.
"Roy dan Aris.." ucapnya terkejut sambil mengernyitkan keningnya
"Oh iya, tadi aku baru ketemu mereka dilobi Mas. Sempet ngobrol-ngobrol juga sama Roy bentar. Dia tadi mau nanya-nanya tentang Jessy.." ucapku menjelaskan
Kemudian Ryan, sambil menggenggam tanganku, lalu menghampiri mereka berdua.
"Yoo.. Mas Bro. Baru balik ngantor?" ucap Roy sambil tersenyum pada Ryan
"Aku dengar kau tadi mengajak Lena untuk bicara.." ucap Ryan dengan nada tidak senang
"Iya tadi kita ngobrol sebentar dilobi. Elaahh.. Cuma minjem ngobrol bentar doang Lenanya, segitu sensinya.."
"Dengar Roy, lain kali kau tidak boleh berbicara dengannya apalagi bertemu, tanpa seizin dariku. Aku tidak suka melihat istriku ini berbicara atau berduaan dengan pria lain, termasuk kau.. khususnya orang yang ada disebelahmu itu.." ucap Ryan ketus sambil sesaat melirik Aris
"Iya.. Sorry Yan. Gw gak tahu kalau lw ternyata seposesif itu jadi orang." ucap Roy dengan nada bersalah
"Kali ini kau kumaafkan, tapi kalau sampai aku mendengar atau melihat kau berani dekat-dekat dan berbicara dengan Lena lagi.. Kau akan tahu akibatnya." ucap Ryan mengancam sambil marangkul bahuku, seolah manandai kalau aku ini miliknya
"Tapi lw tenang aja.. Gw gak ada feeling kok sama Lena. Lw kan tahu (gw sukanya sama Shina).. tapi gak tahu kalau yang disebelah gw mah.." ucap Roy sambil melirik Aris, berusaha ikut menyindirnya
Jujur saat itu aku begitu kesal dengan Roy. Untuk apa dia berkata seperti itu pada Ryan. Bukannya aku bermaksud untuk membela Aris disini, hanya saja.. apa dia tidak tahu bahwa hubungan kami sebagai tetangga baru saja kembali membaik. Baru beberapa minggu lalu.. Aku tidak mau ada pertengkaran dan perang dingin lagi terjadi.
Kemudian Aris, dia tiba-tiba saja pergi dari sana meninggalkan kami semua dan langsung menuju pintu lift. Dan tiba-tiba Mas Ryan, aku tidak tahu apakah dia terpancing oleh omongan Roy barusan.. dia mendadak ikut pergi juga mengikuti Aris disana, sambil tetap menggenggam tanganku saat itu.
Suasana didepan pintu lift begitu canggung. Bahkan untuk berkata-kata sekali pun membuatku takut. Rasanya aku ingin cepat-cepat keluar dari situasi ini.
Setelah kami memasuki lift, saat itu Roy
"Aku baru tahu kalau ternyata Lena itu cantik. Dia manis sekali saat menyambut suaminya datang seperti tadi.." ucap Roy tanpa sadar sambil menatap pintu lift yang sudah tertutup itu
"Ryan benar-benar beruntung. Bagaimana si brengsek itu bisa mendapatkannya.. Sial, dia benar-benar tipe wanita ideal yang keibuan. Cocok untuk kujadikan seorang istri." ucap Roy kembali tersenyum
Sementara itu didalam lift,
"Oh iya Sayang. Kamu gak mau minum susunya?" tanya Ryan tiba-tiba padaku
Seketika itu aku pun langsung menyeruput susu itu melalui sedotannya.
"Manis ga?" tanya Ryan kembali
"Manis. Kan rasa vanilla.." jawabku
"Mas mau coba?" ucapku menawarkan sambil mengangkat susu tadi lebih mendekat kearah mulutnya
Namun saat itu, tiba-tiba Ryan dia langsung mengecup bibirku sehingga membuatku malu.
"Benaran manis.." ucapnya setelah dia berhasil menciumku
Saat itu aku merasa benar-benar malu dibuatnya. Maksudku, masih ada Aris disana.. Yang benar saja.. Untuk apa Mas Ryan melakukan hal itu. Apa dia sengaja membuat Aris iri? Apapun alasannya, saat itu aku merasa benar-benar tidak nyaman berada disitu.
Begitu pintu lift terbuka, dengan segera Aris kemudian keluar dengan terburu-buru. Dia memepercepat langkahnya dan meninggalkan kami jauh dibelakang. Aku tahu dia pasti merasa risih saat itu. Ini semua gara-gara Ryan.
Kemudian, saat aku menatap wajah suamiku Ryan, dia terlihat tersenyum puas. Jelas sekali terlihat bahwa dia sengaja menciumku untuk membuat Aris kesal. Benar-benar kekanak-kanakan.. ucapku dalam hati sambil menggelengkan kepala.
"Kenapa? Apa kau tidak senang saat aku menciummu didepan Aris?" tanya Ryan tiba-tiba
"Tidak. Aku hanya sedikit terkejut dan malu.. Mas tiba-tiba saja melakukannya.." jawabku gugup
"Aku sengaja melakukannya agar dia tahu diri dan sadar bahwa kau itu istriku. Jadi dia tidak akan pernah lagi berpikir untuk coba mendekatimu.."
"Mas, apa Mas masih belum bisa percaya padaku?"
"Bukannya tidak percaya. Hanya saja aku tidak suka melihat situasinya. Membayangkannya saja benar-benar membuatku panas dan emosi. Lain kali, kau tidak usah berbicara, menyapa, atau melakukan apapun dengan Roy dan juga Aris. Aku tidak suka melihatnya.."
"Iya Maaf.." ucapku merasa bersalah
"Aku juga minta maaf kalau harus memaksamu seperti ini. Kamu kan menjadi istriku bukan hanya sehari atau dua hari ini. Kamu tahu mana hal-hal yang aku benci dan tidak suka.." ucap Ryan kembali
"Sudah manja, posesif, cemburuan, banyak ngasih aturan, kadang juga sering nyebelin.. Sabar-sabar aja jadi aku.." ucapku sambil menghela nafas panjang
Seketika itu, Ryan tiba-tiba menghentikan langkahnya. Lalu dia menghadap ke arahku.
"Aduh.. sepertinya aku salah ngomong. Suamiku yang melankolis ini, dia pasti merasa tersinggung.." ucapku merasa bersalah dalam hati
Sebelum dia sempat mengatakan apapun, aku pun kemudian meminta maaf padanya.
"Maaf Mas.. Maksud aku.." saat itu tiba-tiba saja Ryan memelukku.
"Maaf.. Aku tidak tahu kalau aku membuatmu merasa tertekan selama ini.."
"Gak Mas. Aku cuma asal ngomong aja tadi buat nyindir kamu.."
"Maafin aku Sayang.."
"Iya Mas. Gak apa-apa. Aku gak merasa tertekan kok.." ucapku sambil membalas pelukannya
Keesokan paginya di apartemen kami. Saat itu tiba-tiba ada suara bel pintu berbunyi. Ketika aku membukakannya, ternyata itu Roy.
"Roy..? Untuk apa dia datang berkunjung kemari?" pikirku bingung