Sekembalinya Ryan ke unitnya, dia kemudian masuk ke dalam kamar kami. Melihatku yang masih tertidur disana kemudian dia kembali keluar dan pergi menuju kamar Oka. Saat itu Oka terlihat sedang asik memainkan gamenya,
"Kamu belum tidur Oka?" sapa Ryan yang tiba-tiba duduk di atas kasurnya
"Belum Pa.." jawab Oka singkat
"Jangan tidur terlalu malam. Besok kan kamu sekolah.." Ryan menasihati
"Iya Pa. Abis mission ini complete Oka langsung tidur kok.. " jawab Oka
Ryan pun terdiam sesaat.. Kemudian
"Oka.. Kamu bisa kan jagain Mamamu? Selama Papa tidak ada disini, kamu tolong jagain Mamamu ya. Hari ini dia nyaris saja kehilangan nyawanya gara-gara Papa, Papa menyesal.." ucap Ryan dengan nada serius dan frustasi
Mendengar ucapan Papanya tersebut, Oka kemudian menghentikan sejenak gamenya itu dan pergi duduk disamping Papanya, berusaha menenangkannya.
"Mobil BMW kakekmu yang dikendarai oleh Mamamu itu rusak parah akibat kecelakaan tunggal yang dialami Mamamu. Mamamu menyetir dengan kecepatan tinggi sambil berusaha menghubungiku ditelpon. Dalam perjalanan menyusulku ke bandara, Mamamu menabrak pembatas jalan tol.. dan itu hampir membuatnya kehilangan nyawanya.."
"Kau tahu bagaimana hancurnya aku ketika mendengar dokter mengatakan bahwa semuanya sudah terlambat.. Rasanya seperti mendengar kabar bahwa kau akan menjalani hukuman mati segera saat itu juga. Sungguh, aku tidak dapat merasakan apapun.. dadaku terasa sesak dan sakit. Oleh karena itu, untuk sementara.. tidak, bahkan ini berlaku untuk selamanya dan seterusnya ke depan.. Aku tidak akan membiarkan Mamamu untuk menyetir mobil lagi. Tidak akan pernah.. Jadi, kamu bantu Papa untuk mengawasi Mamamu disini selama Papa tidak ada ya?" ucap Ryan
Saat itu banyak sekali pertanyaan yang ingin ditanyakan Oka kepada Papanya, seperti mengapa Mama mengejar Papa sampai ke bandara? Apakah kalian bertengkar sebelumnya? Gara-gara masalah apa?.. tapi tidak ada dari satupun pertanyaan tersebut yang keluar dari bibirnya. Dia lebih memilih untuk diam dan hanya mendengarkan semua penjelasan dari Papanya itu.
"Papa akan pergi ke New York menggantikan Kakekmu menjalankan pekerjaannya disana karena Kakekmu sedang sakit. Papa juga tidak tahu sampai berapa lama Papa akan berada disana.. Kamu, sebagai satu-satunya orang kepercayaanku disini.. aku serahkan tugasku untuk menjaga Lena istriku itu padamu. Jangan sampai membuatnya terluka seperti apa yang telah aku lakukan sebelumnya. Kau bisa kan melakukan pekerjaan ini dengan baik, Oka?" ucap Ryan sambil menatap dan merangkul bahu anak semata wayangnya itu.
"Iya Pa. Tentu saja. Papa tidak usah khawatirkan masalah Mama disini. Mama pasti akan baik-baik saja dalam pengawasan Oka.. Papa tenang saja." jawab Oka
"Pa.. Papa yang sabar ya dalam menghadapi semuanya. Meskipun Oka gak tau Papa sedang mengalami masalah apa, tapi terlihat sekali seperti Papa sedang mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah Papa itu.."
"Seandainya Oka sudah jauh lebih dewasa dan dapat membantu Papa mengurus perusahaan.. pasti Oka akan melakukannya. Sampai saat itu, Papa harus bertahan. Tunggu Oka sampai Oka bisa mengurus dan mengerti semua permasalahannya.." ucap Oka yang berhasil membuat Ryan tersenyum
"Ini bukan masalah mengenai perusahaan.. tapi terima kasih Oka. Berkat kamu, Papa jadi sedikit merasa semangat lagi untuk menghadapi semuanya. Kamu mirip seperti Mamamu dalam hal ini.." ucap Ryan senang sambil mengelus-ngelus rambut putranya itu
"Ihh.. Kok Mama sih. Oka kan laki-laki Pa. Harusnya Oka itu seperti Papa.." balas Oka cemberut
"Iya ya.. Kamu juga seperti Papa. Karena kamu ini kan anak Papa. Satu-satunya penerus Papa dan cucu dari keluarga Pratomo.."
"Nah, itu baru bener Pa.." ucap Oka senang
"Papa yang Semangat ya. Pokoknya Papa gak usah khawatirin urusan Mama disini. Semuanya akan baik-baik saja selama ada Oka." ucap Oka sambil mengedipkan matanya
Ryan yang senang mendengar perkataan anaknya kemudian tersenyum sambil menepuk-nepuk punggung Oka. Tak lama dari itu, dia pun kemudian keluar kamar, namun sebelum hendak membuka pintu kamar, dia kembali berkata.
"Jangan tidur terlalu malam. Ingat besok kamu harus sekolah pagi.. Kamu kan harus tetap sehat, biar bisa jaga Mamamu sementara Papa pergi.."
"Siap Pak Komandan. Setelah misi ini selesai, Oka bakalan tidur kok.." jawab Oka yang membuat Ryan tersenyum
Dan setelah itu, Ryan kembali masuk ke kamar kami. Dia terlihat berbaring sambil menatapku yang masih tertidur, sambil sesekali mengelus rambutku. Sementara aku, ketika aku merasakan ada sesuatu yang menyentuh rambutku.. tiba-tiba aku pun menjadi terbangun.
"Mas.." sapaku ketika baru membuka mata melihatnya
"Mas belum tidur?" tanyaku kembali
Saat itu Ryan tidak menjawab pertanyaanku. Dia hanya tersenyum.
"Mas kenapa? Ada masalah ya? Coba cerita sama aku.."
"Gak Sayang.. Aku hanya sedang merasa bersyukur. Aku kira.. aku bakalan hidup tanpa kamu didunia ini, tapi ternyata Tuhan masih ngasih kepercayaan ke aku.. untuk tetap jadi suami kamu. Aku beruntung banget.." ucap Ryan yang tiba-tiba mendekatkan dirinya sambil memelukku erat.
"Apa Mas masih merasa bersalah akan kejadian tadi?" tanyaku kembali
"Sudahlah Mas. Gak usah dipikirkan terus.. Aku kan gak apa-apa. Mas tidak usah menyalahkan diri Mas sendiri akibat kejadian ini. Karena semua ini juga gak bakalan terjadi kalau seandainya Mas gak melihat Aris memelukku saat itu.. Aku benar-benar minta maaf Mas. Aku salah.. Harusnya sebagai istrimu aku gak membiarkan Aris memelukku. Jadi ini semua juga salahku.."
Ryan terlihat diam dan tidak berkomentar saat itu. Aku tidak bisa melihat matanya dan membaca raut wajahnya.. karena saat itu aku berada didalam dekapan dadanya.
"Kejadian ini menjadi pelajaran buat kita bahwa untuk kedepannya kita perlu menjaga sikap kita masing-masing. Seperti aku yang benar-benar harus menjaga jarak dari Aris.. dan juga Mas yang tidak boleh sembarangan mengabaikan pesan dan panggilan dariku.." ucapku melanjutkan
"Semua kejadian pasti ada hikmahnya. Mungkin dengan kejadian hari ini, Tuhan berusaha untuk menyadarkan kita untuk tidak egois dan lebih menghargai perasaan pasangan kita masing-masing.." ucapku
"Dan Alhamdulillah-nya, kita bisa melewati ujian ini Mas. Itu menandakan bahwa level keharmonisan hubungan rumah tangga kita sudah meningkat dibandingkan sebelumnya. Harusnya Mas bangga akan hal ini, kan? Jangan bersedih dan merasa bersalah.." ucapku kembali yang masih tidak direspon olehnya
Aku yang penasaran kemudian memilih untuk berusaha melepaskan diri dari pelukannya itu untuk melihat wajahnya. Ternyata saat itu Ryan menangis.
"Ya Ampun Mas..Kamu kok sampe nangis gini sih."
"Sudah gak apa-apa Mas.. Bener, aku gak apa-apa kok. Udah gak sakit lagi." ucapku berusaha menghiburnya sambil menghapus air matanya
"Sepertinya aku telah gagal menjalankan tugas dan kewajibanku sebagai seorang suami.. Kamu telah banyak menderita selama hidup menjadi istriku.. Sayang, maafkan aku.. Aku memang benar-benar payah." ucap Ryan sedih masih menitikkan air matanya
"Ssstt.. Gak kok Mas. Mas gak boleh ngomong begitu. Mas kan udah pernah janji sama aku, gak boleh ngungkit masalah ini lagi.. Takdir kehidupan seseorang tidak ada yang bisa mengubahnya kalau Tuhan sudah menentukan jalan-Nya. Tuhan sudah memilihmu untuk menjadi suamiku. Dan Mas juga gak gagal dalam menjalankan tugas Mas sebagai seorang suami untuk aku.. Maksudku, memang semua orang kan tidak ada yang sempurna. Mungkin aku juga telah gagal beberapa kali menjalankan tugasku sebagai seorang istri yang baik padamu.. Tapi, kita kan tidak bisa hidup ke depan kalau hanya memandang semua kegagalan itu Mas. Kita harus berusaha memperbaikinya di masa depan.. Berusaha lebih baik lagi agar kita dapat mengarungi semua badai dan cobaan yang akan kita hadapi dalam kehidupan pernikahan kita ini.."
"Tapi masalahnya, salahku itu ke kamu udah banyak banget Sayang.. Mulai dari masalah Shina dan Rani.. dan juga kontrak perjanjian hidup bersama yang kita jalani itu. Belum lagi sikap posesifku yang telah berkali-kali menyakitimu hingga membuatmu kecewa, sampai.. kecelakaan hari ini yang nyaris saja merenggut nyawamu.. aku benar-benar.." Ryan yang belum menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba ku potong
"Sudah..sudah ya Mas, gak usah dibahas lagi.." ucapku berusaha mengalihkan topik
"Tapi memang seperti itu kan adanya.." Ryan masih berkomentar
"Mass..! Kalau ngomong lagi nanti aku cium nih." ucapku sambil mengancam
Saat itu aku melihat ada perubahan sedikit pada ekspresi wajahnya. Ryan terlihat sedikit tersenyum begitu mendengar ancamanku itu. Hingga kemudian aku pun kembali menggodanya.
"Nah gitu dong Mas, senyum. Aku tuh seneng kalau liat kamu senyum kayak gitu. Manis banget.. kayak kucing." ucapku sambil mencubit lesung pipinya
Ryan pun membalas perlakuanku itu dengan menyentuh pipi wajahku menggunakan tangannya. Kemudian aku pun langsung mencium mesra bibirnya.
Berbeda dengan sebelumnya, kali ini aku yang memulai inisiatif untuk memberikan sentuhan pertama padanya. Ryan membalas ciumanku itu dengan lembut. Kemudian aku pun mulai memperdalam ciumannya, hingga beberapa saat kemudian
"Sayang.. Kamu itu masih sakit, belum pulih.. Kalau kamu kayak gitu terus nanti aku jadi.." Ryan yang belum menyelesaikan kata-katanya itu kembali ku potong
"Gak apa-apa Mas. Lagian aku juga lagi pingin.." dan aku pun kembali menciumnya sambil mencoba melepaskan bajunya.
Saat itu kami pun melakukannya. Ryan terlihat begitu senang, karena berbeda dengan sebelum-sebelumnya, kali ini aku yang terlihat lebih banyak memimpin gerakannya. Kami melakukannya dua kali di malam itu, sehingga berhasil membuat tubuhku benar-benar letih, sakit, dan ya.. itu benar-benar parah. Mungkin karena luka ditubuhku itu masih belum pulih sepenuhnya. Akan tetapi, itu cukup sebanding. Dengan melakukan hubungan intim dengannya, setidaknya dapat membuat mood Ryan menjadi lebih baik dan tidak merasa sedih seperti sebelumnya.
Di apartemen Aris dan Shina, setelah mereka masuk kembali ke dalam unitnya.
"Terima kasih Shina, kau sudah berbuat itu dengan menunjukkan semua tadi didepan Ryan. Aku merasa lega, akhirnya kau bisa memaafkanku.." ucap Aris bahagia
"Memaafkanmu? Siapa bilang??" balas Shina kembali jutek sambil melepaskan rangkulan Aris tadi dibahunya
"Loh, bukannya aku sudah menunjukkan cukup bukti bahwa aku benar-benar telah mencintaimu. Kau sendiri kan yang bilang didepan Ryan tadi.." Aris masih tidak terima dengan perlakuan Shina
"Kau kira hanya bukti itu saja cukup, hah?" balas Shina
"Oh, jadi kau ingin bukti yang lain. Baik.. Sebenarnya aku juga mau menunjukkannya sekarang didepanmu, tapi saat ini kondisimu sendiri kan sedang tidak memungkinkan." jawab Aris
Saat itu Shina terlihat bingung. Entah apa maksud Aris itu, pikirnya. Kemudian Aris pun kembali berbisik ditelinganya,
"Aku mau menunjukkannya dengan melakukan kewajibanku sebagai seorang suami padamu, tapi saat ini kau kan sedang datang bulan, kau lupa ya?" ledek Aris yang membuat Shina terkejut malu
"Pokoknya nanti kalau kau sudah selesai mandi bersih, jangan lupa untuk memberitahukannya padaku. Sebab aku kan harus menunjukkan bukti itu langsung kepadamu" ledek Aris kembali yang membuat muka Shina bersemu merah
Karena malu mendengar ucapan seperti itu dari Aris, Shina pun dengan segera masuk ke dalam kamar untuk mengambil pakaiannya yang akan digunakan setelah mandi. Dia terlihat terburu-buru saat itu dan berusaha menghindari Aris, namun disisi lain Aris kembali berusaha mendekatinya. Saat itu Aris terlihat tidak berhasil hingga akhirnya Shina terlebih dahulu masuk ke kamar mandi untuk melarikan diri dan menutupi wajahnya yang merah karena malu. Kemudian dari luar kamar mandi, Aris kembali berkata,
"Shina.. nanti malam kita tetap tidur bersama kan? Kau jangan coba berani menghindar dan berusaha melarikan diri dengan tidur dikamar Rani nanti ya. Kalau kau tetap tidur disana, maka aku akan memindahkanmu untuk tidur dikamar kita lagi.. Ingat itu!" ucap Aris meledek sambil tersenyum.
Sementara Shina didalam kamar mandi, dia tersipu malu.. walaupun sebenarnya dia merasa sangat-sangat bahagia mendengar Aris berkata seperti itu padanya.