Chereads / My New Neighbour / Chapter 93 - Hilang Kesadaran (Pingsan)!

Chapter 93 - Hilang Kesadaran (Pingsan)!

"Mas? Mas Ryan??" sapaku kembali ditelpon

Saat itu terdengar suara gaduh dari dalam handphone Ryan. Hingga beberapa saat kemudian,

"Hello?" sapa seorang wanita asing ditelpon

"Halo Mas Ryan.. Loh..!" ucapku bingung karena mendengar suara wanita dari handphone Ryan

"The owner of this cell phone passed out.." ucap wanita asing itu

"What??.. Sorry? What did you just say? Where is the owner of this cell phone? Where is my husband??" ucapku panik

"He suddenly fainted. Now, we're waiting for an ambulance.. took him to the hospital, Ma'am. We're on Downtown Manhattan, 28 Liberty street.." Wanita asing itu menjelaskan

Aku terkejut mendengar penjelasannya, Mas Ryan pingsan.. Bagaimana bisa? Tadi dia baik-baik saja ditelpon..

Aku yang panik sambil menangis kemudian berkata kepada wanita itu,

"Look Ma'am.. Miss.. Whoever you are, please take care of my husband.. I'm begging you, please.. take care of him.."

"Now I'm in Indonesia, so far away from him.. My husband, he's doing business trip. I'll call my family there now.. to look over him. Keep the phone on with you, please.. I'm begging you.." aku menjelaskan panik sambil memohon bantuannya

"Okay Ma'am. Just calm down.. calm down, okay? He's alright.. Everything will be alright. Stop crying.." jawab wanita itu berusaha menenangkanku

"Okay. Sorry.. I'm just worry about him. Hope it's like what you've said.. everything will be alright.." aku menghapus air mataku dan berusaha menenangkan diri

"I'll hang up now.. I need give a call my family. Please take care of him. Text me if anything happens.. I'll call you later. Thank you ehm..?" aku berhenti sejenak karena aku bingung untuk menyebut siapa wanita itu

"Amy.. Amy Hudson." jawab wanita itu menyebutkan namanya

"Okay. Thank you Amy. I'm begging you.. take care of him there.." ucapku kembali memohon

"Alright." jawabnya

"Thank you.." balasku. Dan kemudian aku pun menutup telponnya.

Setelah itu, aku langsung berbicara pada Heru yang kebetulan masih ada diapartemen kami. Aku menyuruhnya untuk menghubungi Mama atau siapapun untuk memberitahukan bahwa Ryan pingsan dan akan dibawa ke Rumah Sakit segera. Mendengar hal itu, kemudian Heru terlihat menghubungi seseorang.. kalau tidak salah namanya Rudi, salah satu asisten Mama disana. Setelah memberitahu Rudi, kemudian Mama pun langsung pergi menuju Rumah Sakit tempat Ryan berada.

Beberapa saat setelah Ryan dibawa ke Rumah Sakit, akhirnya dia tersadar. Amy kemudian memberikan handphonenya pada Ryan untuk berbicara denganku.

"Mas.." ucapku sambil menangis haru ditelpon

"Kamu gak apa-apa? Kenapa kamu bisa sampai tiba-tiba pingsan seperti itu?? Kamu sakit?? Gak enak badan?? Kenapa gak cerita sama aku sebelumnya, hah?"

Ryan hanya terdiam mendengar semua hujanan pertanyaan dariku.

"Mas.." sapaku kembali karena Ryan tidak kunjung bersuara saat itu

"Iya Sayang. Aku baik-baik saja sekarang.." jawab Ryan lemah

"Bagaimana aku bisa bicara kalau kamu terus ngomong, ngebanjirin aku sama banyak pertanyaan kayak gitu.." ucap Ryan kembali

"Aku khawatir sama kamu Mas. Kamu bener baik-baik aja kan?"

"Iya. Alhamdulillah aku masih sehat.. masih hidup, bahkan masih beruntung bisa jadi suami kamu Sayang sampai sekarang.." jawab Ryan sambil mengajakku bercanda

"Mas.. Aku serius nanya sama kamu. Kamu kok malah jawab sambil bercanda kayak gitu.."

"Memangnya siapa yang bercanda, aku juga serius jawab kayak gitu" balas Ryan

"Terus.. Kenapa kamu tadi bisa tiba-tiba pingsan? Apa kata dokter tadi??" tanyaku penasaran

"Katanya dokter aku kekurangan kasih sayang sama kehangatan dari pasangan, makanya aku bisa lemas sampai pingsan seperti ini.. jadi untuk coba mengatasi penyakitku ini, sepertinya aku harus cepat-cepat pulang kerumah buat nemuin kamu Sayang. Cuma kamu obat penawar buat sakitku ini" jawab Ryan mencoba menggodaku

"Mas.. Kamu masih bisa bercanda ya dalam kondisi kayak gini. Kamu tahu.. Kamu udah buat aku hampir jantungan.. Tiba-tiba saja suaramu tidak ada ditelpon, terus aku denger katanya kamu tiba-tiba pingsan.."

"Mas, tolong jangan seperti itu lagi. Jaga kesehatan kamu.. jangan terlalu capek, jangan stress, sama jangan lupa makan yang teratur.."

"Aku jadi merasa bersalah bisa buat kamu kayak gini. Gara-gara aku.. gara-gara pertengkaran kita tadi.. Maafin aku ya Mas. Aku nyesel udah ngungkit-ngungkit tentang Aris sehingga buat kamu marah terus sampai bisa stress dan pingsan seperti ini.."

"Aku tahu beban pekerjaan kamu berat disana, tapi aku malah nambah beban kamu dengan masalah mobil Papa dan buat kamu jengkel sampai marah-marah seperti tadi."

"Aku memang jadi istri tidak berguna.. Cuma bisa ngerepotin kamu sama nambah beban di hidup kamu.."

"Hush, siapa bilang? Kamu gak seperti itu kok Sayang.." Ryan menenangkan

"Maafkan aku Mas.. Maaf.." isakku

"Sudah.. sudah ya Sayang.. Ini semua bukan salah kamu.."

Saat itu tiba-tiba aku mendengar suara Mama ditelpon. Dia kelihatannya baru datang. Kemudian,

"Mas, itu Mama ya?" tanyaku

"Iya. Kenapa? Kamu mau ngomong sama Mama??" Ryan menawarkan

"Nggak Mas gak usah. Kalau gitu, aku tutup dulu ya telponnya. Nanti aku hubungi kamu lagi.."

"Loh kok gitu sih Sayang. Kok kelihatannya kamu gak suka dengan keberadaan Mama disini.."

"Bukannya gitu Mas, aku hanya tidak nyaman. Mas kan tahu, masalah mengenai kobohongan kita.. aku yang pura-pura hamil itu.. Aku takut Mama akan menginterogasiku lebih jauh mengenai perkembangan calon cucunya.." aku menjelaskan

"Ohh iya, aku baru ingat tentang hal itu.. Terus gimana?"

"Gimana apanya??" tanyaku bingung

"Ya gimana, ada perkembangan gak?"

"Perkembangan apanya, orang aku gak hamil kok" balasku

"Ya.. masih belum ya?" ucap Ryan kecewa

"Makanya.. aku sudah bilang kan Mas, seharusnya kita berkata jujur dari awal. Buat anak itu tidak mudah.. Bahkan ada pasangan lain yang sudah berumah tangga cukup lama tapi masih belum dikaruniai anak.. Kita bersyukur sudah ada Oka dihidup kita.."

"Iya Sayang.."

Kali ini Mama sudah benar-benar berada di dekat Ryan. Aku bisa mendengar suaranya dengan sangat jelas, saat dia mananyakan mengenai kondisi Ryan saat itu.

Lucunya, ketika Mama menanyai siapa yang ada dipanggilan telpon, Ryan malah menjawab bahwa telpon ini dari salah seorang fansnya. Dia bilang dia adalah seorang wanita yang terus menerus menghubunginya karena merasa khawatir. Terdengar saat itu Mama mengomelinya karena menganggap omongan Ryan itu benar dan mengira bahwa si perempuan itu adalah selingkuhan anaknya. Aku terus tersenyum saat mendengar Mama mengomeli Ryan saat itu. Hingga kemudian Ryan berbicara ditelpon,

"Sudah ya, kau tidak usah menggangguku lagi. Aku mempunyai seorang istri yang sangat kucintai melebihi apapun. Bahkan sekarang dia sedang mengandung anakku. Jadi sekarang, jangan pernah berpikir untuk masuk ke dalam hubungan kami ini.. karena sampai kapan pun aku tidak akan pernah berniat untuk meninggalkannya.." ucap Ryan sungguh-sungguh yang membuatku tersenyum malu saat mendengarnya.

Kemudian aku pun menjawab,

"Iya iya.. percaya kok aku sama suamiku yang tukang gombal ini.. Makasih ya Mas, buat kesetiaannya. Nanti kutelpon lagi.." dan aku pun langsung menutup telponnya.

Saat itu, Heru sudah pergi mengurus mobil Papa. Dan aku pun sendirian di apartemen. Aku yang merasa bosan kemudian memilih keluar untuk membeli cemilan yang manis-manis di Joymart dibawah. Namun, ketika aku sedang menunggu lift di lorong apartemen, tiba-tiba Aris keluar dari unitnya. Aku pun terkejut saat itu, bagaimana dia bisa ada disini.. bukankah ini masih jam kerja, pikirku bingung. Tiba-tiba dia sudah berada disampingku. Saat itu, aku refleks memalingkan wajahku seolah aku tidak ingin melihatnya. Sepertinya dia tahu bahwa saat itu aku tidak berniat untuk menyapanya, hingga.. dia pun terdiam dan terlihat mematung disampingku sambil menunggu pintu lift terbuka. Suasana begitu tegang dan dingin saat itu.. benar-benar membuatku merasa tidak nyaman.

Ketika pintu lift terbuka aku langsung memutuskan untuk masuk ke dalamnya. Namun terlihat saat itu dia tidak ikut masuk ke dalam lift. Saat didalam lift, tiba-tiba aku merasa mual dan pusing hingga akhirnya penglihatanku berkunang-kunang dan aku pun kehilangan kesadaranku saat itu.

Diluar pintu lift, Aris terlihat bingung. Dia tidak melihat lift itu turun ataupun naik, tetapi masih tetap berada di lantai unit kami. Beberapa saat menunggu, tetap saja liftnya masih terdiam disana, hingga akhirnya dia pun memutuskan untuk kembali membuka pintu lift dengan menekan tombol ke bawah. Saat itu Aris terkejut melihatku pingsan didalam sana.. Kemudian dengan sigap, dia langsung menggendongku dan membawaku ke Rumah Sakit.