Chereads / Phrometeus Children / Chapter 2 - Chapter 1

Chapter 2 - Chapter 1

Ketika aku membuka mata, apa yang aku lihat adalah ornamen aneh menggantung di langit-langit. Sebentar apa yang terjadi? Harusnya aku mati'kan? Aku menanyakan itu di dalam hatiku.

Dan saat aku mencoba memahami apa yang sedang terjadi, tiba-tiba cahaya memenuhi pengelihatanku. Bersamaan dengan suara tirai jendela yang dibuka, aku melihat kearah cahaya itu berasal, dan di sana seseorang sedang berdiri menatapku. Dia adalah seorang perempuan yang memakai baju apron pelayan.

Wanita itu berjalan mendekat, rambut coklatnya yang dipotong pendek berayun lembut memberikan perasaan nyaman dari dirinya. Aku bisa melihat wajah cantiknya yang memiliki aura kental dari seorang ibu membuat ekspresi yang sangat menyenangkan.

Yang pasti, aku tahu kalau tempat ini bukan dunia yang aku kenal. Karena di balik jendela yang dia buka, samar-samar terlihat ada dua buah bulan di langit pagi.

"Selamat pagi tuan muda, sepertinya anda sudah bangun." Mendekatkan wajahnya, wanita itu melingkarkan tangannya di pinggangku lalu....

"Sudah saatnya anda untuk mandi, saya sudah mempersiapkan air hangat." Dia mengatakan itu sambil mengangkatku. Bagaimana dia bisa melakukan itu dengan sangat mudah?!

"Ooee?!"

Huh? Aku tidak bisa bicara?!

Dan saat itu akhirnya aku sadar, sesuatu yang aneh sudah terjadi padaku.

Aku menjadi seorang bayi....

"Theresa, bagaimana keadaan Nicho?" Saat aku sedang mencoba untuk mencerna situasi yang aku alami, suara dari wanita lain terdengar dari balik pintu kamar.

Dari sana, seorang wanita muda berambut merah muncul masih dalam gaun tidur yang secara samar memperlihatkan lekukkan indah dari tubuhnya.

"Theresa biarkan aku membantu."

Wanita itu mendekat dengan cepat saat bicara pada wanita yang dia panggik Theresa.

"Nona Alice anda masih harus istirahat, anda kehilangan banyak darah dalam persalinan, terlalu banyak bergerak akan berakibat buruk pada tubuh anda."

"Ta-tapi... sebagai ibunya aku juga ingin memandikanya!"

"Saya tidak bisa mengijinkannya."

Huh, Ibu?! Wanita muda ini adalah ibuku?! Sebentar jika aku lihat dari penampilanya, bukankah dia masih berumur belasan tahun? Jangan bilang menikah di usia muda adalah hal biasa di sini?

"Ta-tapi...."

"Nona Alice, saya mengerti perasaan anda sebagai seorang ibu, tapi anda juga harus menjaga kesehatan anda. Ingat, dokter bilang anda tidak boleh banyak bergerak dengan kondisi anda saat ini."

"Theresa aku mohon...."

"Sekali saya bilang tidak ya tidak!"

Melihat Alice yang memaksa untuk ikut, Theresa sedikit membentaknya. Dan Alice yang akhirnya menyerah memilih pelan-pelan mundur dan keluar dari kamar dengan mata berair.

"Theresa bodoh!!"

Tapi, disaat terakhir dia berteriak keras sebelum menutup pintu dengan kencandan lari seperti anak kecil.

Serius dia itu ibuku?! Orang seperti itu ibuku?!

Tidak mempedulikan wanita bernama Alice yang menangis, Theresa menggendongku menuju kamar mandi. Bukankah orang ini terlalu dingin?

Saat berada di kamar mandi aku kembali di kejutkan dengan sesuatu yang tidak bisa aku percaya, wanita bernama Theresa itu menggunakan tanganya untuk mengendalikan air hangat di dalam ember. Dia membuat air itu menyelimutiku dan dengan hati-hati membersihkan seluruh tubuhku. Bagaimana dia bisa melakukan itu?!

Setelah beberapa saat, akhirnya wanita bernama Theresa itu selesai memandikanku, dia adalah orang yang pintar mengurus orang lain. Dia memperlakukanku dengan sangat hati-hati dan lembut, bahkan aku terpesona dengan bagaimana dia merapikan bajuku.

"Nona Alice, Tuan Nicho sudah selesai mandi."

Menggendongku yang berbalut handuk, Theresa membawaku pada Alice yang duduk di teras sambil berjemur sinar matahari.

"Ah? Sekarang giliranku!"

Tersenyum seperti anak kecil, Alice menjulurkan tangannya untuk mengambilku dari Theresa.

"Nona Alice saya akan mempersiapkan sarapan."

"Unn, terima kasih Theresa."

"Sama-sama. Ah, jangan terlalu lama berjemur anda harus lebih sering berbaring."

Meski Theresa menyuruhnya untuk lebih banyak istirahat, Alice hanya mengangguk sambil mengatakan "unn" seolah tidak mempedulikan apa yang Theresa katakan.

Menggendongku dengan hati-hati, Alice memandangku dengan lembut. Sebuah senyum merekah dari wajah manisnya saat dia bermain-main dengan hidungku.

Ya, Alice adalah wanita yang sangat cantik.

"Hei Nicho...."

Tapi saat aku sedang terpesona melihat kecantikannya yang memukau, ekspresi Alice tiba-tiba berubah menjadi tajam. Seolah dia sedang memantapkan sesuatu di dalam hatinya.

"Jangan khawatir, meski mama hanya sendiri. Mama pasti akan membuat Nicho bahagia ... pasti!"

Dan tiba-tiba Alice mengatakan itu sambil memberi sebuah kecupan lembut di keningku. Meski dia melihatku dengan tatapan penuh percaya diri, aku masih bisa melihat kesedihan di mata Alice; sebuah kesendirian yang selalu dia sembunyikan di balik senyum kekanakkanya. Begitu, mungkin ini hanya perasaanku, tapi alasan kenapa Alice bersikap seperti anak kecil mungkin adalah karena dia mencoba sekeras mungkin untuk menutupi kesedihanya.

Dan sepertinya Theresa juga menyadari apa yang Alice lakukan, karena itu dia tidak pernah komplain pada sikap yang Alice tunjukkan. Aku tarik kembali kata-kataku, Alice adalah wanita yang hebat.

"Ah, bukankah ini sudah saatnya."

Ekspresi Alice kembali cerah saat aku masih melihatnya dengan kagum.

"Uuee?"

Dan disaat yang sama dia mulai membuka kancing baju di dadanya.

"Mungkin ini aneh, tapi hanya saat menyusuimu mama merasa benar-benar menjadi seorang ibu." Dan apa yang dia katakan berikutnya membuat otakku terasa membeku.

Tu-tunggu sebentar!!

***

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Dan kini aku; Nicholas Edward Silvester sudah berumur sepuluh tahun, meski aku bisa memahami bahasa di dunia ini sejak aku mendapat kesadaranku, tapi entah kenapa tubuhku baru bisa bicara saat aku berumur dua tahun. Theresa bilang jika perkembanganku terlalu cepat untuk anak seusiaku, tapi aku tetap merasa kalau seberapapun aku mencoba untuk berkembang lebih cepat, tubuh ini tetap memberikan limit pada perkembanganku.

"Nicho waktunya makan siang."

Suara Mama Alice terdengar dari lorong, tapi aku mengabaikanya karena aku sedang membaca sebuah buku yang menarik.

Buku tentang sihir, ya di dunia ini sihir adalah hal yang biasa. Meski kebanyakan dari mereka yang bisa menggunakan sihir adalah bangsawan, tapi secara garis besar sihir adalah sesuatu yang bisa di katakan umum.

Dan sekarang, aku sedang mempelajari tehnik dasar dari penggunaanya di perpustakaan yang berada di lantai paling atas.

"Code of life maker, kode dunia....? "

Dalam buku tersebut dikatakan kalau dunia ini tersusun dari kumpulan kode yang membentuk kenyataan, hal yang terjadi semuanya bertumpu pada sistem pengaturan dunia yang di sebut sebagai kode dunia. Dan bersamaan dengan itu semua, semua hal yang berkaitan dengan ego, kecerdasan, dan waktu menjadi satu dalam sebuah Archive raksasa yang di sebut dengan 'Code Of Life Maker'.

(Code of life maker: kode pembuat kehidupan)

Dan berdasarkan pengetahuan dari kode-kode tersebutlah para penyihir mempengaruhi kenyataan. Mereka bisa membuat api tanpa pematik, memunculkan air dari udara atau bahkan menciptakan tanah dan logam dari ketiadaan, itu semua adalah hasil yang di peroleh dengan memainkan kode kenyataan dari dunia. Dan sumber daya yang di gunakan untuk bisa memicu fenomena-fenomena tersebut adalah sesuatu yang di sebut mana, sebuah zat prima materia peringkat rendah yang membentuk semua benda.

(Prima materia: sebuah benda yang mengandung semua zat di dalamnya.)

Simpelnya penyihir menggunakan kekuatan mental mereka untuk memanipulasi mana di udara, dan dengan mengatur kode pada mana tersebut mereka bisa menciptakan suatu fenomena tanpa memerlukan pemicu.

Tapi, pengaturan kode adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan. Bahkan untuk menciptakan api kecil sekalipun setidaknya memerlukan satu menit dalam penghitungan kode.

Karena itu para penyihir kuno menciptakan sesuatu yang bisa memicu sebuah sihir dengan waktu

lebih cepat agar sihir menjadi lebih efektif. Dan hal itu adalah sebuah sistem permainan kata yang berfungsi sebagai auto sugesti dalam pemakaian sihir, sebuah sistem yang akan membuat otak tanpa sadar mengkalkulasi kode-kode dunia dalam bentuk kata-kata; mantra.

Ya, itu adalah mantra....

Mantra bukan hanya berfungsi sebagai pembentuk sebuah fenomena, tapi juga untuk mempengaruhi sifatnya.

Simpelnya dengan mantra kau bisa merubah api menjadi tombak api, atau es menjadi panah es. Tapi sayangnya, hal itu juga berarti pengubahan sifat ciptaan tidak bisa di lakukan menggunakan penghitungan kode dunia secara manual.

"Jadi, tanpa mantra sihir hanya bisa memunculkan sebuah fenomena tapi tidak bisa mempengaruhi sifatnya?"

Termenung aku menanyakan itu pada diriku sendiri.

"Nicho! Mau sampai kapan kamu membuat mama menunggu!"

Dan saat aku sedang berfikir Mama Alice yang muncul dari pintu membentakku.

"Huh! Maaf, aku akan segera kesana." Melihat Mama Alice yang menatapku tajam, aku segera keluar dari perpustakaan menuju ruang makan.

Kalian tahu, bahkan setelah sepuluh tahun, Mama Alice sama sekali tidak terlihat menua. Atau mungkin lebih tepat jika dikatakan 'dia tidak pernah tumbuh sama sekali', bahkan selama sepuluh tahun kami hidup bersama, aku belum pernah sekalipun melihat dia memotong rambut atau kukunya.

"Nicho, kamu harus bisa menahan dirimu, hanya karena kamu suka melakukan satu hal, bukan berarti kamu boleh mengabaikan yang lain...."

Mama Alice memberiku ceramah panjang saat kami menuruni tangga menuju ruang makan, dan aku tidak bisa mengatakan apapun selain 'maaf' untuk menanggapinya. Walau bagaimanapun akulah yang salah, jadi aku tidak punya hak untuk menentang.

"Mama maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi."

Memilih untuk menerima kesalahanku aku menunduk dengan dalam.

"Unn, mama memaafkanmu. Jangan melakukan itu lagi, kau tidak boleh membuat mamamu menunggu lama hanya untuk makan." menepuk kepalaku pelan, Mama Alice membuat senyum manis yang entah kenapa tidak pernah membuatku bosan berapa kalipun aku melihatnya.

"Mama boleh makan lebih dulu jika aku membuat mama terlalu lama menunggu, aku tidak mau merepotkan mam...Ouch!"

Saat aku mencoba memberi sebuah pendapat, Mama Alice menjentik dahiku dengan keras.

"Tidak mau! Mama ingin makan bersama Nicho. Kita adalah keluarga benarkan?"Tapi seperti yang aku duga, dia selalu memaksakan sesuatu yang dia ingin lakukan.

Ibu yang pengertian namun juga egois, itu adalah apa yang bisa aku pikirkan saat melihat sifat Mama Alice. kadang aku merasa iri pada diriku yang sekarang, meski sama-sama memiliki ibu seorang single parent, perlakuan yang aku dapat sangat berbeda. Bukan berarti aku tidak suka dengan ibu di duniaku sebelumnya, aku hanya ingin dia sedikit lebih memberi perhatian kepadaku dan Ratna seperti halnya yang Alice lakukan. Ah ngomong-ngomong soal ayah, aku sendiri tidak tahu apa-apa tentang dia. Yang aku tahu adalah dia adalah seorang pria hebat yang gugur dalam perang. Sebenarnya aku ingin bertanya lebih banyak pada Mama Alice soal ayah, tapi jauh di dalam hatiku aku tidak ingin membuatnya mengingat sesuatu yang menyedihkan.

"Nicho, mama lihat kamu tertarik pada sihir, bagaimana jika mama mengajarimu?"

Dan saat aku sedang melamun, Mama Alice mengatakan sesuatu yang membuat hatiku bergejolak karena senang.

***

Aku tidak tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi, tapi aku merasa jika itu bukanlah sesuatu yang baik. Di depanku, Mama Alice dan Theresa memandangku dengan wajah pucat.

"Tunggu sebentar, pasti ada yang salah."

"Tidak Nona Alice, kita sudah berulang kali mencobanya tapi tidak ada yang terjadi."

Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan, apa aku melakukan sebuah kesalahan? mencoba memikirkan maksud di balik pembicaraan mereka, aku memiringkan kepalaku sambil menahan api yang muncul di tanganku agar tidak padam.

Saat ini sudah satu jam semenjak kami makan siang. Seperti yang Mama Alice janjikan, dia mengajariku menggunakan sihir sesaat setelahnya. Mulai dari pengendalian mana dan penghitungan kode, membuat sebuah efek terjadi hingga mengubah sifat sihir menggunakan mantra. Dan dari semua yang sudah aku lakukan mereka justru menanggapiku dengan wajah pucat.

"Nicho apa kau bisa merasakan mana yang ada di tanganmu saat melakukan Cast?"

Cast atau Casting, itu adalah istilah untuk pelafalan mantra, dan sampai titik ini aku bisa merasakan mana di tanganku bergejolak. Selain itu samar-samar aku juga bisa merasakan ada sesuatu sedang berjalan di dalam kepalaku tanpa bisa aku kendalikan, seolah sedang ada penghitungan di alam bawah sadarku.

"Begitu, kau bisa melafalkan mantra dan merasakan Kalkulasi kode yang secara otomatis terjadi di alam bawah sadarmu."

"Nona Alice, dengan ini setidaknya kita tahu kalau Tuan Muda tidak terlahir sebagai un-gifted" Sedikit menghela nafas Theresa yang duduk di samping Mama Alice menghela nafas.

Un-gifted, kalau tidak salah itu adalah sebutan untuk seseorang yang lahir dengan kualifikasi sebagai penyihir tapi tidak memiliki kemampuan untuk melafalkan mantra, jadi maksudnya aku masih dalam posisi aman kan?

"Mungkin tuan Muda hanya sedikit terlambat dalam perkembangan sirkuit sihirnya."

"Ka-kau benar, itu bisa saja terjadi." Memegangi dagunya Mama Alice melihatku sambil mengernyitkan dahinya.

"Baiklah sebaiknya kita akhiri sampai di sini dulu." Menepuk tanganya pelan, Mama Alice mengakhiri latihanya. Bahkan sampai akhir aku tidak mengerti pada apa yang salah dengan latihanku.

"Mama, aku masih ingin lanjut." Dan itu membuatku tidak senang sampai ingin terus mengulangi latihan yang Mama Alice berikan.

"Tidak boleh...." Tapi Alice menolak permintaanku.

"Nicho, kamu harus segera tidur siang!" Membusungkan dadanya, Mama Alice menyuruh sambil menatapku dengan mata yang seolah berkata 'kau tidak boleh menolak!'.

"Tapi...."

"Mama bilang tidak boleh."

"Ugh... baik aku mengerti." Pada akhirnya aku memilih untuk menuruti Mama Alice dan segera menuju kamarku. Yah, lagi pula banyak istirahat akan baik untuk tubuhku yang sedang berkembang, jadi aku akan melatih sihirku sendiri nanti.

Tapi....

"Kenapa mama di sini?"

Saat aku sampai di kamar, Mama Alice yang dari tadi mengikutiku juga naik keranjang.

"Mama ingin menemanimu tidur." Dan dia mengatakan sesuatu yang tidak aku duga. Bukan berarti aku tidak senang dengan Mama Alice di sampingku tapi....

"Mama, ini memalukan." Untuk anak kecil dengan mental remaja sepertiku hal semacam ini terlalu memalukan!

Dan Mama Alice....

"Hiks... hiks... Nicho membenci mama Fuee.... "

Seperti biasa matanya langsung berair saat aku menolaknya, serius sebenarnya siapa yang anak kecil di sini?!

"Ugh... aku mengerti, mama boleh tidur di sini." pada akhirnya aku tidak bisa menolak Mama Alice dengan wajah memelasnya, dan melihat aku yang tidak bisa menolak tiba-tiba Mama Alice memeluku dan menekanku di dadanya.

***

Pagi di hari berikutnya Mama Alice membawaku keluar mansion, dan untuk pertama kalinya aku akan melihat kota di mana Mama Alice memerintah.

"Jadi kita akan berbelanja?"

"Unn, Theresa sedang membersihkan cerobong asap jadi mama memutuskan untuk menggantikanya belanja."

"Biar aku tebak, mama tidak bilang pada Theresa kalau mama yang pergi belanjakan?"

"Tehehe...." menujurkan lidahnya seperti anak kecil Mama Alice membuat senyum nakal. Entah kenapa aku sudah bisa membayangkan hal buruk macam apa yang akan terjadi pada Mama Alice.

"Theresa pasti akan marah."

"Ah lihat di sana ada penjual sayur." Dia mengabaikanku?!

Sambil mencari beberapa bahan yang ada di daftar, Mama Alice membawaku berkeliling sambil melihat pemandangan kota. Kota ini bernama Dawn town, kota kecil yang merupakan pusat perdagangan sekaligus pemerintahan dari wilayah yang Mama Alice perintah; Aren.

Saat kami berkeliling aku melihat banyak buah kering dan daging asap diperjual belikan, mungkin karena musim gugur hampir berakhir dan musim dingin akan segera datang, banyak dari mereka yang menyediakan makanan awetan untuk menghadapi pergantian ke musim dingin.

Gandum masih merupakan makanan pokok disini, tapi sepertinya makanan pokokpun harganya juga akan melonjak ketika musim dingin tiba. Terlihat Mama Alice sedang saling tawar menawar sekantung besar gandum bersama daging asap dan beberapa kantung buah kering di sampingku, dan itu membuatku penasaran.

"Mama, mama adalah penguasa di sini, tapi kenapa mama masih menawar harga pada pedagang?" Secara logika, sebagai penguasa tanah harusnya Mama Alice bisa dengan mudah memaksa mereka untuk memberikan harga rendah padanya, lalu kenapa dia tidak melakukan itu?

Mendengar pertanyaanku, Mama Alice membuat senyum manis kemudian dengan lembut berkata....

"Semua orang sedang berusaha sebaik yang mereka bisa untuk hidup, apa kamu pikir adalah hal benar untuk mengusik mereka hanya karena kita adalah penguasa?"

Dan apa yang mama Alice katakan langsung membungkamku.

"Nicho, yang kuat tidak boleh menginjak yang lemah, tapi justru sebaliknya mereka yang memiliki kekuatan harus bisa melindungi mereka yang lemah. Ya, karena hal itulah yang membuat kita manusia."

Mengusap lembut kepalaku, Mama Alice mendekatkan wajahnya.

"Karena itu, apapun yang terjadi kau tidak boleh mengorbankan orang lain hanya demi kepentinganmu."

Ya itu benar, aku juga setuju dengan apa yang Mama Alice katakan, tapi....

"Tapi sayang idealisme semacam itu tidak akan pernah terwujud di semua tempat." Saat itu, aku bahkan tidak tahu kenapa aku menjawabnya dengan kata-kata ini.

Mungkin karena di duniaku yang dulu, aku adalah korban dari mereka para orang kuat yang selalu menginjak-injak yang lemah.

"Bahkan jika aku mengerti dan setuju dengan idealisme seperti itu, tapi hal itu tidak menjamin orang lain juga berpikiran sama."

Ya ... benar, andai saja pikiran manusia bisa terhubung dan saling mengerti, mungkin hidupku di duniaku yang dulu tidak akan berakhir seperti itu. Tapi sayangnya hal seperti itu tidak mungkin terjadi.

"Kenapa harus ada 'kuat' dan 'lemah'?Kenapa mereka tidak bisa mengerti dengan apa yang di rasakan orang lain? Kenapa ... kenapa...."

Kenapa aku harus mati hanya karena hal semacam itu?!

Untuk sesaat aku merasakan kebencian meluap dari hatiku. Bahkan jika sebagai ganti dari kematianku aku mendapat kehidupan yang lebih baik sebagai anak Alice Vallia Silvester, tapi jauh di dasar hatiku aku tidak bisa menerima bagaimana mereka mempermainkanku sampai membuatku terbunuh.

Dan saat aku merasa bisa meledak kapan saja, semua kebencian itu tiba-tiba menghilang ketika aku merasakan sesuatu yang hangat meyelimutiku.

"Hentikan, jangan membuat wajah seperti itu, Nicho membuat mama takut."

Itu adalah Mama Alice yang memelukku erat, di belakangnya banyak pandangan dari orang-orang yang berjalan di sekitar kami tertuju padaku. Sepertinya tanpa sadar aku sudah menarik perhatian mereka dengan apa yang aku katakan.

"...."

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, mungkin saat ini Mama Alice menganggap kalau aku aneh. Untuk seorang anak berumur sepuluh tahun mengatakan hal semacam itu, merasakan kehangatan yang mendekapku erat aku hanya bisa menduduk sambil meminta maaf di dalam hatiku.