Sudah dua hari semenjak aku tinggal dirumah Papa, empat hari semenjak Ryan menghilang tanpa kabar.. rasanya benar-benar kosong. Aku merasa seperti ada yang kurang dalam diriku. Dia yang biasanya selalu menggoda dan merayuku dengan gombalan-gombalannya itu.. sikap perhatian dan perlakuan manisnya.. senyum dan tawanya.. hingga tanpa sadar aku pun menitikkan air mataku.
Ini bukan kali pertamanya kami terpisah seperti ini. Kami bahkan pernah terpisah selama sebulan lebih karena Ryan harus pergi ke Jerman bersama Papanya untuk mengurus masalah bisnis disana. Maksudku, setidaknya aku tahu dia sedang berada dimana dan apa yang dia lakukan saat itu. Dan diapun juga rutin menghubungiku hanya untuk menanyakan kabar atau sekedar menggodaku.. tidak seperti sekarang, tanpa kabar dan menghilang bagai ditelan bumi.
Aku jadi menyesal menyuruhnya pergi menemui Heru. Seandainya aku tahu akan begini, aku tidak akan menyuruhnya pergi waktu itu..
Kini Ryan telah benar-benar pergi.. tanpa aku tahu keberadaannya. Aku hanya berharap semoga tidak ada sesuatu yang buruk terjadi padanya.
"Ya Allah.. Mohon jaga suamiku itu. Apapun yang dilakukannya, selalu lindungi dia, dimanapun dia berada.. Aku berharap semoga dia lekas kembali pulang dan dalam keadaan baik-baik saja.." ucapku berdoa dalam hati
Tak lama berselang, bel pintu rumah berbunyi. Aku segera berlari keluar kamar, mengira pasti saat itu Ryan suamiku yang datang. Dengan perasaan bahagia aku membukakan pintunya, tetapi.. ternyata yang datang malah Aris.
Untuk apa dia datang kemari, pikirku. Mungkin Papa yang menyuruhnya. Lalu, aku pun mempersilahkannya masuk.
Aku menyuruh Aris duduk menunggu diruang tamu, sementara aku pergi ke kamar Papa untuk memberitahukan kedatangannya. Namun, saat itu ternyata Papa sedang tertidur. Karena aku tidak mau membangunkannya, akhirnya aku menyuruh Aris untuk menunggu. Saat itu,
"Lena, bagaimana kondisi Papamu?" tanya Aris
"Alhamdulillah sudah mulai lebih baik. Sampai saat ini aku belum mendengar keluhan apapun darinya.." jawabku
"Syukurlah.. Semoga untuk kedepannya tidak akan terjadi masalah apapun terkait jantungnya ya." ucap Aris mendoakan
"Aamiiin. Terima kasih Mas Aris.." balasku
"Lalu.." Aris terlihat ragu-ragu untuk berkata
"Maaf kalau aku lancang berkata seperti ini. Bagaimana dengan masalah Zuriawan dan Ibu Mertuamu? tanya Aris tiba-tiba
"Apa Ryan sudah mengetahui mengenai hal ini? Bagaimana tanggapannya?" Aris melanjutkan
Saat itu aku hanya terdiam. Begitu mendengar Aris menyebut nama Ryan, tanpa sadar air mataku pun kembali turun dengan sendirinya. Aris yang melihat hal itu kemudian merasa bersalah.
"Lena Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu sedih dengan menanyakanmu hal ini. Maafkan aku.." ucap Aris
"Tidak apa-apa.." jawabku sambil mencoba menghapus air mata
"Aku hanya sedih.." lanjutku.
Dan tanpa sadar, aku pun kemudian menceritakan semuanya pada Aris, termasuk mengenai masalah hilangnya Ryan. Mendengar hal itu, Aris kemudian mencoba menenangkanku.
"Ryan.. mungkin dia saat ini sedang mencoba menenangkan diri. Dia butuh waktu untuk menerima semua keadaan ini. Kau tenang saja, dia pasti akan kembali padamu nanti." ucap Aris sambil menepuk-nepuk pundakku
"Iya aku tahu Mas Aris, hanya saja aku.. aku takut kalau nantinya.. aku dan Mas Ryan.. hubungan kami berdua.." aku yang belum menyelesaikan kata-kataku saat itu dipotong olehnya
"Sudah. Jangan pikirkan hal itu. Kau ingatkan perkataanku mengenai kekuatan pikiran. Semua hal yang kau pikirkan akan mempengaruhi masa depan. Dari pikiran bisa berubah menjadi sugesti hingga berakhir menjadi kenyataan nantinya.. Jadi, lebih baik buang jauh-jauh pikiran burukmu itu Lena, agar tidak terealisasi menjadi kenyataan." Aris menasehatiku
"Aku tahu Mas Aris, hanya saja aku begitu merindukannya.. Aku benar-benar ingin melihatnya untuk memastikan bagaimana kondisinya.. Apakah dia baik-baik saja disana.. Aku.." tiba-tiba tangisku pecah. Kemudian aku menutup kedua mataku itu menggunakan tangan.
Melihat hal itu, Aris kemudian memelukku. Dia mencoba menenangkanku sambil berkata
"Kau yang tabah ya Lena. Mungkin ini ujian buat rumah tangga kalian. Tapi percayalah.. dengan ujian seperti ini, nanti hubungan kalian akan lebih kuat lagi. Kau harus berjuang melewati ujian ini. Ryan disana pasti baik-baik saja. Dia mungkin sedang berpikir. Dia butuh waktu untuk memikirkan bagaimana solusi terbaik menyelesaikan persoalan keluarga kalian. Jadi kau tenang ya.." ucap Aris masih memelukku sambil menepuk-nepuk punggungku
Saat itu, tiba-tiba Ryan muncul. Dia terkejut melihat Aris yang sedang memelukku. Belum lagi kondisiku yang sedang menangis dipelukannya. Ryan yang emosi kemudian menarik Aris dan menghajarnya.
"Dasar bengsek kau Aris!! Berani sekali kau menyentuh istriku, hah!" ucap Ryan sambil melayangkan tinjunya diwajah Aris
Aku yang melihat hal itu pun terkejut.
"Mas Ryann.." responku kaget melihatnya saat itu
"Sudah Mas. Jangan pukuli Aris. Kau salah paham.. Dia hanya berusaha menenangkanku tadi.." ucapku menjelaskan
"Lebih baik kita bicarakan masalah ini diluar. Kasihan Papanya Lena.." Aris menarik Ryan keluar rumah
Ryan yang tidak senang mendapat perlakuan seperti itu dari Aris kemudian melepaskan diri sambil berkata,
"Untuk apa kau mengkhawatirkan
masalah mertuaku itu, hah!! Pergi dari sini sekarang, sebelum aku menghabisimu.." ancam Ryan
Dan Aris pun memilih pergi untuk menghindari terjadinya konflik yang lebih besar. Sementara aku,
"Mas.. Mas.. Sudah.. " ucapku sambil menarik Ryan menjauhi Aris
"Mas Aris maaf.. nanti akan ku sampaikan pada Papa bahwa kau tadi sempat datang dan ada urusan, sehingga kau harus buru-buru pergi." ucapku pada Aris
"Sayang, untuk apa kau mencarikan alasan untuknya.." ucap Ryan marah dan tidak senang
"Sudah Mas.." ucapku
Dan aku pun menarik Ryan ke halaman samping
"Sayang.. Kamu itu apa-apaan. Kenapa mau-maunya gitu dipeluk sama Aris tadi. Kamu senang ketika aku tidak ada, sehingga kamu bisa bebas dan ketemuan secara sembunyi-sembunyi gitu sama dia, hah?" ucap Ryan marah
"Mas!!.." ucapku tidak terima dengan pernyataannya tadi
"Mas itu yang harusnya intropeksi diri. Empat hari gak ada kabar, tiba-tiba datang, ngamuk-ngamuk, dan berbuat keonaran seperti itu.."
"Oh.. Jadi kamu gak seneng aku datang. Maksudmu, seharusnya aku gak datang dan mengganggu reuni kecil kalian sebagai pasangan kekasih di masa lalu.. biar kamu sama dia bisa melakukan hal lebih lagi, selain berpelukan tadi.." ucap Ryan kembali masih emosi
"Ternyata kamu gak berubah ya Mas.. Selama ini aku pikir kamu bisa menghargai aku sebagai istrimu, bukan sebagai mantannya Aris.. tapi kamu.." ucapku dingin, sambil memandang Mas Ryan dengan perasaan kecewa. Dan aku pun mulai menitikkan air mataku saat itu.
"Istri katamu?? Lalu sebagai istri, tidak apa-apa jika ada pria lain yang bukan muhrim memelukmu.. terlebih lagi itu Aris, mantanmu dulu, hah??" bentak Ryan marah padaku
"Sekarang katakan saja. Kalau kau memang benar-benar ingin kita mengakhiri semuanya, katakan saja didepanku sekarang. Jangan bertindak seperti itu dibelakangku. Aku muak melihatnya..!" Ryan emosi
"Baiklah. Kalau kau memang sudah muak, kita akhiri saja ini. Karena aku juga sudah lelah menghadapi semuanya." balasku padanya
Dan aku pun pergi meninggalkan Mas Ryan dengan berlinangan air mata.