Pagi hari di apartemenku dan Ryan
Saat itu waktu menunjukkan hampir pukul 6 pagi, dimana Ryan sedang bersiap-siap pergi ke bandara untuk menuju New York. Penerbangannya pukul 8 lewat 15 menit menggunakan Chatay Pacific Air lines, yang nanti pesawatnya itu akan transit sebentar di Hongkong sebelum akhirnya menuju bandara John F. Kennedy, New York.
"Mas, baju yang dibawa hanya ini saja? Apa perlu aku menambahkan beberapa stel pakaian lagi??" tanyaku sambil merapikan baju yang ada didalam tasnya.
"Iya, itu saja. Tidak perlu repot-repot membawa banyak. Kalau butuh.. kan lebih praktis tinggal beli disana." jawab Ryan santai
Sebenarnya aku kurang menyetujui idenya itu. Maksudku, untuk apa buang-buang uang membeli pakaian baru, jika masih ada pakaian disini yang bisa kenakan.. tapi karena aku sudah tahu sifatnya, makanya aku diam dan tidak berkomentar saat dia bilang seperti itu.
Ryan.. sadari kecil dia terbiasa hidup dengan segala fasilitas yang berkecukupan bahkan lebih. Dalam urusan apapun, dia tidak suka sesuatu yang merepotkan atau menyusahkannya. Dia tidak pernah menunggu terlalu lama atau bahkan mengantri (selain saat dirinya menyamar jadi tukang ojek food waktu itu). Segala kebutuhannya bisa dia dapatkan langsung, tanpa perlu berusaha maksimal karena ada asisten atau pengasuh yang akan menyiapkan semuanya. Oleh karenanya, untuk membawa banyak barang didalam tasnya saat itu.. (meskipun barang-barang tersebut dia butuhkan nanti), dia tidak pernah melakukannya.
"Passport, surat-surat, dan dokumen penting yang harus dibawa kesana, sudah Mas masukkan semua?" tanyaku kembali memastikan
"Sudah." jawab Ryan
"Sebenarnya kemarin, saat aku kembali ke rumah, aku sudah merapikan semuanya.. tapi kamu memaksa untuk mengaturnya ulang kembali." keluh Ryan
"Ya kan aku cuma mau memastikan saja Mas, supaya gak ada barang yang ketinggalan nanti atau lupa kamu bawa." balasku
"Iya aku tahu, makasih ya Sayang.." ucap Ryan tersenyum
"Sebenarnya ada satu lagi yang mau aku bawa, seandainya dia bisa masuk ke dalam tas.." ucap Ryan kembali
"Apa? Jaket ya? Ohh iya benar, disana kan mulai masuk musim dingin, Mas. Sebentar, aku ambil jaketmu dulu. Kalau jaket, aku rasa masih muat kok untuk masuk kedalam sana.." dan aku pun segera pergi menuju ke dalam kamar untuk mengambilnya.
Namun, saat itu Ryan tiba-tiba menahanku. Dia memegang lenganku dan menghentikan langkahku.
"Bukan.. bukan jaket Sayang." ucap Ryan
"Terus..?" aku menoleh ke arahnya
Ryan tiba-tiba memelukku sambil berkata,
"Kamu.."
"Aku..?" tanyaku heran
"Iya.. Daripada jaket, aku lebih butuh kamu. Kamu kan lebih menghangatkan daripada jaket merk terkenal apapun didunia. Sayang aja kamu gak bisa masuk kedalam tas." ucap Ryan menggoda
"Ihh.. Masih bisa ya kamu ngegombal Mas. Lihat tuh jam, sudah jam enam lewat. Memangnya kamu mau nanti ketinggalan pesawat.." ucapku memperingatkan
"Kalau pesawat ketinggalan kan bisa direschedule lagi, gampang.."
"Yang gak bisa aku sampai ketinggalan itu kamu. Aku was-was mau ninggalin kamu. Takut nanti kamu berbuat aneh-aneh lagi, terus masuk Rumah Sakit kayak kemarin.."
"Sayang, kamu tahu.. Kamu bisa buat aku serangan jantung mendadak kalau kamu ngelakuin hal kayak kemarin lagi. Ayo janji sama aku, kamu harus bisa jaga diri kamu sendiri. Jangan sampai luka seperti ini atau bahkan lebih parah lagi, ya? Memangnya kamu mau, nanti aku kena serangan jantung mendadak terus mati muda??" tanya Ryan
"Ya ampun.. Muda. Hahahaa.. Masih muda ya ternyata suamiku ini." ucapku tersenyum sambil mencubit pipinya
"Belum nginjak kepala empat kan masih belum tua, Sayang. Berarti bener dong kalau dibilang masih muda.." Ryan menyangkal
"Hahahaa.. Iya..iya.." aku menertawainya
Ryan yang tidak senang dengan hal itu kemudian kembali berkata
"Wah, kayaknya yang semalam masih kurang ya. Kamu mau aku ngelakuin itu lagi untuk nunjukkin performa aku yang masih muda.." ucap Ryan tiba-tiba sambil mendekat
"Nggak.. nggak Mas. Ampunn.. Aku percaya kok. Mas memang masih muda.." jawabku sambil berusaha mundur dan menjauh darinya
Sekarang gantian, Ryan yang menertawaiku.
"Segitu takutnya kamu mau aku terkam.. Aku kan gak ganas, Sayang.." ucap Ryan menggoda sambil tersenyum
"Sini.." ucapnya kembali sambil melambaikan tangannya untuk menyuruhku mendekat
Dan ketika aku mendekatinya dia kemudian langsung memelukku.
"Haahh.. Aku mau ngisi tenaga dulu.. Aku mau puas-puasin untuk meluk kamu karena gak ada yang tahu kan sampai berapa lama nanti aku disana." ucap Ryan. Dan aku pun kemudian membalas pelukannya
"Janji ya?" ucapnya kembali
"Iya.." jawabku
"Iya apa?"
"Janji gak akan lukain diriku sendiri lagi.."
"Terus?"
"Gak akan nyetir mobil lagi.."
"Terus?"
"Loh.. Memangnya masih ada yang lain lagi selain itu?" tanyaku bingung
Kemudian aku pun teringat,
"Ahh.. Iya. Janji aku akan jaga jarak sama Aris nanti.."
"Terus?" tanyanya lagi
"Banyak amat sih Mas janjinya. Memangnya masih ada hal lain lagi ya selain itu." ucapku kembali bingung
"Janji gak akan teledor dan terburu-buru sehingga bisa buat kamu jatuh dari tangga.." ucap Ryan
"Ihh.. Mas masih inget aja." ucapku merasa malu
"Janji?" ucap Mas Ryan kembali
"Iya.. iya aku janji gak akan teledor sama terburu-buru lagi.." ucapku
"Dan yang terakhir.." ucap Ryan
"Terakhir? Memang masih ada lagi ya janjinya Mas?" ucapku bingung
"Janji.. kamu gak bakalan pergi dan ninggalin aku, gimana pun keadaan kita nanti kedepannya.." ucap Ryan serius sambil mendekatkan wajahnya padaku
Awalnya aku sempat ragu untuk mengucapkan janji itu. Namun, saat aku menatap dalam matanya,
"Iya, aku janji gak akan ninggalin kamu pergi, gimana pun keadaan kita nanti kedepannya.." tiba-tiba kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku, seolah aku telah terhipnotis oleh tatapan matanya.
"Terima kasih ya Sayang.." ucap Ryan sambil mengecup singkat bibirku. Dia kemudian kembali memelukku
"Dan aku juga berjanji akan berusaha sebaik mungkin untuk tidak lagi mengecewakanku." ucapnya
Kemudian aku pun mengantarkan Ryan sampai pintu depan unit kami. Namun, pada saat itu ternyata ada Aris dan juga Shina didepan unit mereka yang sepertinya akan keluar untuk melakukan olahraga pagi.
Tidak seperti biasanya, kali ini aku memilih untuk tidak menyapa mereka. Setidaknya untuk menepati janjiku tadi pada Mas Ryan, untuk menjaga jarak dengan Aris.. Meskipun Shina juga ada disana, tapi aku tetap tidak menyapanya. Maksudku, aneh bukan kalau aku hanya menyapa Shina seorang saja disana. Jadi aku memilih untuk tidak menyapa mereka berdua saja.
"Kamu jaga diri baik-baik ya Sayang.."ucap Ryan sambil memegang wajahku
"Harusnya kan aku yang bilang gitu ke kamu Mas.." jawabku
Ryan tersenyum melihat responku itu, kemudian kami berciuman. Sebenarnya, Aris dan Shina saat itu masih ada disana. Dan selesai kami berciuman,
"Aku pergi dulu ya Sayang, daa.." Ryan melambaikan tangannya
"Iya Mas kamu hati-hati. Hubungi aku setiap saat dan jangan matikan ponselmu lagi.." ucapku
Ryan mengangguk menjawabnya dan kemudian dia pun pergi. Setelah Ryan pergi, aku masih memperhatikan Aris dan Shina yang masih seperti menunggu sesuatu didepan pintu unit mereka. Dan begitu mata kami saling bertatapan, dengan cepat aku langsung memalingkan wajahku dan segera masuk kemudian menutup pintu.
Entah apa yang mungkin mereka pikirkan tentang aku dan juga Mas Ryan saat itu, yang jelas.. setelah kejadian itu, hubungan kami sebagai tetangga mulai agak dingin tidak seperti dulu lagi. Dan, untuk beberapa waktu lamanya kedepan, kelihatannya akan tetap berjalan seperti itu.