"Anak kecil ngapain kamu mengahalangi mobilku? Apa kamu mau mati?" Seorang lelaki muncul dari balik kaca mobil sambil marah-marah pada Qiara.
Qiara terkejut melihat lelaki yang ternyata lelaki yang di toko buku tadi.
"Kamu lagi? Sekarang tolong keluar dari mobilmu dulu cepat!" Teriak Qiara seraya mneyeringai kepada lelaki itu.
Lelaki itu tampak kesal secara dia hendak buru-buru ingin menjemput Ibunya. Oleh karena itu ia mengabaikan Qiara lalu membelokkan mobilnya dan segera melaju dengan kencang meninggalkan Qiara.
"Hey ... Dasar lelaki tua brengsek! Awas kamu kalau ketemu lagi aku akan hancurkan mobilmu!"
Qiara berteriak kearah mobil yang sudah menjauh. Sedang lelaki di dalam mobil itu, menggelengkan kepalanya melihat tempramen buruk gadis itu, sehingga ia berharap tidak akan bertemu gadis sepertinya lagi.
Setelah lelah berteriak, Qiara membangunkan sepedanya. Namun. dia makin kesal ketika melihat rantai sepedanya lepas.
"Arggg .... Mama, bagaimana Qiara bisa pulang kalau begini? Mana rumah dari sini lumayan jauh lagi. Ini semua gara-gara lelaki brengsek itu. " Grutu Qiara seraya menarik sepedanya dengan terpaksa.
~Rumah Qiara•
Hari semakin gelap, Renata sangat cemas menunggu anak gadisnya yang belum juga pulang.
Dia mondar mandir di depan rumah dengan gelisah karena ia khawatir terjadi sesuatu pada Qiara karena ia tidak mau kehilangan anak untuk kedua kalinya.
Tepat saat itu, ia melihat sebuah mobil berhenti di depan rumahnya. Seketika itu ia mengerutkan keningnya ketika melihat mantan suaminya muncul.
"Apa kamu sedang menungguku? "Tanya lelaki paruh baya itu yang tidak lain adalah Tuan Stevan yang merupakan salah seorang pengusaha yang cukup sukses di kota A.
"Ngapain kamu datang kemari? Bukankah orang kaya sepertimu tidak pantas berada di rumah yang kecil ini? "Kata Renata dengan ketus.
"Aku hanya akan bicara beberapa hal padamu. Setelah itu, aku akan pulang. "Kata Tuan Stevan seraya membuka kaca matanya.
Tanpa mengatakan apapun. Renata mempersilahkannya duduk di terasnya karena dia tidak sudi membiarkan Stevan memasuki rumahnya.
"Aku yakin kalau kamu tahu tentang surat wasiat Vania. Beberapa minggu lagi ulang tahunnya. Apa yang ingin kamu lakukan? "Tanya Tuan Stevan setelah ia duduk di samping Renata.
"Bukankah kamu sudah membahasnya saat pemakamannya? "Jawab Renata dengan ketus.
"Ada kabar yang mengatakan kalau Tuan Muda Julian itu buta dan lumpuh akibat tabrakan itu. Selain itu, usianya sudah tua sehingga Helen tidak mau menikah dengannya walaupun aku memaksanya. Oleh karena itu, aku datang karena mungkin Sarah akan menemui mu untuk membahasnya karena aku sudah memberitahunya kalau kamu ada di kota B. Qiara adalah seayaah dan seibu dengan Vania, ia tidak mungkin mengecewakan kakaknya. Lagi pula, Sarah kan sahabatmu waktu SMA. "Jelas Stevan dengan mudahnya.
"Hahaha ... Jadi, kamu ingin putrimu yang lain menanggung semuanya?" Renata tersenyum sinis mendengar betapa tidak perdulinya lelaki itu pada anaknya.
"Aku tidak bisa bicara lama-lama. Sekarang aku akan pergi! "
"Pergi yang jauh dan jangan pernah kembali!"Kata Renata seraya masuk ke rumahnya serata menutup pintu dengan sangat keras.
"Bajingan!"
Setelah menggerutu, Renata membuka pintu lagi untuk melanjutkan apa yang dia lakukan sebelumnya, yaitu menunggu Qiara.
Beberapa saat kemudian, Renata merasa lega ketika melihat putrinya tiba di depan gerbang sambil menggeret sepedanya.
Dengan perasaan yang tidak karuan, Renata berlari menyambut putrinya seraya bertanya dengan cemas, "Qiara kenapa kamu baru pulang jam segini, Mama cemas sayang?"
Qiara menatap Renata dengan sedih dan merasa bersalah.
"Rantai sepeda Qiara rusak, dan itu di sebabkan oleh lelaki brengsek yang seenaknya saja menjalankan mobil."
"Kamu di tabrak?" Raut wajah Renata menjadi cemas mendengar penuturan Qiara.
"Bukan ditabrak, tapi sepeda Qiara di srempet lalu jatuh! " Jawab Qiara dengan ekspresi sendu.
"Syurlah jika kamu tidak apa-apa. Ya sudah kalau begitu, ayo kita masuk! Mama sudah memasak masakan enak buatmu!"
"Apa itu Ma?" Tanya Qiara dengan tidak sabaran.
"Nati, kamu juga tau" Jawab Renata sambil menggandeng putrinya masuk ke dalam rumah. Tidak lama setelah itu mereka pun makan malam bersama dengan menu kesukaan Qiara semua.
Renata tersenyum bahagia melihat putrinya makan dengan lahap, ia tidak menyangka kalau sudah dua bulan berlalu sejak kematian Vania, kini ia bisa melepas kepergian Vania dengan ikhlas.
Setelah selesai makan malam, Qiara dan Renata kembali kepada kegiatan mereka masing-masing.
Tepat saat Renata sibuk menjahit baju Qiara di ruang tamu, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.
Dengan cepat Renata membukakan pintu, sedang Qiara lagi asyik mendengar musik sambil bermain game di kamarnya.
"Selamat malam Renata! " Suara lembut itu berasal dari Sarah sahabatnya yang sudah lama tidak bertemu dengannya.
"Selamat datang Sarah di rumahku yang sederhana ini, lama tidak bertemu! " Ucap Rena setelah membukakan pintu untuk Sarah.
Namun, dia sedikit terkejut ketika melihat sosok lelaki tinggi dan tampan berdiri di samping Renata.
'Bukankah itu Julian? Katanya dia lumpuh dan buta, tapi yang berdiri di depanku ini sangat sehat. Ada apa ini? 'Batin Renata.
Mendengar sambutan ramah Renata. Sarah tersenyum lalu menggenggam tangan sahabatnya itu seraya berkata, "Re, terimakasih atas sambutan mu yang hangat, aku dan Julian sangat senang bisa berkunjung ke rumahmu!"
Renata tersenyum mendengar perkataan Sarah, setelah itu dia mempersilahkan tamunya masuk dan duduk di raung tamu tanpa banyak tanya karena dia takut menyinggung perasaan Julian.
Setelah menyuguhkan minuman, Renata langsung duduk kembali di seberang tamunya.
"Julian, apa kamu sehat? "Tanya Renata sambil tersenyum melihat Julian yang terdiam sedari tadi.
"Saya sudah sehat! "Jawab Julian dengan singkat.
"Syukurlah, aku bertanya karena cemas tidak pernah melihatmu di layar kaca atau berita selama dua bulan saat kecelakaan mu bersama Vania. "Kata Renata lagi untuk memperjelas niatnya.
"Maaf karena saya tidak bisa ikut mengantarkan wanita yang saya cintai ke peristirahatan terakhirnya. Dan maaf juga karena saya baru datang menyapa anda! Dua bulan ini saya gunakan untuk beristirahat. "Jelas Julian sambil tersenyum pahit.