Saat itu Shina masih terdiam ditempatnya. Dia tidak mengira Aris akan melakukan hal seperti yang dilakukannya tadi. Perasaannya seperti melambung ke awan, hingga tiba-tiba lamunannya buyar ketika Aris kembali memanggilnya..
"Hey Shina, apa kau mau terus berada disitu?" ucap Aris sambil memegangi pintu lift yang akan tertutup
Shina yang tersadar kemudian segera berlari memasuki lift. Dengan muka masih memerah dia berdiri mematung disamping Aris. Mereka hanya terdiam tanpa ada percakapan hingga pintu lift terbuka dan tiba dilantai mereka.
"Kau sudah makan malam?" tanya Aris tiba-tiba yang yang membuat Shina terkejut
"Eh, ahh.. Apa? Ohh.. Sudah." jawab Shina salah tingkah
Aris terheran menatap matanya. Dan Shina pun kembali meralat perkataannya.
"Maksudku belum. Hahahaa.. Tentu saja aku belum makan malam. Kau kan tahu aku harus menjaga berat badanku ini sebagai public figure.. Jadi aku.." Shina kemudian menghentikan kata-katanya sambil menatap Aris
"Tapi kalau kau mau mengajakku untuk makan malam, aku tidak keberatan.." ucapnya kembali malu-malu sambil sedikit memalingkan wajahnya
"Kau mau kita makan malam bersama?" tanya Aris memastikan
"Maksudku kalau kau memang mau mengajakku, ya aku tidak keberatan.." jawab Shina seolah cuek
Saat itu Aris tersenyum melihat tingkah pola Shina. Dia tahu Shina sedang tidak fokus, tapi dia tidak tahu bahwa dirinyalah penyebabnya.
"Kenapa tersenyum?" tanya Shina tidak senang
"Kau ini lucu saat tidak fokus seperti ini. Aku hanya tidak membayangkan, kau yang biasanya bersikap angkuh, keras, dan jutek itu ternyata bisa juga bertingkah seperti ini." jawab Aris
"Apa kau mulai terpesona dan jatuh cinta padaku Tuan Aris?" tanya Shina tiba-tiba menggoda
"Tuan Aris?" ucap Aris mengulang kata-kata Shina tadi
"Iya. Kau keberatan aku memanggilmu seperti itu?" jawab Shina
"Dari Sayang ke Tuan. Hmm.. Bagaimana kalau kau memanggilku dengan sebutan Mas Aris, Suamiku, atau Papa Rani?" ucap Aris menyarankan
"Jangan bermimpi..!" ucap Shina menolak malu sambil kemudian memalingkan wajahnya. Dan dia pun kemudian berjalan cepat meninggalkan Aris sambil menahan senyum dalam hati.
"Hey Sayang.. Mama Rani.. Kita jadi tidak makan malam bersama nanti?" Aris masih terus menggoda Shina saat itu sampai mereka berdua masuk ke dalam unitnya.
Keesokan harinya, sekitar pukul 11 malam, pesawat Ryan sudah mendarat di Indonesia. Saat itu terlihat Heru telah menunggu Ryan di pintu kedatangan. Ryan yang melihat Heru berdiri disana pun terkejut. Dia tidak menyangka bahwa Heru akan menjemputnya. Dan yang membuat dia lebih terheran, bagaimana bisa Heru tahu akan kedatangannya itu. Padahal dia tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai kepulangannya hari ini ke Indonesia.
"Mas Heru.." sapa Ryan sembari mendekatinya
"Bagaimana kau bisa tahu aku kembali sekarang?" tanyanya kembali
"Istrimu yang menyuruhku untuk datang menjemputmu. Dia bilang dia ingin bicara denganmu sebelum kau datang menemuinya dirumah Pak Han."
"Lena??.." ucap Ryan mengerutkan keningnya
"Lebih baik segera kau hubungi dia. Dari kemarin siang dia khawatir. Dia terus menghubungiku untuk menanyakan keadaanmu. Katanya kau tidak mau menjawab teleponnya. Dia sangat mencemaskanmu Ryan.."
Ryan terlihat diam saat itu. Ada raut kecemasan dan kekhawatiran diwajahnya.
"Kau tidak mau menghubungi Lena?" tanya Heru kembali
Tanpa menjawab pertanyaan Heru,
"Dimana kau memarkirkan mobilmu?" sambil Ryan mengajak Heru pergi
Heru yang seolah mengerti kemudian beranjak dari tempatnya itu dan mengajak Ryan ke tempat dimana dia memarkirkan mobil. Dan ketika mereka berdua tengah berada didalam mobil, saat di tol, Ryan tiba-tiba berkata
"Kita langsung ke apartemen.."
Heru terkejut mendengar perkataan Ryan.
"Loh kita tidak pergi kerumah Pak Han?" tanya Heru bingung
"Lena.. mungkin saat ini dia sedang menunggumu disana. Kau tidak mau menghubunginya?" Heru kembali menyarankan
Ryan masih terdiam, tidak menjawab. Itu terakhir kalinya Heru menyarankan pada Ryan untuk segera menghubungiku. Setelah itu, dia tidak berani berkata-kata lagi.. melihat ekspresi Ryan yang sangat terganggu dengan pertanyaannya barusan. Sepertinya dia tahu bahwa saat ini bosnya sedang menghadapi masalah dengan istri dan Papa mertuanya. Dan Heru pun kemudian mengikuti keinginannnya dengan membawa Ryan pulang ke apartemen.
Setibanya di apartemen, mereka berpapasan dengan Aris dan Shina yang saat itu juga baru kembali pulang. Aris dan Shina yang baru turun dari mobil, terkejut melihat ada Ryan di lobby.
"Shina, aku akan berbicara dengan Ryan. Kau naik duluan saja.." ucap Aris
"Tidak. Aku ikut.." tolak Shina
"Ini masalahku dan juga Ryan. Aku ingin meminta maaf padanya atas kesalahpahaman yang waktu itu. Saat dia melihatku memeluk Lena, mereka berdua bertengkar hebat, hingga membuat Lena kecelakaan.."
"Kecelakaan?" tanya Shina terkejut
"Iya, dia kecelakaan dijalan tol dan hampir kehilangan nyawanya. Aku benar-benar merasa bersalah padanya. Ketika mereka bertengkar, sepertinya Ryan marah besar dan berniat pergi meninggalkannya. Dan saat Lena berusaha untuk mengejarnya, dia mengalami kecelakaan.." Aris menjelaskan
"Ryan itu memang seperti itu. Walaupun dia terlihat begitu perhatian dan menyayangi pasangannya, tapi begitu mereka melakukan kesalahan atau hal yang dibencinya, dia akan berubah 180 derajat.. dan langsung meninggalkannya. Tidak peduli meski dulu orang tersebut sangat dicintainya.. Sikap emosionalnya itu benar-benar bisa membuatnya melakukan apapun, termasuk sulit untuk menerima permintaan maaf dan menerima kenyataan yang terjadi, walaupun itu semua hanyalah salah paham.."
Mendengar penjelasan dari Shina membuat Aris bertanya-tanya, alasan apa yang membuat Ryan sampai meninggalkannya dulu. Namun, dia memilih untuk tidak menanyakannya karena takut akan membuat Shina terluka. Kemudian dia pun pergi menghampiri Ryan, dimana saat itu Shina pun turut mengekorinya dibelakangnya.
"Ryan.." sapa Aris memanggil
Melihat Aris dan Shina menghampirinya, membuat mood Ryan berubah seketika. Sebenarnya dia malas untuk menanggapi dua tetangganya itu, terlebih Aris, orang yang dianggap sebagai rival abadinya.
"Ada hal yang ingin kubicarakan denganmu. Aku ingin minta maaf.." ucap Aris
"Aku tahu seharusnya aku mengatakan ini sebelumnya padamu..
Aku mendengar soal kecelakaan Lena waktu itu.. Aku.."
"Sudahlah itu tidak penting.." jawab Ryan cuek dengan nada datar dan seolah dirinya saat itu tidak ingin melanjutkan percakapan dengan Aris maupun Shina
"Ryan, aku hanya ingin bilang padamu bahwa istrimu Lena.. dia sangat mencintaimu. Kejadian saat kau memergoki kami berpelukan itu hanyalah salah paham.. Aku memeluknya hanya untuk menenangkannya. Sungguh.. Saat itu, dia terlihat sedih dan khawatir. Dia mencemaskanmu karena selama empat hari kau menghilang dan tidak memberinya kabar sama sekali.." Aris masih berusaha menjelaskan
"Kau jangan pernah menyakitinya apalagi menyia-nyiakannya.. sebelum kau akan menyesal.." ucap Aris kembali menasihati Ryan
"Menyesal katamu? Seharusnya kau dari awal tidak membiarkan kami bersama. Kenapa kau tiba-tiba melepaskannya dan merelakannya untukku, hah?" ucap Ryan kesal sambil memegang kerah baju Aris
"Hey Ryan.. Brengsek.. Lepaskan Aris.. Apa yang sedang kau lakukan itu, hah?" ucap Shina marah sambil menarik tangan Ryan yang mencengkram erat kerah baju Aris
"Apa maksudmu berkata seperti itu?" tanya Aris heran pada Ryan sambil melepaskan tangan Ryan dari tubuhnya
"Aku dan Lena.. Mungkin kami akan segera berpisah. Apa kau puas??" ucap Ryan gusar dan marah. Kemudian dia pun berjalan hendak meninggalkan mereka berdua
"Hey Ryan..Tunggu.. Apa maksudmu? Apa kau akan bercerai dengan Lena??" tanya Aris tak percaya sambil berusaha menarik Ryan untuk meminta penjelasan darinya.
Ryan yang berbalik tiba-tiba langsung mendaratkan pukulan diwajah Aris.
*Buugg.. (Suara tinju Ryan menghantam Aris)
"Ryan!!?" ucap Shina berteriak histeris sambil membantu memegangi Aris yang saat itu dipukul Ryan
"Kalian berdua.. Seharusnya hubungan kita berempat tidak seperti ini. Kalau saja si keparat ini tidak memilih untuk meninggalkannya waktu itu.. Benar-benar memuakkan.." ucap Ryan kesal sambil memukulkan tangannya pada dinding yang ada dibelakang Aris dan Shina
Setelah itu dia pun pergi meninggalkan mereka berdua yang kebingungan melihat emosinya yang sedang meluap-luap itu.