Chereads / Phrometeus Children / Chapter 3 - Chapter 2

Chapter 3 - Chapter 2

Setelah hal aneh yang aku katakan, suasana di antara aku dan Mama Alice menjadi canggung. Meski dia berjalan sambil menggandengku, Mama Alice sama sekali tidak mengatakan apapun. Ekspresinya menunjukan kalau dia sedang berpikir keras, dan setiap kali tatapan kami bertemu dia akan langsung membuang muka.

"Mama...."

"Huh?! Ah maaf, apa Nicho ingin sesuatu?"

Saat aku mencoba membuka topik pembicaraan, aku melihat Mama Alice menanggapiku dengan kaku. Ini tidak seperti Mama Alice yang biasa aku lihat, bahkan jika dia tersenyun lebar seperti biasanya aku masih merasa jika senyum itu dipaksakan.

"Apa aku sudah membuat mama khawatir?"

"Huh? Itu ... tentu saja tidak....!"

Masih mempertahankan topeng yang disebut senyuman di wajahnya, Mama Alice mencoba mengelak.

Tapi, setelah beberapa saat terdiam....

"Maaf ...."

Senyum itu tiba-tiba runtuh saat mata berwarna senjanya bertemu denganku.

"... Nicho benar, setelah melihat Nicho bersikap seperti itu Mama jadi merasa khawatir."

Mengalihkan pandangan sambil menggulung rambut di pipinya dengan jari telunjuk, Mama Alice mengatakan itu lirih.

"Unn,Nicho tahu? Mama tidak memiliki pengalaman dalam berkeluarga, jadi saat mendengar Nicho mengatakan hal semacam itu mama jadi merasa ... kalau mama sudah gagal menjadi ibu yang baik."

Aku mengerti perasaan Mama Alice, melihat anak kecil yang seharusnya lebih banyak bercerita tentang hal-hal menyenangkan justru mengatakan sesuatu yang suram. Jika aku menjadi Mama Alice, aku juga akan merasa kalau aku telah gagal membahagiakan anakku.

"Unn, mama tidak salah."

Menggelengkan kepalaku, aku mencoba menenangkan Mama Alice dengan menolak pernyataanya.

"Tentu aku mengatakan itu karena memiliki alasanku sendiri, tapi itu sama sekali tidak ada hubunganya dengan mama."

Mendengarku, Mama Alice memiringkan kepalanya. Dari ekspresinya, sepertinya dia masih belum mengerti dengan apa yang aku katakan.

"Anu ... Nicho ...."

"Mama sudah melakukan yang terbaik, dan aku sangat bahagia dengan apa yang sudah aku miliki. Tapi masalah ini berbeda, karena masalah ini tidak ada hubunganya dengan mama atau Theresa. Aku tahu mama khawatir, tapi untuk saat ini aku belum bisa mengatakannya....."

Atau mungkin lebih tepat jika di katakan 'aku sendiri tidak tahu bagaimana harus menjelaskanya'. Ya, karena aku takut Mama Alice akan berubah ketika mendengar siapa aku sebenarnya. Mengingat apa yang sudah dia lakukan untukku sejak aku masih kecil, aku tidak bisa membayangkan seperti apa wajah Mama Alice jika dia tahu, kalau anak yang dia besarkan sejak bayi memiliki mental seorang remaja dari dunia lain.

"Tapi suatu saat aku pasti akan mengatakannya, jadi aku ingin mama menunggu sampai saat itu tiba."

Aku tahu jika aku mengajukan permintaan tak beralasan, tapi aku benar-benar tidak ingin Mama Alice mengubah perlakuannya padaku. Aku tahu jika aku egois, tapi untuk saat ini aku benar-benar ingin semuanya berjalan seperti biasanya.

Dan saat aku menanti dengan khawatir jawaban dari Mama Alice....

"Unn, mama mengerti."

Mama Alice menanggapiku dengan senyum hangat tanpa sedikitpun penolakkan, senyum yang entah kenapa membuatku nyaman.

"Tapi janji, suatu saat Nicho akan cerita ke mama."

"Unn."

Pada akhirnya aku mengangguk pada janji yang kami buat, meski di dalam hati, sebenarnya aku ingin dia melupakan janji itu.

"Ufufu, janji manis dengan Nicho di masa depan, kyaaahh mama sudah tidak sabar untuk mendengarnya! Catat! Catat! Catat!"

Tapi melihat Mama Alice yang tiba-tiba membuat wajah seperti orang mesum....

Aku sadar kalau aku sudah membuat keputusan yang salah.

***

Setelah berbelanja barang-barang untuk persiapan musim dingin, kami segera mencari kereta kuda yang bisa membawa barang-barang kami. Sepertinya Mama Alice sudah meminta para pedagang untuk membawa barang yang dibeli diantarkan ke tempat penyewaan kereta, karena saat kami tiba di sana, barang kami sudah berada di tempat penjagaan barang.

"Tolong bawa semua barang ini ke mansion Silvester. Nanti akan ada pelayan yang menerimanya."

Mengatakan itu pada kusir kereta sambil menyerahkan beberapa keping uang perunggu,  Mama Alice menunjuk pada tumpukan barang di tempat penjagaan. Dan saat itu, ada sesuatu yant menarik perhatianku. Di sebuah sudut agak tersembunyi, aku melihat seorang pria tambun dengan tubuh bulat yang aneh sedang mempersiapkan daganganya. Tapi, yang membuatku tertarik bukanlah seperti apa penampilan si pria tambun itu, tapi apa yang dia jual di sana.

"Dia menjual manusia?"

Ya, orang itu menjual manusia dan demihuman yang di kurung di dalam sangkar.

"Itu adalah penjual budak."

Mungkin karena mendengar gumamanku, mama Alice menjawab lirih. Di wajahnya, aku melihat ekspresi tidak senang yang dia tahan.

"Budak?"

Budak, setahuku mereka adalah golongan manusia yang hidupnya dimiliki oleh orang lain. Bekerja tanpa gaji dan tidak mempunyai hak asasi manusia karena semua kebebasan dan hak mereka sudah di rampas. Apapun yang di perintahkan oleh tuan mereka adalah mutlak, karena budak di dunia ini dikekang dengan segel yang membuat mereka tidak bisa menolak perintah sedikitpun.

"Apa mama benci penjual budak?"

Melihat ekspresi yang Mama Alice buat, aku bertanya untuk memastikan.

"Mama sangat membencinya...." Dan dia menjawab dengan ekspresi yang mengerikan.

Mama Alice berkata kalau dia percaya bahwa setiap orang dilahirkan dengan hak yang sama, dan baginya melihat penjual budak yang seenaknya merampas hak orang lain adalah sesuatu yang tidak bisa dia terima.

Tapi....

"Tapi mama tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan praktik perbudakkan."

Dari apa yang Mama Alice katakan, aku tahu jika perbudakkan adalah sesuatu yang sangat sulit dihapuskan.  Itu semua karena peradaban di dunia ini masih memerlukan budak, dengan kata lain, budak adalah salah satu roda gerigi paling penting yang menggerakan perekonimian di dunia ini.

Dan sayangnya aku juga tidak bisa mengatakan apapun untuk menentangnya. Singkatnya, jika di umpamakan sebagai duniaku yang dulu,  budak memiliki fungsi sama seperti mesin-mesin otomatis yang sering ditemukan di pabrik. Di duniaku yang dulu biaya produksi suatu barang bisa di tekan dengan menggantikan karyawan dengan mesin otomatis.

Tapi dunia ini berbeda, di sini tidak ada mesin otomatis dan semuanya di kerjakan secara manual. Yang pasti, mengingat tingkat efektifitas ekonomi di dunia ini, membayar banyak orang untuk melakukan pekerjaan adalah sesuatu yang tidak mungkin. Karena itu mereka memerlukan sesuatu yang bisa bekerja tanpa dibayar untuk mengurangi biaya produksi, dan satu-satunya yang bisa mereka lakukan adalah dengan membeli orang-orang yang kebebasanya sudah di rampas; budak.

Memikirkan itu aku memandang  pada barang dagangan si penjual budak lebih saksama, dan disana aku menemukan sesuatu yang menarik perhatianku. Sesuatu yang tidak aku sangka di legalkan di dunia ini.

"Mama, itu?"

"Unn, anak kecil...."

Penjualan anak di bawah umur, dia bahkan terlihat masih seumuran denganku.

"Mama sudah bilang'kan, budak adalah mereka yang kebebasan dan haknya dirampas.  Bahkan anak kecil sekalipun tidak memiliki hak istimewa di antara mereka."

"Ugh...."

Saat itu aku tidak bisa menahan perasaan tidak nyaman yang membuat dadaku sesak.

"Huh?! Nicho?!"

Dan tanpa aku sadari, tubuhku sudah bergerak sebelum otakku bekerja. Aku tidak tahu apa yang aku pikirkan tapi aku merasa harus melakukan sesuatu.

***

"Ah, selamat datang di toko kam-... huh?! Countess silvester!"

Pria tambun pemilik toko budak

terkejut ketika melihat aku dan Mama Alice datang, dari wajahnya yang memucat aku bisa merasakan ketakutan yang dia tahan.

"Oh my, apa yang membuat Nona Countess datang ketempat lusuh seperti ini?"

"Ah kau benar tempat ini sangat lusuh."

"Ugh...."

Aku tidak tahu apa yang Mama Alice pikirkan, tapi dari cara dia bicara dia sama sekali tidak menyembunyikan kebencianya. Aku tidak menyangka Mama Alice bisa seseram ini.

"Ah perkenalkan nama saya Euclide Del Toure, seorang penjual budak yang siap melayani anda."

"Unn, ya...."

Masih menunjukkan rasa tidak senang dengan si pria tambun, Mama Alice melihat ke sekelilingnya.

"Kau memiliki banyak mistic wolf huh?"

"Yes, kami mendapatkan banyak mistic wolf semenjak tragedi dua tahun lalu, anda tahu...."

Aku tidak terlalu mengerti pada apa yang mereka bicarakan, tapi secara garis besar mereka berbicara tentang sebuah kerajaan yang disebut Turingen. Turingen adalah salah satu kerajaan demihuman terkuat yang di kuasai suku mistic wolf sebagai mayoritas penduduk, dan dari apa yang mereka bicarakan aku mendengar jika kerajaan tersebut tiba-tiba lenyap dua tahun lalu karena sebab yang tidak di ketahui.

"Oh my, Nona Countess, karena anda sudah berbaik hati mengunjungi tempat ini, saya akan memberi tahu anda sebuah rumor yang menyebar di kalangan penjual buda. Ya, rumor tentang apa yang terjadi di Turingen dua tahun lalu."

Saat itu, Mama Alice tiba-tiba menatap tajam pada si penjual budak. Meski begitu, aku merasa jika dia membuat wajah menakutkan itu hanya untuk menutupi rasa penasaran di dalam hatinya.

"Rumor? Rumor apa itu?"

"Yes, rumor ini berasal dari pedagang budak yang berhasil kabur dari situasi saat itu. "

Mendengat pria tambun itu bercerita, Mama Alice terdiam seolah informasi yang diberikan si penjual budak adalah sesuatu yang sangat penting.

"Pedagang itu berkata, kalau sesaat sebelum kejadian itu terjadi terlihat sebuah pilar cahaya ditembakkan ke langit dari istana kerajaan. Dan yang terjadi berikutnya adalah muncul makhluk raksasa berselimut api dari pilar tersebut dan mulai menhancurkan segalanya. Para penyihir mencoba menghentikanya, tapi makhluk raksasa itu tidak bisa di lukai sama sekali."

"Muncul bersama pilar cahaya dan tidak bisa di lukai dengan sihir....?"

Muka Mama Alice tiba-tiba menjadi pucat setelah mendengar apa yang si penjual budak katakan.

"Hmm? Apa anda tahu sesuatu tentang makhluk itu, Nona Countess?"

"Dari karakteristik yang kau sebutkan, aku memiliki sedikit gambaran tentang makhluk itu. Sesuatu yang tidak berasal dari dunia ini dan kebal terhadap sihir, jika aku benar mungkin makhluk itu adalah sesuatu yang tidak bisa diabaikan, sesuatu yang mungkin adalah makhluk jelmaan dewa; Primal Beast."

(Primal beast: sebenarnya merujuk pada binatang purba tapi di sini saya pake untuk menyebut hewan jelmaan dewa yang ada saat jaman dewa berlangsung. Mereka adalah jelmaan dari otoritas dari seorang dewa.

Contoh simpelnya: minerva/athena/fortuna yang berkuasa atas burung hantu, maka burung hantu adalah bagian dari otoritas mereka, jadi primal beast burung hantu adalah jelmaan dari otoritas minerva/athena/fortun. Tapi bukan berarti prima beast tersebut adalah athena sendiri,  karena pada dasarnya individu dan otoritas tidak memiliki status yang sama.)

Meski apa yang Mama Alice katakan terdengar seperti gumaman, tapi hal itu membuat si penjual budak berkeringat dingin.

"Oh my, lelucon anda sama sekali tidak lucu, bukankah kemunculan primal beast itu...."

"Tanda dari dimulainya masa kekacauan."

Untuk sesaat suasana di sini menjadi hening, di tambah dengan wajah Mama Alice yang terlihat serius membuatnya terasa semakin tidak menyenangkan, aku merasa kalau atmosphir di sini menjadi sangat suram.

Lalu....

"Maaf aku hanya bercanda."

Wajah Mama Alice yang tadinya serius tiba-tiba menunjukan senyum nakal.

"Lagi pula belum ada seribu tahun sejak masa kekacauan terakhir terjadi."

Dan dengan pernyataan yang dia buat, suasana suram yang tadi sempat terjadi mulai memudar. Meski si penjual budak masih bertahan dengan wajah pucatnya.

Dan tentang apa yang Mama Alice katakan; masa kekacauan. Aku pernah membacanya, itu adalah masa dimana kekuatan jahat di dunia ini sudah terlalu banyak dan akhirnya mempengaruhi kenyataan. Menimbulkan berbagai bencana dan mempengaruhi hewan liar, dan terakhir ... kekuatan jahat itu akan menyatu dan membentuk sebuah kesadaran yang di sebut sebagai Raja Iblis.

Tapi masa kekacauan hanya terjadi pada tempo tertentu, pada umumnya itu akan terjadi setiap seribu tahun sekali. Dan sejak masa kekacauan terakhir sampai saat ini baru berjalan sekitar tujuh ratus tahun, harusnya masih banyak waktu tersisa sebelum masa kekacauan berikutnya dimulai.

"Nah Nicho jadi apa yang kau inginkan? Kau tahu, mama tidak terlalu suka di sini."

Dan saat aku masih sibuk berpikir, Mama Alice bertanya padaku. Benar, ada sesuatu yang ingin aku lakukan....

"Ah benar, mama aku ingin membeli yang itu."

Dan tanpa membuang waktu untuk berfikir, aku menunjuk pada demihuman yang berada di sangkar paling pojok.

Itu adalah seorang anak kecil lusuh dengan rambut gimbal, dan yang membuatku tidak bisa membiarkanya adalah tatapan matanya yang seperti orang mati.

Part 4

"Jadi ada yang ingin anda jelaskan, Nona Alice?!"

Saat kami kembali ke mansion, Theresa sudah menunggu di depan pintu. Dari ekspresi tidak senang yang dia buat, aku merasa kalau semuanya tidak akan berakhir baik.

"Aaaaa... begini... uuuhh..."

Dan di sampingku, Mama Alice yang berwajah pucat sedang berusaha keras untuk membuat alasan.

Baiklah waktunya menyingkir....

"A-aku ingin ke kamar mandi."

Membuat senyum semanis yang aku bisa aku mencoba keluar dari situasi ini, tapi...

"Uuu...hiks...Uuuu...."

Mama Alice mencengkram pundakku erat sambil menahan air matanya. Dia ingin bergantung padaku?!

"Pergi tanpa mengatakan apapun dan mengambil alih pekerjaan saya sebagai pelayan, dan sekarang anda pulang dengan pengeluaran yang membengkak?!"

Masih dengan wajah menyeramkan Theresa mengalihkan pandangannya dari Mama Alice menuju gadis kecil yang diam menunduk di sampingku. Untuk beberapa saat dia melihat lekat pada gadis itu lalu dia beralih kepadaku. Yiks, dia benar-benar menyeramkan!

"Baiklah saya mengerti, mari kita akhiri pembicaraan ini di sini. Ah setelah ini saya ingin bicara dengan anda Nona Alice."

"Umm, bagaimana jika kita lupakan masalah ini dan segera makan..."

"Saya menolak!"

"Uuu...."

Bahkan sampai akhir dia tidak mau melepaskan Mama Alice. Aku agak kasihan pada Mama Alice, tapi aku memilih untuk diam karena terlalu takut pada Theresa. Melihat mereka, sekarang aku sadar jika penguasa tertinggi di rumah ini adalah Theresa.

Mengalihkan pandangannya dari Mama Alice  sambil menghela nafas, Theresa mendekatkan wajahnya padaku.

Kemudian dia pelan berkata....

"Tuan Muda, anda terlalu baik."

"Maaf...."

"Saya tidak menyalahkan anda, saya pikir itu adalah hal yang bagus. Tapi anda juga harus mengerti dengan keadaan anda sebelum memutuskan sesuatu."

Dan aku hanya bisa diam mendengar apa yang dia katakan. Aku tahu jika harga seorang budak tidaklah murah, bahkan harga terendah yang bisa aku dapat masih cukup untuk membuat satu rumah kecil. Karena itu aku tidak bisa mengatakan apapun pada Theresa untuk membela diriku.

"Baiklah apa yang harus kita lakukan pada nona kecil ini? Ah, mungkin saya harus membersihkanya lebih dulu."

Berjalan pelan, Theresa mendekati gadis kecil di belakangku yang masih terikat rantai, dan setelah beberapa saat melihat....

"Bagaimana cara melepas rantainya?" 

Theresa mengatakan itu sambil menunduk untuk melihat lebih dekat pada si gadis kecil.

"Sebentar, kurasa pria tambun itu memberiku kuncinya"

Mencari pada kantongku aku mengeluarkan kunci perunggu usang yang pria tambun itu berikan padaku sebelum pergi.

"Theresa biar aku yang membukanya."

"Biar saya saja yang melakukanya, Tuan Muda."

Mengabaikan Theresa yang menawarkan bantuanya, aku memasukan kunci pada borgol besar yang membelenggu kedua pergelangan dan leher gadis itu menjadi satu. 

Tapi....

"Uwah!!"

Sayang semuanya tidak berjalan dengan baik, gadis kecil itu tiba-tiba melompat kearahku dan menggigit tanganku dengan sangat keras. pada lengan kirinya, segel budak yang di pasang oleh pria tambun itu bersinar merah; menunjukkan kalau gadis ini serius ingin melukaiku.

"Nicho!!!"

"Tuan Muda!!"

Mama Alice dan Theresa yang melihat kejadian itu langsung mempersiapkan mantra penyerangan untuk menghentikannya.

"Tu-tunggu sebentar! Aku tidak apa-apa"

Itu sakit! Sakit sekali! Seolah daging di lenganku akan lepas dari tulangnya. Meski begitu aku tidak bisa membiarkan mereka menyerang gadis ini dengan sihir yang mereka siapkan.

"Tapi!"

"Mama, aku mohon...."

Menahan rasa sakit yang seolah mengambil alih kesadaranku, aku minta pada Mama Alice untuk mendispell tombak es raksasa yang dia buat. Serius, bukannya aku juga akan kena jika dia menyerang dengan benda itu?!

"Hei, bisa kau lepaskan tanganku?"

Mengabaikan Mama Alice aku mencoba bicara pada gadis kecil itu, tapi sepertinya hal itu tidak bekerja. Meski begitu aku tidak bisa memaksanya untuk melepaskanku, karena saat aku melihat wajah garang gadis itu; air mata mengalir deras dari kedua matanya yang seperti orang mati.

Sakit, setiap kalli dia memperkeras gigitannya aku merasa seolah lenganku akan putus. Tapi melihat gadis itu mengerang seperti binatang buas yang ketakutan, entah kenapa aku merasa kalau rasa sakit yang aku terima masih tidak sebanding dengannya.

Serius, sebenarnya hal buruk macam apa yang sudah dia alami?

Ketakutan, kesedihan, kemarahan, keputus asaan, aku bisa merasakan itu semua dari ekspresi yang dia buat; ekspresi yang seolah sudah kehilangan segalanya.

Aaahh, apa yang harus aku lakukan....

Pada akhirnya aku hanya bisa memeluk dan mengelus kepalanya selembut yang aku bisa.

"Unn, sudah tidak apa-apa.... kau akan baik-baik saja."

Meski hanya sedikit, aku merasakan gigitanya mengendur. Dan perlahan, erangan seperti binatang buas yang dia buat mulai berubah jadi tangisan lirih. 

"Nicho?!"

"Unn, tidak apa-apa biarkan dia seperti ini sedikit lebih lama."

"Ta-tapi tanganmu?!"

"Sakit, sakit sekali ... tapi mungkin rasa sakit seperti ini masih tidak bisa dibandingkan dengan apa yang anak ini sudah rasakan."

Mungkin apa yang aku katakan saat ini terdengar sok keren, tapi aku serius. Setelah melihat kondisi gadis ini, aku masih tidak bisa membayangkan hal buruk macam apa yang sudah dia alami. Benar, sesuatu yang bahkan membuat anak ini kehilangan kemanusiaanya, aku ingin tahu hal macam apa itu?

"Haaahh.... saya akan ambilkan perban dan obat. Tuan Muda, bukankah saya baru saja bilang jika anda itu terlalu baik?"

Dan dalam keadaan seperti inipun, sepertinya Theresa masih sempat memarahiku.