Di Rumah Sakit, Ryan panik mencariku. Saat itu dia memasuki ruang IGD sambil menanyakan
"Dimana.. Dimana korban kecelakaan yang tadi dibawa oleh ambulan ke Rumah Sakit ini?" ucapnya menanyai salah seorang perawat disana
"Saat ini dokter telah menanganinya di ruang operasi." jawab perawat tersebut
"Dimana ruang operasinya?" tanyanya kembali
"Disebelah sana.. tapi maaf. Bapak ini siapa ya?" tanya perawat itu kembali
"Saya suaminya.." jawab Ryan yang membuat perawat tersebut terheran.
Dan Ryan pun segera menuju ruang operasi. Saat itu, dokter tiba-tiba keluar ruangan.
"Bagaimana Dok?" tanya Ryan panik
"Maaf.. kami sudah berupaya melakukan terbaik, tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Saat dibawa kesini korban sudah mengalami pendarahan hebat akibat luka dikepalanya saat terjadi benturan ke aspal jalan.. Anda, yang tabah ya Pak." jawab dokter tersebut sambil menepuk-nepuk pundak Ryan
Ryan kemudian jatuh bersimpuh. Dia terlihat menangis saat itu. Dia menyesali perbuatannya yang telah mengabaikan istrinya. Dokter yang tadi melihatnya pun kembali berupaya menenangkannya. Saat itu, tiba-tiba hp-nya kembali berdering. Dia tidak menjawab panggilannya. Ryan terlihat masih menangis.
Hingga tiba-tiba ada seseorang datang dan berkata,
"Dok, gimana kondisi suami saya?" tanya seorang ibu-ibu pada dokter yang ada disamping Ryan itu
"Ibu ini..?" tanya dokter itu
"Saya istrinya.. Gimana kondisi suami saya dok." tanyanya kembali
"Maaf.. Kami tidak bisa menyelamatkan nyawanya. Korban sudah kehilangan banyak darah saat dibawa kesini. Luka benturan dikepalanya cukup parah saat terkena aspal jalan tadi. Jadi korban tidak bisa kami selamatkan. Kami Mohon Maaf Bu.."
Seketika tangis Ibu itu pecah. Ryan yang mendengar penjelasan dari dokter tersebut sedikit terheran. Bagaimana dokter tersebut menjelaskan hal yang sama pada Ibu tadi.
"Sudah.. kalian berdua yang sabar ya. Kalian harus mengikhlaskan kepergiannya." ucap sang dokter kembali pada Ryan dan juga Ibu tadi
Ibu tadi pun merasa terheran. Sambil melihat Ryan, diapun kembali bertanya
"Maaf.. Anda ini siapa? Apa hubungan anda dengan suami saya?" tanya Ibu itu kembali ke Ryan heran
Ryan yang mendapat pertanyaan tersebut pun kembali menanyai sang dokter
"Memangnya siapa yang ada didalam dok?" tanya Ryan sambil bangkit
"Saudara Yudi, korban kecelakaan yang tadi dibawa oleh ambulan kesini."
Sambil menyeka air matanya, Ryan kembali bertanya
"Loh bukannya korbannya itu seorang wanita? Ini korban kecelakaan yang ada di ruas jalan tol bandara itu kan. Yang menggunakan mobil sedan BMW berplat B 13 HAN, yang dibawa oleh ambulan kesini?" Ryan memastikan
Dokter tersebut heran mendengarkan penjelasan Ryan. Ditengah-tengah kesalahpahaman itu, tiba-tiba terdengar suara gaduh
"Bu, Ibu tidak bisa meninggalkan Rumah Sakit dengan kondisi seperti ini. Luka Ibu itu belum selesai dijahit.." ucap seorang perawat berteriak dari ruangan IGD tadi
"Tapi saya harus menemui suami saya sekarang dibandara. Kalau tidak, mungkin saya akan merasa bersalah dan menyesal.." jawabku sambil berupaya melepaskan diri dari kedua perawat yang menahanku saat itu
"Tapi tidak dengan kondisi seperti ini Bu.." balas perawat satunya
"Ibu kan bisa menghubungi suami Ibu menggunakan handphone. Beritahukan dia keadaan Ibu sekarang dan suruh dia kemari.." perawat tersebut memberi saran padaku
"Saya sudah menghubunginya berkali-kali, tetapi dia masih marah dan tidak mau menjawab panggilan saya saat ini. Apalagi untuk menyuruhnya datang kesini, jelas tidak mungkin.. Saya mohon Sus, tolong biarkan saya pergi atau semuanya akan terlambat.. Dia akan kembali ke New York hari ini" ucapku kembali
Saat itu Ryan tiba-tiba mendekat lalu memelukku.
"Syukurlah.. ternyata kamu masih hidup Sayang. Aku sempat shock dan khawatir tadi. Rasanya seperti mendapat serangan jantung tiba-tiba saat dokter bilang kamu sudah tidak ada." ucap Ryan sambil menangis
"Mas Ryann.. Maafkan aku. Aku tidak tahu kalau kamu sedang menghadapi masalah, tapi aku malah marah dan berbuat seperti itu sama kamu Mas. Maafkan aku.. Aku berjanji aku gak akan melakukan hal itu lagi. Kali ini aku akan benar-benar berusaha untuk menghindari Aris.." ucapku membalas pelukannya
"Aku yang seharusnya minta maaf. Maaf kalau aku tadi mengabaikan semua panggilan dan pesan darimu Sayang. Aku hanya tidak ingin bertemu.. Aku takut. Aku takut akan mendengar penjelasan darimu kalau kamu nanti ingin pisah dari aku. Makanya aku mengabaikan semua panggilanmu itu dan sengaja meninggalkanmu untuk langsung pergi ke New York hari ini. Tapi ternyata.. kamu malah jadi seperti ini, aku benar-benar menyesal Sayang.. Maafkan aku.." ucap Ryan menyesal
"Sudah Mas. Tidak apa-apa.." jawabku sambil ikut menangis haru
"Aku senang.. dengan kejadian ini jadi bisa membawamu padaku sekarang. Aku merasa beruntung sekali. Mas bisa langsung menemuiku.. tanpa aku kehilangan kesempatan untuk meminta maaf. Aku pikir aku tidak akan melihatmu lagi Mas, kalau kamu benar-benar pergi ke New York hari ini." ucapku melanjutkan
"Sudah, sekarang kamu yang tenang disini dan jalani perawatannya." ucap Ryan
Dan Ryan pun melirik kepada para perawat tadi, seolah menyuruhnya untuk segera merawat luka-lukaku.
"Pokoknya lain kali, kamu gak aku izinin nyetir mobil lagi. Kamu jangan sekali-kali buat bawa mobil sendiri lagi seperti tadi." Ryan menasehatiku
"Ohh.. Iya benar, mobil Papa.. Bagaimana kalau sampai Papa tahu mobilnya sudah kubuat hancur seperti itu." ucapku panik
"Kamu malah khawatir masalah mobilnya, lihat tuh luka kamu.." Ryan menceramahiku
"Masih bagus kamu hanya terluka seperti ini, bagaimana kalau sampai terjadi hal lebih gawat lagi.. Aku gak mau kehilangan tulang rusakku. Kamu tahu kan aku gak bisa hidup tanpa itu."
"Tapi tidak terjadi kan?.. Beruntung ada airbag dan saat itu aku juga menggunakan seat belt." aku menjawab
"Pokoknya apapun itu, aku senang Mas Ryan bisa ada disini sekarang.. Mas, lain kali jangan pergi ninggalin aku seperti tadi lagi ya, jangan tidak memberi kabar, apalagi mengabaikan semua panggilan dan pesan dariku. Jangan pernah kamu lakuin semua itu lagi ke aku, Mas." ucapku memperingatkan
"Iya Sayang. Aku janji gak bakalan lakuin itu lagi ke kamu. Kamu juga janji ke aku, jangan coba untuk nyetir mobil sendirian lagi. Pokoknya aku gak bakalan ngijinin kamu untuk bawa mobil lagi mulai dari sekarang.."
"Hahh.. Gak boleh bawa mobil? Masa harus seperti itu sih Mas.. Kalau aku mau pergi-pergi gimana?" aku mencoba meminta pengertiannya
"Gak.. Pokoknya gak boleh.. Kalau aku bilang gak, ya berarti gak boleh sama sekali. Kamu kalau butuh apa-apa bilang ke aku aja. Nanti aku yang anterin atau gak nanti aku suruh supir kantor Pak Sony yang anterin" Ryan menolak tegas
Dan mau tak mau aku pun harus mengikuti keinginannya itu. Hari itu, Ryan menunda keberangkatannya ke New York karena tidak tega meninggalkanku sendirian di Rumah Sakit.
Sementara ditempat lain, di apartemen Aris dan Shina, saat Aris baru kembali, Shina terkejut melihat wajah Aris yang seperti habis terkena pukulan itu. Dengan segera dia menghampirinya dan bertanya,
"Kenapa dengan wajahmu?" tanya Shina sambil mendekatkan dirinya pada Aris memegang wajahnya
"Tadi ada sedikit salah paham terjadi di rumah Lena.." jawab Aris
"Ryan?? tanya Shina
Aris kemudian mengangguk menjawabnya.
"Brengsek.. Si Ryan itu masih berani dia ngelakuin itu sama kamu. Biar kita lapor saja dia ke polisi kali ini.." ucap Shina emosi
"Dan kamu juga.. Apa kamu tidak bisa melawannya, hah! Kenapa bodoh sekali sih jadi orang.." ucap Shina kesal
"Aris.. Aris.. Kau itu lelaki. Kenapa kau mau diperlakukan seperti itu oleh Ryan? Kalau aku jadi kau, sudah kubalas berkali-kali lipat ulah si Ryan itu." ucap Shina kembali
Kemudian dia berlalu dan mengambil kompresan air dingin untuk di taruh diwajah Aris tadi. Sambil mengompres luka Aris, Shina berkata
"Ini terakhir kalinya kau mendapatkan perlakuan seperti ini dari Ryan. Kalau dia berani memukulmu lagi dan kau tidak membalasnya juga, maka aku akan menyuruh Ryan untuk menghajarmu kembali sampai kau mau membalasnya.." ucap Shina yang membuat Aris terkejut
"Kalau aku tidak kunjung membalasnya bagaimana? Kau mau aku dipukul sampai mati..? tanya Aris kembali meledek
"Biarkan saja. Begitu lebih baik, daripada aku mempunyai suami bodoh sepertimu yang diam saja diperlakukan seperti itu.." jawab Shina ketus
Aris kemudian memegang tangan Shina yang sedang memegang kompresan tadi diwajahnya, lalu dia bilang,
"Apa benar seperti itu? Apa kau tidak apa-apa kalau aku mati?" tanya Aris sambil menatap dalam mata Shina
Shina saat itu terlihat malu ditatap seperti itu oleh Aris. Aris yang kali ini sudah bisa membaca ekspresi malu-malu dari Shina kembali berkata,
"Tapi dulu ada yang pernah bilang padaku bahwa dia tidak mau kalau sampai aku melakukan hal konyol yang dapat membuat diriku menyesal (mati/bunuh diri).. Dia bilang, katanya dia tidak siap jika harus menyandang status sebagai seorang janda.." ucap Aris meledek
"Ii.. Itu kan dulu." jawab Shina malu-malu
"Kalau sekarang aku tidak keberatan menyandang status itu. Lebih baik menjadi seorang janda daripada menjadi seorang istri yang merangkap sebagai seorang perawat seperti ini.. Yang tiap hari harus merawat luka suaminya, hanya karena dia tidak mau membalas perlakuan orang-orang yang berbuat tidak adil padanya." sambil Shina menekan-nekan keras luka memar di wajah Aris tadi yang membuat Aris meringis kesakitan.
Beberapa saat setelahnya, Aris pun pergi mandi. Saat itu, Shina terlihat secara diam-diam mengambil handphone milik Aris.