Saat itu ketika aku menutup telponku, Ryan kembali menghubungiku. Aku malas mengangkatnya karena aku sebal dengan sikap posesif dan cemburunya yang kelewatan itu. Jika aku mengangkat teleponnya, maka kami akan kembali berdebat dan dia akan semakin marah dan emosi.. aku berusaha menghindari itu, makanya aku tidak menjawab teleponnya.
Akan tetapi, seolah tidak menyerah, Ryan terus menerus menghubungiku. Bahkan, ini sudah panggilannya yang ke tujuh.. dan akupun akhirnya memutuskan untuk mengangkatnya.
"Halo!.." sapaku dengan nada jutek ditelpon
"Kenapa menutup telponnya?? Kamu marah karena aku menjelek-jelekan Aris tadi?" ucap Ryan kesal
"Sebegitu gak sukanya kamu aku berkata buruk tentang si brengsek Aris itu. Sebenarnya yang jadi suami kamu itu aku atau Aris, hah?" Ryan masih emosi
"Mas..!!" ucapku menaikkan intonasi suaraku
"Ohh.. terus.. terus aja kamu belain dia. Ayo, kali ini aku mau denger.. kamu mau muji dia apalagi.."
"Capek aku sama kamu Mas..! Aku itu tadi telpon kamu bukan untuk berdebat masalah ini, tapi untuk cari solusi masalah mobil Papa.. kamu kok terus terusan malah mojokin aku kayak gini sih.." responku tidak senang
"Habis kamu sendiri yang mancing aku pake bawa-bawa Aris segala. Apa-apa Aris.. apa-apa Aris.. Memang tidak bisa ya kalau kita tidak mengungkit tentang dia. Aku muak dengarnya.. Aku saja sudah cukup muak kita bisa bertetangga dengannya.."
"Aku nyesel udah angkat telpon dari kamu ini Mas. Kalau tahu kamu masih emosi kayak gini, harusnya tadi gak kujawab aja.."
"Ohh..jadi sekarang gara-gara Aris kamu mau.."
*Tuut.. (Akupun mematikan panggilan telponku)
Dan masih sama, Ryan masih terus menghubungiku saat itu. Aku yang kesal dan sudah capek dengan semua "dramanya" kemudian memutuskan untuk mematikan handphoneku.
Saat itu aku mengurung diri dikamar.. berusaha untuk menenangkan diri, sembari memikirkan solusi dari masalah ini.
Sekitar setengah jam kemudian,
*Ting Tong.. Ting Tong.. (suara bel pintu apartemen kami berbunyi)
Aku kemudian keluar dan membuka pintu. Ternyata itu Mas Heru. Pasti Ryan yang menyuruhnya, pikirku saat itu.
"Iya Mas Heru. Silahkan masuk.." sapaku
"Aku tahu, Ryan pasti yang menyuruhmu untuk datang kesini kan?" aku menabak
Heru hanya tersenyum saat itu. Kemudian dia memintaku untuk memberitahu mengenai asuransi dan bengkel tempat mobil Papa di perbaiki. Aku yang penasaran kemudian bertanya padanya,
"Memangnya apa yang mau Mas Heru lakukan sama mobil Papa dibengkel itu?" tanyaku penasaran
"Tidak ada.. Hanya ingin melihat-lihat tipe mobilnya dan kondisi interior didalamnya. Ryan menyuruhku untuk mencari atau membeli mobil yang serupa dengan mobil itu.." jawab Heru
"Apa??"responku terkejut
"Maksudmu Mas Ryan menyuruhmu membeli mobil baru untuk menggantikan mobil Papa itu?!" responku tak percaya dan tidak senang
"Iya.. dia bilang harus mirip dan serupa. Dan hari ini harus segera diantar ke rumahnya Pak Han." jawab Heru
Aku yang tidak senang mendengar hal itu pun kemudian langsung menghubungi Mas Ryan.
"Mas..!" ucapku dengan nada kesal
"Kamu itu apa-apaan sih pake nyuruh Heru nyari mobil yang mirip kayak mobil Papa. Apa kamu berniat untuk mengganti mobil Papa yang rusak itu dengan mobil baru??"
"Dengar ya Mas, Papa itu tuh gak butuh mobil baru. Lagian aku juga gak suka kamu main seenaknya begini, beli-beli mobil buat Papa. Aku tahu kamu mampu.. uang kamu banyak.. tapi tetap gak bisa pakai cara gini untuk nyelesaiin masalah.." responku tidak senang
"Memang apa salahnya kalau aku mau beliin mobil yang baru buat Papa? Lagian mobil Papa yang itu juga sudah tak layak pakai.. Biar sudah diperbaiki pun tetap saja, tidak orisinil lagi. Sudah seharusnya Papa ganti mobilnya dengan yang baru. jawab Ryan
"Tidak Mas. Aku tidak setuju.. Pokoknya kamu gak boleh ngeluarin uang buat beli mobil baru pengganti mobil Papa itu.."
"Tenang saja.. Kalau kamu memang tidak suka nanti dengan mobilnya, bisa kita tukar kembali. Ini hanya sementara saja.. Sampai mobil Papa yang dibengkel itu sudah benar-benar sempurna tanpa cacat dan siap digunakan kembali."
"Tapi Mas.."
"Tidak ada tapi-tapian. Kali ini kamu harus nurut sama aku. Ketimbang harus meminta bantuan Aris. Solusi ini adalah yang terbaik menurutku."
"Tapi.."
"Sudah.. Pokoknya kamu tenang saja. Kamu hanya perlu duduk manis dirumah. Dan serahkan semua urusan mobil Papa sama Heru."
"Apa nanti tidak akan ketahuan?" ucapku cemas
"Tidak. Makanya aku suruh Heru agar mencatat setiap detailnya. Pokoknya Heru akan membuat mobil baru itu serupa seperti mobil Papa, agar Papa sendiri pun tidak menyadarinya.." balas Ryan
Setalah itu, suasana ditelpon pun hening sejenak, tanpa ada kata-kata yang keluar dariku dan juga Mas Ryan. Kemudian..
"Mas.." ucapku, yang ternyata berbarengan dengan ucapan Mas Ryan yang memanggilku dengan sebutan "Sayang.."
"Aku minta maaf" ucapku yang kembali berbarengan dengan ucapan Ryan yang mengatakan "Maaf"
Kami terdiam sesaat, karrna merasa lucu akan hal itu. Kemudian aku pun melanjutkan berkata,
"Harusnya tadi aku gak ngungkit-ngungkit masalah Aris denganmu. Aku tahu kamu pasti akan cemburu dan tidak suka aku ngelakuin itu, tapi aku tetap melakukannya. Maafkan aku ya Mas. Aku hanya bingung dan sedang buntu. Aku tidak bisa memikirkan solusi lain, makanya aku.."
"Iya aku tahu kok. Kamu hanya bermaksud untuk mencari solusi mengenai masalah Papa tadi. Aku hanya emosi.. Aku kesal mendengar nama Aris terucap dari mulutmu itu. Walaupun aku tahu saat itu kamu hanya berupaya mencari solusi.. entah kenapa aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri ketika mendengarmu mengucapkan nama Aris.."
"Aku kesal sama diri aku sendiri, kenapa tidak bisa memikirkan ide lain selain solusimu yang membawa-bawa Aris sialan itu.. Akhirnya aku jadi meluapkan semuanya padamu dan berkata-kata kasar seperti tadi yang membuatmu marah dan kecewa.."
"Maafkan aku ya Sayang. Sampai saat ini, aku masih gagal mengendalikan emosi dan rasa cemburuku itu padamu.." ucap Ryan bersalah
"Iya Mas. Kata-katamu memang nyakitin aku banget.. Padahal kan Mas tahu, aku ini istrimu. Sudah tentu semua perasaan sayang dan cintaku ini ya hanya untuk kamu mas. Tidak mungkin untuk orang lain, apalagi Aris.. tapi kamu tetap saja masih cemburu dan cemburu.."
"Sakit banget denger suami sendiri gak mau denger dan percaya sama ucapan kita sebagai istrinya.. apa Mas pernah merasakan yang seperti itu? Perasaan yang tidak dipercaya oleh orang yang sangat kita sayangi.."
"Iya Sayang. Aku tahu aku salah.. Maafin aku ya.. Aku memang punya kesulitan dalam mengontrol emosiku ini. Rasanya hati, pikiran, dan egoku semua tidak berjalan dengan singkron..jadi aku gak bisa nahan diri aku sendiri buat gak marah dan cemburu seperti itu. Maafkan aku Sayang.."
"Kali ini aku maafkan, tapi.. mau sampai kapan kamu kayak gini terus Mas. Jujur, selama ini aku lelah dengan semua sikap posesif dan cemburumu yang terlalu berlebihan itu.. Aku kadang capek. Kita bertengkar gara-gara masalah ini lagi dan lagi. Mas, ayo berubah dong.. Tolong kurangi rasa cemburumu itu Mas.. Biasakan diri untuk mendengar penjelasan dari orang lain sebelum mengambil tindakan.."
"Mas mau melakukan itu semua demi aku kan? Demi pernikahan kita ini kedepannya.."
Saat itu tidak ada jawaban atau sambungan apapun dari Ryan, hingga tiba-tiba..
*Bruuggh.. (Suara benda terjatuh keras)
"Mas..? Mass???.." sapaku ditelpon
Dari dalam telepon terdengar suara
"Sir.. Sir.. Are you alright? Sir.. Sir.."
"Someone help.. Someone has fainted!!"