Mendengar penjelasan dari Papa membuatku bingung dan sedih. Jadi Papa sudah tahu semuanya.. Papa juga sudah membicarakan masalah ini dengan Mas Ryan.. tapi tunggu, apa kata Papa tadi, Mas Ryan lebih memilih keluarganya dibandingkan denganku.. Kenapa Papa menyuruhnya untuk memilih antara aku dan orang tuanya. Bagaimana bisa Papa berbuat seperti itu.. Kasihan Mas Ryan, dia pasti sedang merasa dilema sekarang. Pantas saja dia memilih untuk langsung meninggalkan pekerjaanya disana dan kembali kemari, dia ingin menjelaskan semuanya.."
"Aku harus membantunya meluruskan masalah ini.." ucapku bertekad dalam hati. Kemudian,
"Pa.."
"Lena tahu Papa sangat mencintai Lena dan mengkhawatirkan Lena.."
"Lena tahu mungkin dengan Lena berkata seperti ini akan membuat Papa sedih, tapi Lena tetap memilih untuk percaya pada suami Lena Pa, Mas Ryan. Lena sangat mencintainya.. begitupun dengan Mas Ryan. Kami berdua saling mencintai. Kalau tidak, bagaimana mungkin kami bisa bertahan dan menjalani 15 tahun pernikahan kami hingga detik ini.."
"Lena paham Papa mengkhawatirkan Lena karena masalah Pak Zuriawan, orang yang sangat Papa benci dan anggap sebagai musuh itu bekerja sebagai asisten pribadi mertua Lena.."
"Tapi coba Papa bayangkan, selama ini tidak terjadi apa-apa pada Lena Pa. Lena tidak merasa dikhianati atau dikecewakan oleh Mas Ryan dan juga keluarganya.. Mereka semua memperlakukan Lena dengan baik. Terlebih saat Mama mengetahui kalau Lena tengah hamil.."
"Papa tahu, Mama khusus datang kembali ke Indonesia hanya untuk bertemu dengan Lena saat itu. Mama pagi-pagi datang ke apartemen kami hanya untuk memanjakan Lena. Mama memijat-mijat Lena, memberikan makanan, buah-buahan, susu, hingga vitamin yang dibawanya khusus dari sana untuk Lena.."
"Pa.. terlepas dari masalah Papa dan Pak Zuriawan, baik Ryan maupun keluarganya memperlakukan Lena dengan baik.."
"Tidak bisakah Papa melupakan permasalahan di masa lalu dan mulai percaya pada besan dan menantu Papa itu.. Lena mohon Pa, buka hati Papa untuk memaafkan mereka. Mungkin semua ini hanya salah paham." aku berusaha membujuk Papa. Namun Papa masih terdiam, tidak bergeming.
"Pa.. Apa Papa tahu, Mas Ryan saat ini tengah dalam perjalanan menuju kemari. Dia khusus meninggalkan semua urusan pekerjaannya disana, bahkan orang tuanya juga yang sedang sakit hanya untuk menjelaskan dan meluruskan masalah ini dengan Papa. Kasihan Mas Ryan Pa.. Dia melakukan ini hanya untuk Lena dan juga Papa.. Apa Papa masih belum percaya kalau dia itu baik dan tulus mencintai Lena?"
"Pa, demi Lena.. tidak bisakah Papa melupakan semua kejadian dimasa lalu. Demi janin yang ada dikandungan Lena, cucu Papa.. dia masih butuh perhatian dan kasih sayang dari Ayahnya, Mas Ryan."
Papa terlihat menarik nafas panjang saat itu. Kemudian,
"Jam berapa pesawatnya akan tiba disini?" tanya Papa tiba-tiba padaku
Mendengar Papa merespon seperti itu, aku pun kemudian memgembangkan senyuman dibibirku sambil menjawab
"Besok sekitar jam 11 malam Pa.."
"Baiklah, Papa akan dengarkan penjelasan darinya dulu. Sama sepertimu, Papa juga berharap mereka tidak berhubungan dan ini semua hanyalah salah paham.. atau kalau tidak.."
"Kalau tidak.." ucapku mengulang perkataan Papa
"Maafkan Papa Sayang, tapi Papa akan bertindak tegas pada Ryan dengan menyuruhnya memilih antara meninggalkanmu atau memutuskan hubungan dengan mereka.."
"Papa tidak ingin tertipu dua kali dan membuatmu berada diposisi tidak aman. Papa harap kamu bisa mengerti.." dan Papa pun berjalan pergi, hendak meninggalkan ruangan kerjanya
"Tapi Pa.." aku berusaha mengejar Papa tetapi Papa keburu keluar ruangan dan menutup pintunya itu.
Saat itu aku masih merasa cemas. Bagaimana kalau semua ini terjadi seperti apa yang ditakutkan Papa. Orang tua Ryan memang ada hubungannya dan terlibat dengan kasus penipuan yang dilakukan oleh Zuriawan. Apa Papa benar-benar akan memisahkan kami..
"Aku harus bertemu dan membicarakan ini dengan Mas Ryan sebelum dia menemui Papa nanti" pikirku bertekad dalam hati.
Sementara itu malam harinya, di loby apartemen, Aris dan Jessy yang baru pulang kerja terlihat berpapasan dengan Shina yang sepertinya baru juga kembali.
"Sayang.." sapa Shina sambil berlari-lari kecil menghampiri Aris dan kemudian merangkul tangannya, hingga membuat Jessy yang berada disamping Aris terkejut.
"Aku tidak menyangka kita akan pulang kerja berbarengan seperti ini." ucap Shina kembali sambil menyenggol Jessy yang saat itu berdiri berdekatan dengan Aris
Aris tersenyum melihat tingkah laku Shina saat itu. Meskipun dirinya merasa tidak enak dengan Jessy karena sepertinya Shina berusaha untuk mengintimidasinya.
Saat pintu lift yang akan mereka naiki terbuka, tiba-tiba
"Oh, iya Sayang. Aku lupa.. Ada sesuatu yang ingin kubeli di Joymart. Temani aku sebentar ya.." ucap Shina manja sambil menarik Aris untuk menjauhi lift (tidak jadi masuk kedalam lift).
Sementara Aris, saat itu dia terlihat seperti akan berpamitan dengan Jessy. Dia menganggukan kepalanya dan tersenyum seolah berkata, "Sampai jumpa..". Shina yang tidak senang melihat Aris seperti itu kembali menariknya untuk cepat-cepat menjauh meninggalkan lift tersebut.
Dan ketika mereka akan keluar pintu lobby, tiba-tiba Shina menghentikan langkahnya yang membuat Aris turut berhenti. Shina kemudian berbalik kembali, tidak jadi keluar pintu. Aris yang melihatnya pun terheran.
"Bukankah kau bilang akan pergi ke Joymart?" tanya Aris pada Shina
"Apa kalian sering pulang kerja bersama seperti tadi?" tanya Shina sinis
"Iya. Kita kan satu kantor dan satu tempat tujuan pulang juga ke apartemen ini.."
"Bagus sekali.. Bahkan dia tidak berusaha untuk menyangkalnya.. Ckckkk.. benar-benar membuat orang kesal." ucap Shina menggerutu sambil berusaha berjalan meninggalkan Aris
"Hey Shina, kau kenapa? Apa kau tidak senang melihat kami pulang bersama seperti tadi?"
Shina terlihat diam, tidak mau menjawab Aris. Sambil menunggu lift datang, dia terlihat cuek sambil bertolak pinggang.
"Shina.." sapa Aris ketika dia berhasil mendekat ke arahnya
Shina masih terdiam.
"Kita ini rekan kerja, bahkan satu tim.. Jadi wajar kalau kita sering terlihat bersama, terlebih saat pulang kantor. Kita kan tinggal di apartemen yang sama.."
Aris yang mulai jengah dengan sikap cuek dan cemburu Shina itu kemudian membalikkan tubuh Shina untuk menghadap ke arahnya sambil
berkata,
"Baiklah aku minta maaf. Maaf, kalau aku membuatmu merasa cemburu karena melihat kami saat pulang bersama seperti tadi.." ucap Aris
"Kau itu membuatku kesal Aris.. Lain kali tidak usah tersenyum dan bersikap sok ramah pada Jessy!"
"Benar-benar melelahkan mempunyai seorang suami yang terlalu ramah dan sopan seperti dirimu.." ucap Shina kembali
"Jadi maksudmu, kau ingin aku menjadi pria brengsek dan tidak sopan seperti dalam pembagian dua jenis pria golonganmu itu?"
"Baik.." ucap Aris kembali
Dan Aris pun tiba-tiba mendekat ke arah Shina yang membuat Shina refleks mundur menjauhinya. Dan ketika tubuh Shina sudah terdesak didepan tembok.
"Ka.. Kau.. Kau mau apa?" ucap Shina terbata-bata
Aris mendekatkan wajahnya pada Shina, seperti ingin menciumnya. Akan tetapi, saat Shina sudah bersiap sambil memejamkan kedua matanya.. ternyata Aris tidak jadi melakukannya.
"Kenapa? Kau mengira aku akan melakukan sesuatu padamu.. Tenang saja, aku tidak akan melakukan apapun tanpa meminta ijin terlebih dahulu." ucap Aris sambil menyunggingkan senyumannya
Shina yang merasa malu saat itu lalu mendorong tubuh Aris yang ada dihadapannya, tapi Aris berhasil menangkap tangannya itu. Kemudian dia langsung melahap bibir Shina. Hingga kemudian,
"Yang tadi itu untuk pria golongan satu (brengsek), dan yang barusan untuk pria golongan dua (penipu).." dan Aris pun berjalan meninggalkan Shina yang masih bingung, malu, senang, dan belum tersadar, seperti seseorang yang terkena hipnotis.